Haiiii... Selamat siang.
Happy Monday 😍😍😍Utk kisah pasangan ini hanya tinggal bbrp chapter lagi ya...
Happy reading 😘😘😘
🍀🍀🍀
Selama Carmen dan Hanniel menginap 2 hari di rumah sakit, mereka sama sekali tidak memberitahu para orangtua tentang peristiwa ini karena mereka tidak ingin seluruh keluarga khawatir dan langsung terbang saat ini juga menuju Montreal.
Di hari kedua mereka berada di rumah sakit, di hari Minggu yang dingin, Carmen begitu bahagia bahwa dia boleh pulang karena bagaimanapun juga lebih baik baginya untuk istirahat di rumah sendiri daripada di rumah sakit. Kasihan juga Hanniel yang harus tidur berdesakan dengannya di tempat tidur yang sempit.
Hanniel sudah merapikan tas mereka untuk dibawa pulang ketika Carmen mendadak ingin buang air kecil. Hanniel bergegas ke kamar mandi untuk mengambil pispot dan membantu Carmen untuk melakukan hajatnya.
Dari awal Carmen sudah mengatakan bahwa dia tidak ingin Hanniel melihatnya memakai pispot dan jadilah Hanniel berdiri di balik tirai yang sengaja Carmen tutup. Tapi tangisan Carmen membuat Hanniel tanpa ragu-ragu menyibak tirai dan melihat darah yang berada di dalam pispot.
Dengan memeluk erat Carmen dan menekan bel kuat-kuat, Hanniel menyingkirkan pispot yang penuh darah itu. Hanniel luar biasa gugup ketika harus melapisi celana dalam Carmen dengan pembalut tebal.
Hanniel semakin lemas ketika Dokter Annie Newton mengatakan bahwa harus segera dioperasi sore nanti karena ketubannya juga sudah pecah. Hanniel pura-pura memasukkan tas ke dalam lemari agar dia dapat menghapus airmatanya.
"Don't worry, Mr. Adijaya. Carmen will be fine!"
"Tapi sejak kemarin pagi darahnya sudah tidak keluar lagi, Dok. Kenapa pagi ini tiba-tiba seperti ini?" Hanniel mengurut pelipisnya dengan gugup.
"Kita tidak bisa memprediksi kondisi plasenta previa, Mr. Adijaya, apalagi bila bayi yang dikandung itu berukuran besar, dia akan menekan plasenta yang berada di bawah."
"Apakah bayi kami akan baik-baik saja, Dokter?" Hanniel melirik Carmen yang ingin meraih tangannya. Hanniel menyambut tangan Carmen dan menggenggamnya.
"Your baby will be fine! Ukuran bayi kalian juga sudah lebih dari cukup dan usianya sudah 33 minggu. Ayo kita dengar detak jantungnya." Dokter Newton mengolesi perut Carmen dengan gel dan menjalankan sebuah alat di perut Carmen. Tiba-tiba suara detak jantung itu terdengar sangat jelas.
Mau didengarkan jutaan kalipun, Hanniel tidak akan pernah bosan karena baginya suara detak jantung Hannah adalah keajaiban Tuhan bagi mereka.
Tanpa sadar Hanniel meneteskan airmata dan mencium perut Carmen yang luar biasa besar itu. "Baik-baik ya, Hannah sayang sampai tiba kau lahir nanti sore. Daddy dan Mommy mencintaimu."
"Sekarang biarkan istrimu istirahat dan puasa ya. Jam 2 siang nanti kita akan bersiap untuk operasi."
Hanniel hanya bisa mengangguk pelan dan terus memeluk perut Carmen.
"Mas, kok nangis sih?" tanya Carmen pelan sambil mengelus kepala Hanniel.
"Mas cuma bahagia kok, Sayang kalau anak kita akan lahir beberapa jam lagi walaupun prosesnya tidak enak seperti ini!"
"Aku tetap bisa jadi Mommy yang baik kan, Mas walaupun aku tidak melahirkan normal? Mas masih tetap cinta Carmen kan?"
"Jadi Mommy yang baik tidak dilihat dari proses melahirkannya, Sayang tapi dari cinta dan kasih yang kita punya untuk anak-anak kita. Buktinya Bunda dan Mamaku tidak pernah melahirkan kita berdua kan? Tapi cinta mereka luar biasa besar buat kita berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
CARMEN - Love in Montreal
RomanceTELAH TERBIT DI GOOGLE PLAYSTORE https://play.google.com/store/books/details?id=BfGYDwAAQBAJ THE FLOWERS SERIES Book # 1 18+++ Sejak Carmen berusia 6 tahun, Hanniel sudah mengklaim dirinya sebagai 'calon istri Mas Hanniel'. Hanniel melakukan itu kar...