Ketika senja hadir aku mencoba meraba arti bahagia yang kaukemas, aku mencoba memahami setiap bait yang katanya itu bahagia.
"Noah!", teriak Abby.
"Ya?? Ada apa, Abs?", sahutnya sambil berjalan ke arah Abby.
"Kamu lihat sepatu boots aku, gak? Harusnya ada di sekitar sini... Tapi hilang", komennya sambil mengerutkan dahi.
"Aku bantu cari ya... Boots warna merah atau krem?", tanya Noah sambil sibuk mencari.
"Hmm... Yang... Merah!", jawab Abby.
"Pilihan bagus! Aku suka saat kamu pakai boots yang merah. Warna itu cocok dengan dirimu, lagi pula... boots ini aku yang belikan untukmu, ingat tidak?", balas Noah sambil memberikan boots merah kepada Abby.
"Yap! Terima kasih, loh... Kamu tak perlu memujiku seperti itu!", sambil menonjok pelan lengan Noah.
Noah memberikan boots tersebut namun tak dilepaskannya dari genggamannya.
"Ihh... Lepasin, Noahh", sambil berusaha merebut boots merah itu.
Dengan segala cara ia mencoba untuk melepaskan boots itu dari Noah, tetap saja ia tidak bisa. Ditambah lagi dengan postur tubuh Noah yang besar. Apa daya Abby.
"Shhh! Biar aku yang pakaikan, sekarang kamu duduk", ucap Noah yang membuat Abby terdiam.
Noah lalu segera berlutut dan memakaikan boots merah yang ia belikan. Boots itu memang menawan hati. Berwarna merah mengilap dan berbahan kulit. Dengan penuh kasih Noah mengikatkan tali boots tersebut.
"Aduh! Jangan kencang-kencang ikatnya! Sakit tahu...", sambil menepuk pundak Noah.
"Tidak mau! Harus kencang ikatnya... Kalau tidak nanti kamu jatuh, jatuh ke pelukan orang lain", balas Noah sambil tertawa geli.
"Apaan sih kamu ini!! Geli, deh...", jawab Abby sambil tertawa melihat tingkah suaminya itu.
Mereka akhirnya berangkat ke taman dekat rumah. Mereka berjalan bergandengan tangan. Tangan Noah yang besar melingkupi jemari Abby yang mungil nan lentik. Sekali-kali ibu jari Noah mengusap telapak Abby. Selama perjalanan menuju taman, tak habis-habisnya Abby menatap suaminya itu, ia sangat bersyukur masih memiliki pasangan hidup yang selalu bisa mengerti kebutuhan dan keinginan dirinya. Noah bagaikan malaikat dari surga yang Tuhan kirimkan untuknya. Seperti arti namanya, kenyamanan dan sandaran, ia benar-benar mencerminkan kedua arti tersebut.
Mereka lalu duduk di bangku taman tepat di bawah pohon ek besar yang telah membeku. Tempat ini sengaja dipilih Noah karena di tempat yang sama, di bawah pohon ek, Noah meresmikan hubungan mereka ke jenjang pacaran. Terdengar klise, namun untuk Abby yang mudah luluh dengan Noah, hal ini merupakan salah satu memori yang akan terus membekas dan menjadi bagian dari dirinya. Mereka berbincang sambil melihat matahari terbenam. Tak pernah sedetikpun Noah melepaskan Abby dari dekapannya. Terus ia jaga malaikat mungilnya itu dalam pelukannya. Ia membiarkan kepala Abby bersandar di dadanya yang bidang sedangkan dagunya beristirahat di kepala Abby. Selain Abby, Noah juga sangat merindukan Abby, ia merindukan aroma mawar rambut istrinya itu.
"Abigail", panggilnya lengkap.
"Ya?", jawab Abby sambil membenarkan posisi duduknya yang sekarang menghadap ke Noah.
"Kamu tahu apa bedanya matahari yang tenggelam ini sama kamu?", tanya Noah pelan dengan tatapannya yang tertuju langsung ke jiwa Abby.
"Apa?", tanya Abby menggenggam tangan Noah.
"Setiap matahari terbenam adalah kesempatan untuk mengatur ulang hari, namun denganmu, aku tidak ingin mengatur ulang hari-hariku karena sejak kehadiranmu, semuanya berubah menjadi indah", gombal Noah yang membuat hati Abby berbunga-bunga.
Abby jatuh hati lagi kepada lelaki yang sama berulang-ulang kali. Lucunya, tak pernah ia merasa bosan jatuh hati padanya. Mungkin inikah yang disebut belahan jiwa? Lalu keheningan dan kehangatan matahari menyelimuti mereka.
"Noah, kamu tahu apa persamaan matahari terbenam dengan kamu?", tanya Abby sedikit mendongak.
"Apa?", tanya Noah kembali sambil mengusap jemari Abby.
"Ketika matahari terbenam, dunia menjadi gelap dan dingin, begitu juga dengan kamu. Ketika suatu saat nanti kamu pergi, hidupku hanya akan menjadi gelap dan dingin. Jadi ketika kamu ada sekarang, aku belajar betapa indahnya cahaya dan kehangatan", jelas Abby sambil menangkupkan telapak kecilnya ke wajah Noah.
"Kamu manis banget sih, Abs", senyum Noah menutup kalimatnya.
Senja menjulurkan tirainya ke bawah dan selang berapa lama menghiasinya dengan bintang. Mereka berjalan pulang ke rumah. Kali ini Noah menggendong Abby di punggungnya. Mereka tertawa lepas tak menghiraukan betapa dinginnya udara di luar. Perjalanan pulang terasa sangat cepat. Bagaimana tidak? Dua insan yang jatuh hati untuk kesekian kalinya menghabiskan waktu bersama, 24 jam saja tidak cukup, tak akan pernah cukup. Terlalu banyak yang ingin dibagikan bersama, terlalu banyak yang ingin diceritakan kepada dunia.
Setibanya di rumah, Abby memasak makan malam dilanjuti dengan makan malam bersama.
"Lusa sudah tahun baru, kamu mau kado apa?", tanya Noah disela ia mengunyah.
"Telan dulu, baru bicara, sayang", balas Abby.
"Ih aku dipanggil sayang! Kapan lagi, nih...", ledek Noah.
"Ya sudah kalau kamu tidak mau!", ucap Abby dengan jengkel.
"Hahahaha aku bercanda sajaa! Seriusan Abs, kamu mau kado apa?", tanya Noah kembali.
Abby terdiam sejenak. Ia berpikir dan berpikir.
"Tidak ada, kamu saja sudah cukup", balas Abby dengan senyum.
Noah langsung menyerbu Abby dengan pelukan erat. Atom-atom dalam tubuh Noah serasa bertabrakan. Hatinya meluap-luap bagai lava yang turun berhamburan. Sedangkan untuk Abby, ia menggunakan segala kesempatan untuk mengutarakan cinta dalam dirinya. Hanya untuk berjaga-jaga apabila ia harus kehilangan manusianya. Abby menikmati pelukan yang diberikan Noah. Pelukan ternyaman. Pelukan Noah adalah tempat di mana Abby bisa merasa aman di tengah keriuhan dan kekacauan dunia. Tempat berteduh dan berlindung.
Setelah itu mereka menonton televisi sekitar 2 jam. Abby mulai mengantuk dan sesekali Noah memotret pemandangan indah tersebut. Hingga akhirnya Abby tertidur pulas dengan bersandar di bahu Noah. Diangkat dan dibawanya tubuh mungil itu ke kamar. Ia membaringkan lalu menyelimuti Abby. Tak menyangka ia diberikan kesempatan untuk melihat dan menjaga Abigail sekali lagi. Diperhatikannya fitur wajah Abby, alisnya yang tebal, bulu matanya yang lentik, hidungnya yang kecil namun mancung, bibir tebalnya, dan terakhir ia menyadari bahwa Abby masih memakai kalung yang ditemukannya di kotak. Kalung dengan liontin "N" dan "A". Percikan api muncul di hati Noah. Tak kuasa ia menahan bibirnya untuk tidak membentuk sebuah lengkungan lebar. Noah lalu berbaring di samping Abby dan menutup hari dengan bahagia.
![](https://img.wattpad.com/cover/169115947-288-k630827.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Guardian Angel
Fiksi PenggemarAbigail, seorang wanita berusia 27 tahun yang menjalani hari-harinya dengan monoton. Hal ini berubah ketika ia menemukan sesuatu di rumahnya. Langkah kakinya yang kecil membawanya ke sebuah destinasi yang indah. Sebuah destinasi yang membuatnya engg...