"Anak-anak aku antar duluan ya. Aku buru-buru nih harus ke pasar. Nanti sore ada arisan dirumahku." Kak Ayu membantu menyiapkan sarapan untuk Shafiya dan Raffa. "Iya, aku mandi dulu Kak." Buru-buru ku raih handuk yang digantuk dibelakang pintu kamar. "Eh ndak usah buru-buru. Ini Sarapan Shafiya dan Raffa mau dibawa aja, buat bekal. Jadi kita mo berangkat sebentar lagi."
Langkahku terhenti mendengar teriakan Kak Ayu dari dapur. "Lalu aku?" Aku bertanya. "Nanti dijemput abang gojek." Kak Ayu tersenyum jahil. "Sudah sana mandi. Sekolahnya kan deket, jalan kaki juga nyampek," imbuhnya. Aku mendengus kesal. Jarak rumah dan sekolah sekitar 3 Km, sebenarnya cukup jauh jika harus berjalan kaki. Apalagi di desa ini tidak ada angkutan umum yang bisa mengantarku sampai ke sekolah. Hanya ada mobil pick up untuk membawa sayur dari Desa Poncokusumo ke pasar Kepanjen.
Bergegas ku selesaikan ritual mandi ini. Berharap Kak Ayu dan kedua anakku belum berangkat. Sayangnya hanya ada ibu beserta Qaira dan Rayya diruang tengah.
"Sudah berangkat semua." Ibu menyisir rambut Qaira yang panjang. Tanpa menjawab, aku segera masuk kamar dan bersiap pergi bekerja.
"Abang gojeknya sudah datang tuh." Ibu melongokkan kepala ke dalam kamar. Kedua alis ini menaut pertanda tidak paham dengan yang disampaikan Ibu. "Cepet berangkat. Sudah nunggu diteras." Ibu berlalu meninggalkan tanda tanya dikepalaku. Apa benar Kak Ayu sudah memesankan gojek?
Setelah mencium Qaira dan Rayya, aku berpamitan kepada ibu yang sudah duduk di meja makan untuk sarapan. Langkah ini terhenti saat ku lihat Lukman duduk dikursi rotan yang terletak di teras rumah.
"Loh, kok Mas Lukman disini?" Sapaan pagi yang ku ucapkan dengan muka bertanya-tanya. Lukman mengangguk dan tersenyum. "Tadi Ayu minta tolong agar aku mau memberi tumpangan sama Mutiara." Ia menjelaskan," Mari Dik berangkat." Aku tidak punya pilihan lain selain mengikutinya.
Sepanjang perjalanan tidak ada satu katapun yang kami ucapkan. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri, buru-buru ku kirim pesan whatsapp kepada Kakak perempuanku itu. Dia menjawab pesanku cepat, "Ih jangan Ge er ya, aku tidak berusaha menjodoh-jodohkan kok. Sekedar minta tolong karena hari ini aku ndak bisa anter kamu kerja." Aku mengehela nafas panjang membaca balasan chat dari Kak Ayu.
Petugas penjaga gerbang sekolah membukakan pintu untuk kami. Bel masuk sekolah sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Motor Lukman langsung menuju parkiran selatan yang terletak di belakang ruang guru.
"Saya langsung ke kelas ya, Dik. Ada jam pelajaran di kelas 3. Mari." Lukman mendahului melangkah berbelok ke arah deretan kelas 3. Aku mengangguk dan langsung menuju ruang tata usaha.
Ruang tata usaha terlihat ramai, beberapa guru terlihat duduk mengumpul pada meja salah satu rekan pegawai TU yang lain. Aku mengucap salam dan menuju ke meja kerjaku. Mereka tampak berbisik-bisik.
"Mbak Ara, sudah tahu belum kalau Pak Lukman itu sudah punya calon istri?" Diah, guru Bahasa Indonesia menghampiri meja kerjaku yang terletak dipojok ruangan. Aku menggeleng dan menunjukkan ekspresi bingung dengan arah pertanyaannya. "Ooh pantes." Perempuan itu duduk dihadapanku. "Gak usah terlalu dekat sama Pak Lukman, bisa dicap pelakor koe." Diah mencibirku.
YOU ARE READING
PEREMPUAN PENYULAM SABAR
General FictionNovel "Perempuan Penyulam Sabar" berkisah tentang perempuan yang berada dalam kemelut cinta dan kisruh rumah tangga yang menghantam jiwa dan membuat hidup terasa kelam. Kepahitan takdir yang akhirnya mengajarkan cara membingkai luka dan gelisah menj...