7 - Wishper

200 24 9
                                        


"Koki, ada roti di dapur" suara Tomoya terdengar pelan.

Selalu, meskipun Koki tidak menutup kepalanya dengan bantal, suara Tomoya memang selalu pelan. "aku tidak lapar" katanya berusaha mengabaikan Tomoya yang duduk di tepi kasur. Ia terus memandangi Koki yang bersikap aneh setelah kejadian tadi sore. Hampir 3 jam lamanya dia memilih tidur, atau menidurkan diri, dan selama itu pula Tomoya memandanginya.

"Koki...."

"tolonglah Tomoya" Potongnya risih "aku sedang tidak selera untuk bicara"

"baiklah"

.........

.........

.........

KRUUUK.

.........

Koki terhenyak, dibalik bantal matanya baru saja terbelalak 'aku?' batinnya seraya memegang perutnya. Dia memandang ke arah Tomoya. "tadi itu bukan aku..." Koki berusaha meyakinkan Tomoya, "...kan?" kemudian dia ragu.

"itu aku"

"kau lapar?"

Tomoya mengangguk.

Koki terdiam sesaat. Merasa bersalah telah membuat Tomoya melihat keadaannya yang kacau seharian ini. padahal orang di depannya telah menyelamatkan hidupnya beberapa jam yang lalu. Apa jadinya jika dia benar-benar jatuh dan .... tiada?. Apa yang akan terjadi pada Tomoya?

"baiklah ayo ke dapur" katanya beranjak bangun dari kasurnya kemudian berjalan menuju dapur diikuti oleh Tomoya.


___


Koki memasak. Bukan karena dia ahli, tapi setidaknya dia bisa sekedar masak mie instan atau menggoreng telur yang bisa dimakan. Koki mengambil pisau dari laci dan membasuhnya. Laci tempat pisau penuh debu karena lebih dari satu bulan tidak dibuka. Meskipun Tomoya selalu mengambil alih kegiatan bersih-bersih selama Koki pergi ke sekolah, namun ia hanya menyentuh tempat atau barang yang hanya pernah Koki sentuh di depannya.

Koki memotong beberapa wortel dan bawang bombai yang telah ia basuh sebelumnya. Tomoya berada di seberang meja memandanginya bergelut dengan bahan-bahan makanan.

"benda kuning itu apa?" tanya Tomoya polos.

"wortel, ini makanan bukan benda, lagi pula warnanya orange"

"rasanya seperti roti?"

Koki tersenyum tipis mendengarnya namun tidak menjawab pertanyaan itu. Tangannya masih sibuk memotong 'benda kuning' yang akan ia masak.

Perhatian Tomoya teralihkan lagi pada pisau yang Koki pegang. "benda tajam itu apa?"

"pisau, ini untuk memotong makanan" kali ini Koki merespon.

"boleh aku membantumu?"

"tidak perlu, kau tidak pernah pakai pisau kan?" selama ini Koki selalu menyediakan roti untuk mereka sarapan, makan siang, maupun makan malam. Dan setelah hari ini Tomoya pasti akan belajar menggunakan benda-benda ini. Koki sedikit khawatir. "pisau ini sangat tajam, nanti tanganmu bisa luka" Koki berusaha menggunakan kata-kata sederhana untuk memperingati Tomoya.

"apa bisa putus?"

Koki kaget mendengar pertanyaan Tomoya "emm...yah mungkin tidak sampai seseram itu" Koki bergidik. "memangnya kau mau tanganmu putus karena pisau?" celotehnya cepat.

Tomoya menggeleng pelan. "tidak, aku sudah pernah kehilangan 2"

"ha?!"

"hm?"

Koki memandang Tomoya bingung, sedangkan orang yang ia lihat hanya memiringkan kepalanya. Kehilangan dua apa?

"aku tidak tau apa yang aku dengar tadi, jangan pernah bermain dengan pisau ini, Tomoya!" tegas Koki. Dia merasa perlu lebih memperingati Tomoya tentang hal ini karena Koki tidak pernah tau apa yang ada di pikiran Tomoya.

Tomoya mengangguk "aku tidak akan bermain dengan benda ini" katanya.

Koki mengangguk lega. Kemudian melanjutkan kegiatan memasaknya.

Waktu yang dibutuhkan untuk memasak dua porsi telur gulung cukup memakan waktu lama. Wortel yang sulit dipotong, telur yang hancur saat digulung memuat Koki menghabiskan waktu hampir setengah jam hanya untuk memasak telur gulung itu. Niat hati Koki sebenarnya sih mau masak itu, tapi sang Koki telah lama meninggalkan dunia dapur sehingga telur yang dibuatnya menjadi telur orak arik.



___


Makan malam mereka selesai. Wajah Tomoya terlihat sumringah dengan sisa nasi di ujung bibirnya.

Koki tersenyum. "bagaimana rasanya?" tanya Koki sedikit ingin membanggakan kerja kerasnya malam ini.

Tomoya mengangguk semangat "asin" katanya singkat tapi cukup membuat senyum kebanggaan Koki beberapa detik yang lalu hilang.

"Lebih enak dari pada roti yang biasanya kita makan" sekilas ia tersenyum.

Koki terkesiap. 'dia baru saja tersenyum?' setelah beberapa bulan Tomoya akhirnya menunjukkan senyuman dari wajah datarnya. Koki agak terpesona, senyuman langka itu Tomoya tunjukkan hanya karena telur asin yang Koki buat. "kau. bisa tersenyum rupanya?"

"bisa, kadang" kata tomoya singkat.

"kenapa selama ini kau tidak tersenyum seperti itu?"

"tersenyum untuk apa?"

Koki menatap Tomoya sekilas kemudian menggeleng. "aku ingin melihatnya lagi" bisik Koki pada dirinya sendiri.

"hm?"

"ah, tidak. Kau mau lagi?"

Tomoya menggeleng. "aku penuh" katanya.

"baiklah" Koki berdiri dan mulai membereskan sisa makan malam mereka. Ia membawanya ketempat pencucian piring dan mulai berjibaku dengan piring-piring kotor itu.

Tomoya memandanginya dari meja makan. Raut wajah Koki masih sama dengan tadi sore. Seperti ada sesuatu yang Koki tak ingin dia bagi padanya. "Koki, kau ingin aku tersenyum?"

Tangan Koki berhenti. Dia melihat kearah Tomoya yang kini sedang menatapnya tanpa berkedip. Ah, sepertinya dia juga jarang berkedip.

"aku bisa tersenyum. Tapi tersenyum itu sulit. Iya kan?"

'begitukah?"

"ya"

Koki juga tidak tau kenapa ia ingin Tomoya tersenyum. Padahal dia menyadarinya, akhir-akhir ini Koki juga jarang tersenyum. Lebih tepatnya tidak bisa. hah, Kau benar-benar egois Koki.

"tapi Hyoma selalu tersenyum saat dia datang kesini, senyum yang menyenangkan. Kenapa dia tersenyum Koki?"

"kita yang tidak normal, Tomoya"

"normal? Senyum Hyoma normal?'

Koki menyelesaikan pekerjaannya dan kembali duduk di depan Tomoya tanpa menjawab pertanyaannya.

"kalau begitu aku akan berlatih tersenyum seperti Hyoma. Kau juga. Mulai hari ini" Kata Tomoya. Suaranya hampir berbisik namun Koki masih bisa mendengarnya dengan jelas. Tomoya memalingkan pandangannya kearah pintu menyembunyikan wajahnya yang memerah.

Koki menatap Tomoya. Bagaimana bisa seseorang yang jarang mengeluarkan ekspresinya berkata seperti itu. Koki tersenyum tipis, lalu mengangguk.

***

doumo tuti desu

bagian ini paling pendek dari chap yg lain

kemarin coba baca2 ulang sepertinya memang kepanjangan jadi ini dibuat agak pendek.

You're Not AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang