DI DALAM BUKU HARIANKU

65 13 0
                                    

Mungkin kamu memang terlihat mengesalkan, tapi tahukah kamu? Apa yang aku rasakan?

***

aku hanya berjalan melewati lorong sekolah yang sudah mulai sepi dan ternyata Yovira di depan gerbang membelakangiku, aku senang sekali ternyata masih ada teman yang bisa diajak pulang bareng.

"hey, Yovira pulang yuk! Kamu pasti nungguin aku kan? Udah pulang aja ngapain lama-lama di sini!" kataku sambil merangkulnya dengan tangan kiri.

"idih apaan sih, siapa yang nungguin kamu? jelas-jelas aku lagi nunggu taksi. Geer banget sih." Yovira melihatku dengan wajah menahan tawa.

"halah, bohong kan? Aku tau kamu itu gak ada temen pulang kan? Makannya nungguin aku di sini?"

"hehehe, ketahuan yaa. Ya abis aku bleum kenal siapa-siapa di sini, jadi aku tunggu deh."

"oh iya tadi aku udah dapet grup band." Kataku sambil mulai berjalan pulang bersama Yovira.

"oh iya? Gimana? Seru gak? Orangnya ganteng-ganteng gak?" Yovira sedikit mulai kegenitan.

"ganteng-ganteng sih, tapi tau gak? Cowok yang kemarin di UKS itu, ternyata dia ketua grup band itu! Gila kali ya? Masa aku sama dia harus duet di hari festival budaya." Kataku sedikit kesal dan mengacak – acak rambut Yovira yang tadinya rapi.

"ohh, apa iya? Awas lohh ntar jadinya benci tapi cinta, kayak yang biasa di film – fim anime lagi, hahaha..." tawa Yovira sambil mengacak – acak rambutku.

"tapi itu ya, aku jengkel banget kalo udah ketemu orang itu, rasanya pengen ku buang ke rawa – rawa!" tambahku sambil merapikan rambutku yang sudah tak berbentuk.

"tapi ya Renna, kadang kalo orang udah bisa ngomong kayak gitu, biasanya malah terjadi betul loh..." Yovira memasang wajah sedikit serius dan menatap tajam.

"idih, apaan sih! Gak bakal ya!" aku berusaha mengelak. "ya kali... aku bisa suka sama cowok lemah kayak dia." Aku berusaha meyakinkan diri.

"yaa kalo misalkan kalian beneran jadian, jangan lupa makan – makannya lho! Hahahaaa." Yovira mulai menggodaku dengan mencubit-cubit lenganku. "eh, udah dulu ya. Gak kerasa udah deket rumahku, aku duluan ya." Yovira berjalan mendahuluiku berbelok ke kanan.

"ok! Dahh hati – hati di jalan!" terikku dengan wajah tersenyum.

"iya... kamu jugaa hati – hati yaaa!" jawab Yovira dari kejauhan sambil melambaikan tangan di atas kepalanya.

"apa iyaa? Ah gak mungkin lah! Masa aku bisa suka sama orang itu." Kataku dalam hati.

Meoong, seekor anak kucing berwarna cokelat duduk di depanku seperti ingin membuatku mengikutinya.

"puuusss, siniii aku gak gigit kok..." rayuku sambil jongkok dan mengulurkan tangan ke arahnya.

Anak kucing itu belari masuk kedalam gang dan aku mengikutinya. Setiap aku hampir mendekatinya, anak kucing itu berlari dan terus berlari sampai akhirnya dia berhenti setelah melihat seseorang sambil menggerak – gerakan telinganya lalu pergi.

Seseorang itu berdiri di depanku dan orang itu sudah tidak asing lagi bagiku.

"hai Renna! apa kabar?" Karen menyapaku sambil mendekatiku.

"hai Karen! Baik kok. Kamu habis selesai kegiatan club basket ya?" tanyaku sambil sesekali melihat-lihat ke sekeliling mencari kucing yang lari tadi.

"iya ini aku baru pulang, lah kamu sendiri kok baru pulang ?"

"Iya, kan tadi aku ikut club band. Eh kamu tau gak? Tadi itu di club band ada orang yang bener – bener ngeselin tau gak ?" kataku sambil menaikan bahu dan mengepalkan tanganku.

"hahahaa, emangnya kenapa? Kok bisa kesel sih? Emangnya apa yang bikin kamu kesel?" tanya Karen sambil tertawa.

"iya ngeselin bangetlah! Masa cowok itu sok ngatur – ngatur. Iya sih bener kalo dia itu ketuanya tapi kan... ngeselin aja gitu." Jawabku sambil mulai berjalan pulang.

"ahahaaa. Yaudah nurut aja makannya biar gak dimarahin, lagi pula kan kamu masih baru masuk." Kata Karen sambil tertawa dan ikut berjalan.

Akhirnya kami pulang bersama dan membicarakan tentang kejadian – kejadian kami selama sehari ini.

Iya sih, aku juga udah kenal banget sama Karen karena dari kecil kami selalu bermain bersama sampai sekarang, sudah berapa kali aku selalu dibantunya dan dia selalu ramah sama aku.

Lama kami membicarakan kejadian yang aku alami hari ini, ternyata kami sudah sampai di depan rumahku.

"uah... sampe juga... oh iya mau mampir rumah dulu apa nggak?" ajakku sambil menunjuk ke arah rumahku.

"ah, nggak ah. Masih banyak yang harus aku kerjain di rumah, ini juga udah terlalu petang. Jadi lebih baik aku pulang ke rumah aja."

"ahh, yaudah deh makasih ya udah mau pulang bareng. Hati-hati ya..." jawabku sambil melambaikan tangan ke arahnya.

"iya, sama-sama aku pamit dulu. Daaah." Karen melanjutkan perjalanannya.

"aku pulang..." sapaku sambil membuka pintu rumah.

"iya... selamat datang Renna, oh iya ibu udah nyiapin makanan kesukaanmu tuh di ruang makan." Sambut ibuku sambil menunjuk ke arah ruang makan.

"waaaahh, mana bu ? wih gilaa, ibu baik banget sihh." Kataku sambil berlari dan memeluk ibuku.

"ih! Bau banget sih, mandi dulu sana! Baru kalo mau peluk ibu boleh." Kata Ibuku sambil berusaha melepaskan pelukanku.

"idih ibu ini sok steril banget padahal juga belum mandi kan?" balasku sambil menentengkan kedua tanganku.

"hii, udah ya... kamu aja yang belum mandi. Inget mulutmu deket hidung itu! Ahahaaa." Ejek Ibuku sambil tertawa keras. "yaudah sana mandi dulu, pantes aja gak ada cowok yang mau deket sama kamu. Cantik-cantik kok jorok, idih !" sambung Ibuku sambil mendorong-dorongku.

"iiihh, iyaa aku bisa sendiri kok... gak usah di dorong-dorong Bu..."

"sana ! huss mandi baru makan!"

"iyaa..." jawabku sambil masuk ke kamarku.

Kuletakan tasku dan syal biruku, dan aku berdiri di depan cermin kamarku.

"apa jangan-jangan bener gak ada yang mau sama aku ya? Aku masih imut gak sih sebenernya?" kataku setelah menatap ke arah cermin dan mencubit-cubit pipiku sendiri.

"ah bodo amat lah, yang penting happy aja! Jomblo itu bahagia, hahahaa." Tawaku keras dan segera bergegas mandi.

***

"fiuuhh, segernyaaa, mandi itu bener-bener bikin tenang." Kataku sambil menggosok-gosokan rambutku dengan handuk.

Aku berjalan dan melihat buku harianku. Aku mengambil penaku dan menulis,

"Kak Danna,

Cowok ini lemah, sukanya marah-marah, orangnya gak jelas. Tapi, dia punya sedikit kebaikan."

"jangan kesenengan dulu kamu ya! Jangan mentang-mentang aku nulis kayak gini kamu langsung kebawa perasaan!" kataku sambil meletakan penaku, dan segera mengganti bajuku.

***

WHEN I CALLED YOUR NAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang