Bab 6

38 7 0
                                    



Bab 6


Aloish pov

Karena merasa bersalah, aku memutuskan untuk menghukum diriku sendiri. Dengan berdiri didepan ranjang Akhira sepanjang malam, mengucap maaf berkali-kali didalam hati sambil menunggu mata dengan bulu mata lentik itu terbuka dan balas menatapku. Sudah hampir seminggu berlalu, namun Akhira tidak juga membuka matanya. Hal ini terang saja membuatku semakin merasa bersalah. Tapi hal itu juga yang membuatku terus bertahan dan menunggunya tersadar.

Seperti saat ini, aku menatap wajah tenang Akhira yang masih menutup matanya itu. Aku ingin ada disini terus, dan menjadi orang pertama yang dilihat Akhira saat sadar. Tapi karena tugas seorang raja, aku terikat tanggung jawab dan tidak bisa berjalan bebas. Tugasku menumpuk setiap harinya, dan hanya malamlah waktu yang tepat untuk menjaga Akhira. Memandangi wajah cantik Akhira sepanjang malam adalah hal yang menyenangkan dan kebiasaan baruku selama seminggu ini. Adakah sesuatu yang lebih berharga selain saat kita bersama orang yang berharga bagi kita?

"Yang Mulia..." suara Rafael terdengar dari balik punggungku.

Aku masih tetap diposisi yang sama, tidak berniat berbalik karena masih asik menatap wajah pucat Akhira yang tetap cantik itu. Aku sudah tahu apa yang akan diucapkannya.

" Jangan katakan, aku sudah bosan mendengarnya" ucapku benar-benar malas.

Rafael terdiam, benarkan? Dia pasti akan minta maaf lagi. Memangnya siapa yang tidak bosan mendengar orang mengatakan kata yang sama berpuluh-puluh kali hingga membuat telinga terasa panas. Kurasa ini juga salahku karena terus mengabaikan tanpa mendengarkannya.

Sesungguhnya, aku tidak marah apalagi menyalahkannya. Aku hanya malas membahasnya. Demi apapun, aku hanya ingin berdiri disini, tanpa bicara, dan tanpa bergerak. Memperhatikan wajah cantik Akhira sepuas yang aku bisa, sampai mata biru langit itu terbuka dan memarahiku karena terlalu lama memandanginya.

" Ini tentang penculikan itu" ucap Rafael pelan.

Apa? Penculikan? Aku berbalik, menatap lekat Rafael yang juga menatapku lekat.

" Apa itu?" tanyaku tidak sabaran.

Rafael masih saja diam beberapa menit sambil memperhatikanku lekat seperti menilai keadaanku yang berantakan.

Kira-kira apa yang dia pikirkan? Dia sungguh kurang ajar jika berani menilai keadaanku saat ini.

" Temuilah ketiga pria..." ucapannya terhenti, namun aku sudah tau apa yang selanjutnya akan dia ucapkan.

" Hormat hamba Yang Mulia" ucap tabib istana menunduk sekali lalu berjalan mendekat keranjang Akhira dan memeriksa keadaannya.

Melihat pria yang menjadi tabib istana itu menyentuh lengan Akhira membuatku sedikit kesal. Dia melakukan hal itu, tapi Akhira tidak juga sadar sampai sekarang. Dia harus diberi pelajaran agar lebih serius. Aku menunggu saat yang tepat untuk memakinya.

Ketika tabib itu selesai, aku dengan cepat menarik kerah bajunya. " Apa kau benar-benar tabib? Apa saja yang kau lakukan seminggu ini? Kau membodohiku?!" teriakku tepat didepan wajah tabib itu. Kurasakan tubuh tabib ini bergetar ketakutan. Rasakan itu! Ini hukuman karena sudah menyentuh Akhira.

ROSALVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang