Ho Seok tiba-tiba merasa malas sampai di apartemen lebih cepat, perasaannya sedang buruk ia butuh menghirup udara di luar gedung agar lebih baik. Pemuda itu tetap duduk di halte bus, meskipun jarak apartemen Nam Joon sudah dekat. Pikirannya bergulat ke sana kemari mengabaikan beberapa orang yang melihat dengan tatapan heran. Namun, rasa sakit yang tak kunjung hilang di kepalanya itu seketika mengacaukan pikirannya. Lekas-lekas Ho Seok membuka tas dan memilah plastik kecil berisi pil-pil obat di dalamnya.
Dengan hati-hati ia membaca label plastiknya, mencari obat pereda rasa sakit. Menit berikutnya, beberapa pil berhasil ditelannya, seperti dulu saat meminum aspirin. Alih-alih menahan rasa sakit, Ho Seok menyandarkan tubuhnya dan memejamkan mata, menunggu reaksi obatnya bekerja. Tanpa memerhatikan sekitar, tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam berhenti di depannya.
“Hai, Masokis,” sapa si pengendara mobil.
Ho Seok yang mendengar suara itu perlahan membuka kedua matanya dan mulai mengamati wajah dari sosok yang duduk di kursi kemudi. Lima detik berikutnya, ia tersenyum.
“Hai, Dokter Min.” Ho Seok bangkit, lalu berjalan mendekat ke arah mobil itu. Kaca jendela mobil di sisi lain sang dokter terbuka sempurna. “Sedang apa kau di sini?” Ia sedikit memasukkan wajahnya guna melihat Yoon Gi.
“Kau butuh tumpangan?” Terdengar suara ‘klek’ dari kunci otomatis pintu mobilnya. Yoon Gi memberikan gesture mempersilahkan Ho Seok untuk masuk.Ho Seok memang tak berniat menolak, ia lantas masuk dan memasang sabuk pengaman.
“Apa kau masih ingin aku memberimu rujukan ke bagian kejiwaan?” celetuk Yoon Gi yang sedari tadi memerhatikan Ho Seok dari kedua ujung matanya.
Ho Seok menyandarkan tubuhnya pada punggung jok mobil, seolah benda itu bisa menggantikan menampung semua beban hidupnya. “Aku butuh tempat untuk menenangkan diri dan bermeditasi.”Dokter Min menggeleng pelan dan menginjak pedal gasnya.
“Karena sebentar lagi Chuseok, aku akan membawamu ke kuil.”
“Jadi, sebenarnya kau tidak berniat mengantarku pulang, kan, Dokter Min?”
Yoon Gi menarik sudut-sudut bibirnya membentuk senyuman.
Ho Seok menoleh ke arah Yoon Gi setelahnya. “Memangnya ada apa di sana?”
“Di sana kau bisa makan ramyun yang dibuat para biksu agar merasa tenang. Mereka biasa membuat ramyun untuk orang-orang sepertimu dan mengajarimu membuat kaligrafi. Acaranya besok, sih. Tapi aku akan tetap membawamu jalan-jalan ke sana.”
“Kaligrafi? Apa seorang biksu bernama Dae Myoung Jae dan Kim Seon Im yang mengajari membuat kaligrafi nanti?”
“Ya.” Yoon Gi mengangguk, lalu menoleh sekilas karena terkejut. “Bagaimana kau bisa tahu?”
“Aku melihatnya di website tadi pagi.”
“Website?”
“Ya, website tentang karya-karya seni yang berasal dari Taebaek. Aku sempat melihat nama mereka di bagian kaligrafi.”
“Oh. Kebetulan kita akan tetap ke sana, meskipun kelas kaligrafi libur untuk hari ini. Jadi, di sana akan sedikit sepi.”
“Tak masalah. Malah kedengarannya lebih baik.”
Keheningan sempat menguasai atmosfer, tetapi Yoon Gi tak membiarkan itu berlalu lama.
“Kau tahu, aku juga bisa mendiagnosis kalau perasaanmu sedang buruk.”Kalimat itu diucapkan dengan begitu santai, sontak membuat Ho Seok kembali menoleh ke arahnya. Memutuskan untuk tidak memberi Yoon Gi kesempatan menduga-duga lagi, Ho Seok akhirnya membeberkan kegelisahannya. Seperti ada dorongan yang meyakinkan Ho Seok jika si Dokter ketus itu bisa dipercaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN DAYS [BTS FANFICTION: JHOPE]
Fanfic[REVISI SETELAH TAMAT. Maaf untuk kekurangannya] Bagaimana ya jadinya Jung Ho Seok, mantan Automotive Designer sebuah perusahaan ternama di Korea, yang berniat liburan malah mengurusi pembunuhan berantai di kota kecil dari provinsi Gangwon? ©2018 be...