Chapter 7

219 24 26
                                    

Ho Seok keluar dari rumah para biksu sambil menenteng senjata action bolt laras panjang di tangannya. Ia berjalan menuju halaman parkir kuil, lalu bersembunyi di balik patung Haetae yang ada di pinggir tangga. Jantungnya mulai berdegup tak berirama, perlahan Ho Seok mengatur napasnya. Samar-samar terdengar langkah seseorang menuruni tangga, semakin lama semakin mendekat. Bersamaan itu, tertangkap suara metal yang saling bersentuhan, membuat Ho Seok mengambil langkah keluar dari persembunyiannya. Ia seketika melihat wajah seseorang yang sempat dikenalnya, ia tengah mengisi handgun di tangannya. Hoseok dengan cepat membidik orang itu dan menarik pelatuk senapannya.

Suara desing peluru pun mengudara. Satu tembakan tepat mengenai pundak kanan orang itu, ia jatuh sampai beguling-guling menuruni tangga dan berhenti tepat di depan Ho Seok. Senapan yang semula di genggamannya pun terlempar. Si pemuda bermarga Jung dengan cekatan mengganti selongsong peluru yang baru dan mengokangnya. Lantas menodongkan moncong senapan ke arah kepala orang itu.

"Jangan bergerak atau aku akan melubangi kepalamu," ancam Ho Seok selagi menempatkan jari telunjuknya di depan pelatuk senapan.

Laki-laki itu memegangi pundaknya yang terluka, posisinya masih terbaring di atas tanah lantaran tak kuasa untuk berdiri.

"Aku tidak menyangka, bisa kalah oleh penembak pemula sepertimu."

Ho Seok menarik satu sudut bibirnya. "Maaf saja, aku bukan penembak pemula, Seok Jin-ssi. Kau terlalu meremehkanku."

Seok Jin terkekeh, ia menertawakan kekalahannya sendiri. Sayangnya, Seok Jin tidak tahu kalau Ho Seok pernah menjadi atlet menembak nasional. Senjata di tangan Ho Seok masih mengarah ke kepalanya.

"Kenapa kau membunuh mereka?" tanya Ho Seok. Terselip nada dingin bercampur marah di sela-sela ucapannya. Bukannya menjawab, sebuah senyuman malah terukir di wajah Seok Jin.

"Mereka itu adalah pelanggan setiaku." Seok Jin mencipta jeda sejenak, mengubah posisi untuk duduk seraya menahan rasa sakit di pundaknya. "Seharusnya mereka tidak mati kalau saja polisi bernama Shin Donghyuk itu tidak mengacaukan bisnisku. Jadi salahkan saja dia karena membuatku membunuh mereka."

Ho Seok seketika mencengkeram baju Seok Jin setelah mendengar nama dari suami kakak perempuannya disebut. Napasnya semakin berat seiring dengan sakit kepala yang sedari tadi coba ia tahan sekuat tenaga.

"Apa maksudmu, hah?"

Kini giliran Seok Jin tersenyum remeh, merasa berhasil mempermainkan emosi lawan bicaranya. Ia sedikit menelengkan kepala dengan tatapan tetap tertuju pada mata Ho Seok yang berapi-api.

"Seharusnya, kubunuh saja anak dan istrinya kemarin."

Tiga detik selanjutnya, kembali suara desing peluru mengudara. Seok Jin mengerang kesakitan, banyak darah keluar dari perutnya. Ia merosot, lantas meringkuk di atas tanah sambil memegangi perutnya. Masih tak puas, Ho Seok membalik kasar tubuh Seok Jin dan kembali mencengkeram bajunya.

"Apa yang kau lakukan padanya? Jawab!" bentak Ho Seok. Namun, tawa Seok Jin menguar di tengah kesakitannya. Ho Seok memukul wajah Seok Jin. "Jawab aku!"

Seok Jin tetap tertawa, meskipun sebagian wajahnya berdenyut nyeri lantaran terkena benturan gagang senapan Ho Seok.

"Kenapa? Apakah setelah kujawab, kau akan membunuhku, Ho Seok-ssi?"

Ho Seok mendengus kesal dan sedikit menjauhkan diri beberapa langkah dari Seok Jin. Ia masih mengatur napas, berusaha tenang agar rasa sakit di kepalanya tidak terlalu mengganggu.

"Aku pernah sedikit mendengarnya dari beberapa pejabat dan kolegaku. Bisnis haram yang di kirim dari rumah Hwanung. Istilahnya, kebenaran dan takdir dari Hwanung. Aku baru menyadarinya dari website yang aku lihat di rumah Hyo Na. Web yang berisi karya-karya seniman muda di deep web. Profil seniman telanjang, stok kebenaran, dan takdir. Sepertinya mentalmu sedikit rusak melakukan tindakan bodoh seperti membunuh asetmu sendiri─"

AUTUMN DAYS [BTS FANFICTION: JHOPE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang