Pagi itu, aku melihat mas Rey sedang duduk di ruang makan, dia melihat buah-buahan segar yang ada di meja. Lalu detik berikutnya, aku tersentak sewaktu tangannya mengambil buah jeruk. Kusudahi acara cuci piringku, dan langsung menghampirinya.
Kurebut saja jeruk yang ada di tangannya itu.
"Jangan, Mas!"
"Kenapa jangan?"
"Ini buat aku."
"Kan masih banyak."
"Tapi aku mau makan semuanya."
"Kok kamu jadi pelit?"
"Pelit untuk kebaikan, jadi nggak pa-pa."
"Saya nggak boleh makan emangnya?"
"Lho, emang Mas nggak tahu? Kalau orang yang sakit gagal ginjal itu nggak boleh makan buah ini?"
Kulihat dia mengernyit.
"Pura-pura nggak tahu atau lupa?" tanyaku sedikit emosi.
"Kok kamu marah?" Dia berdiri, lalu menghadap ke arahku yang masih memegang jeruk di tangan.
"Jelas aku marah, kamu kan lagi sakit, kamu nggak boleh asal makan buah."
"Kamu tahu dari mana kalau buah ini nggak boleh dikonsumsi penderita gagal ginjal?" Dia mengambil jeruk yang ada di tanganku, sambil terus menatap wajahku yang mulai kaku. Jangan sampai dia tahu, kalau aku sengaja searching google tentang makanan yang harus dihindari si penderita gagal ginjal. Niatnya aku hanya ingin lebih perhatian pada suamiku. Tapi betapa bodohnya aku, yang malah menyediakan buah jeruk yang segar, ini salahku. Ah, aku memang bodoh. Dari dulu aku memang bodoh dan katro.
"Udah lama saya nggak makan jeruk. Apa kamu tega? Sekali aja."
Aku bisa bernapas lega, dia tidak memperpanjang pertanyaan pertama yang tidak bisa aku jawab. Kalaupun bisa, aku pasti berbohong. Itu kan dosa. Aku sudah banyak melalukan dosa, tidak mau nambah-nambah lagi.
"Nggak boleh."
"Sekali, nggak akan berakibat fatal. Siapa suruh simpan jeruk di sini?"
"Jangan, Mas. Aku mohon, jangan makan yang aneh-aneh," rengekku seperti anak kecil.
"Sekali aja. Saya cuma nggak mau mati penasaran."
"Ngomong apa sih, Mas?!"
"Saya lupa nikmatnya makan jeruk itu gimana. Ayolah, mumpung masih ada kesempatan. Ini cuma satu, bukan sekeranjang."
Aku langsung merebut jeruk itu lagi. "Pokoknya jangan, aku nggak mau ngambil resiko."
Dia tercenung.
Takut mas Rey akan merebutnya kembali, kubuka saja jeruk itu, lalu kumakan dengan lahap.
"Jangan makan sambil berdiri. Nanti kalau ikut-ikutan sakit bagaimana?"
Aku langsung berjongkok, sambil terus memakan buah jeruk itu.
Selama memakannya, aku menahan tangisku.
Aku tidak hanya menghabiskan satu jeruk, tapi semua yang ada di keranjang buah-buahan kumakan dengan lahap. Ambil, jongkok lagi, ambil, jongkok lagi, sampai akhirnya kubawa saja keranjangnya ke bawah. Aku tidak peduli bagamaian ekspresi mas Rey yang melihat tingkah anehku.
Aku sedih, suamiku tidak bisa menikmati enaknya makan buah jeruk. Padahal katanya, itu adalah buah kesukaan dia sewaktu kecil. Aku sedih, hanya bisa menikmati segarnya jeruk ini sendirian.
Mendengar isakku, mas Rey ikut berjongkok.
Huh, memalukan sekali, lagi-lagi aku ketahuan menangis.
"Kok nangis?"
"Pengin aja," jawabku ngasal, aku masih sesenggukkan. Begini saja sudah nangis, apalagi nanti? Entahlah, rasanya, dengan menangis, semua bebanku terangkat. Aku mudah menangis, karena mungkin aku takut, takut mas Rey benar-benar meninggalkan aku.
"Kamu tenang aja, saya nggak bakal makan jeruknya, kok. Ini terlalu berlebihan, Lena," katanya dengan enteng.
Dia yang sakit, kenapa aku yang paranoid?
"Mas janji ya jangan makan jeruk, pisang, atau apa pun buah yang dilarang. Walaupun cuma satu, tetep nggak boleh."
"Seperhatian itukah kamu sama saya?"
Aku terdiam.
Aku tidak tahu harus menjawab apa.
Tanpa dijawab, aku ingin dia mengerti sendiri.
✂✂✂
![](https://img.wattpad.com/cover/168919808-288-k768317.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
360 Hari √
Kısa Hikaye#S H O R T S T O R Y Ini kisah 360 hariku bersamanya. Copyright© November 2018, JaisiQ