10 : Untukmu Semata

24 3 0
                                        

Merindukanmu adalah hal tersulit bagiku
Karena namamu telah terlukis dihatiku
Meskipun perasaan ini ingin mengadu
Tetapi jiwa dan raga ini selalu menunggu

Semuanya di sekeliling Abby menjadi gelap. Tiba-tiba ada seberkas cahaya yang mulai muncul. Cahaya tersebut semakin lama semakin terang dan semakin meluas.

"A-Aku... di mana?", tanya Abby bingung.

"ABBY!!! Kau sudah sadar, Nak!", teriak Mami dengan bahagia.

"Pi! Cepat panggilkan dokter!", ucap Mami lagi masih menatap Abby dengan tidak percaya.

"Aduh! Kepalaku...", keluh Abby sakit.

Abby melihat sekelilingnya, ia sadar bahwa dirinya berada di rumah sakit.

"Hai, Mami... Hai, Papi...", sapa Abby dibalik kesakitannya.

"Hai, sayang. Ada Mama dan Papa juga, tuh", sapa Papi memberikan kecupan ke Abby.

Mama dan Papa adalah panggilan dari Abby untuk orang tua Noah.

"Hey... Kami kangen banget sama kamu, Abby", ucap Mama sambil memeluk Abby pelan.

"Iya, akhirnya kamu siuman juga, sayang", lanjut Mami.

"Memangnya... aku berapa lama dirawat di sini?", tanya Abby bingung.

"Ti-tiga minggu, Abigail", ucap Papi.

"TIGA MINGGU?!", teriak Abby tak percaya.

"Tenang, sayang... yang penting sekarang kamu sudah sadar", ucap Mama dan ia langsung duduk di samping ranjang Abby.

"Kamu ditemukan pingsan, Nak, di depan sofa krem yang biasa kamu duduk. Mami juga bingung kenapa kamu bisa pingsan", sahut Mami dan duduk di samping ranjang Abby yang satunya.

"Umm... Abby boleh minta waktu sendiri sebentar?", pinta Abby kepada keempat orang tuanya itu.

"Boleh", sahut Mama.

"Oh iya tentu, sayang", jawab Mami sambil mengiring Papi, Mama, dan Papa ke arah pintu keluar.

Abby kemudian membalikkan badannya sehingga punggungnya mengarah ke pintu.

"Abby", panggil Papa.

"Noa-", lontar Abby tidak sengaja ke arah pintu keluar.

"Masih Papa, sayang. Tinggal tekan tombol merah itu ya, kalau kamu butuh sesuatu", ucap Papa tersenyum lebar.

Suara Papa memang sama persis dengan Noah. Itu yang membuat Abby menjadi salah panggil.

"Sorry, Pa. Aku kira tadi su-", balas Abby malu.

"Papa mengerti kamu", sambil menutup pintu.

"Pa!", panggil Abby dari dalam kamar.

"Ya?", sahut Papa menongolkan kepalanya.

"Boleh aku bertanya sesuatu?", tanya Abby sedikit ragu.

"Tentu saja, tanyakan kepada Papa", sambil Papa berjalan masuk dan duduk di samping Abby.

"Kalau boleh tahu, Paman Louis apa kabar?", tanya Abby mengharapkan sebuah jawaban.

"Nak... Pa-Paman Louis minggu lalu dipanggil Tuhan. Tapi tenang saja, ia berada di tempat yang lebih baik.", jawab Papa mirip dengan apa yang Noah katakan, kemudian Papa berjalan keluar.

Abby hanya mengangguk.

Ketika pintu tertutup, Abby mulai mengingat segala sesuatu yang terjadi. Ia betul-betul merasakan pelukan dan kecupan terakhir yang Noah berikan sebelum semuanya berubah menjadi gelap. Kemudian ia melihat di tangan kanannya, terdapat cincin yang diberikan oleh Noah di dalam "mimpinya". Ia masih tidak bisa memasukkan semua ini ke dalam benaknya. Semuanya terasa aneh dan tidak mungkin terjadi. Tiga hari di mimpi tersebut sama dengan tiga minggu di dunia ini.

Apakah jahat jika itu merupakan jawaban yang Abby nantikan? Dengan jawaban tersebut berarti apa yang ia anggap "mimpi" merupakan sebuah kenyataan. Itu berarti, selama tiga hari, atau tiga minggu, atau berapapun itu lamanya, Abby benar-benar menghabiskan waktunya berdua dengan Noah. Benar-benar menghidupi kehidupannya walaupun untuk sebentar saja. Senyum Abby mulai terbentuk memutar ulang kejadian tiga minggu yang lalu. Perjalanan kehidupannya yang singkat bersama Noah. Segala hal indah dan manis yang menjadi sumber kekuatannya kembali.

Kemudian ia menunduk dan melihat ke arah lehernya, ia teringat akan apa yang dikatakan Noah. Kalung yang sekarang berada di lehernya merupakan pertanda bahwa Noah akan selalu ada dekat dengan Abby. Sedekat jantung. Ia juga teringat akan janjinya dengan Noah. Nyalinya mulai menciut apalagi jika dilihat kondisinya sekarang ini yang berada di rumah sakit. Namun ia akan tetap memenuhi janji Noah dan akan membantunya untuk memenuhi semua daftar harapannya. Bahkan di dalam kepalanya, Abby sudah memikirkan apa yang akan ia lakukan terlebih dahulu setelah pulang dari rumah sakit. Sekarang Abby sudah memiliki orientasi dalam hidupnya. Ia telah kembali menjadi Abby yang dahulu.

Lagipula, Noah akan selalu ada dalam setiap langkah yang ia ambil, bukan? Noah akan selalu berada di setiap musim hidupnya. Noah yang selalu menjadi sandaran bagi Abby.

Dipindahkannya badan Abby ke sebelah kanan untuk beristirahat. Namun ketika ia berbelok ke kanan, sebuah hal mencuri perhatiannya. Sebuah buku kecil di atas nakas meja dekat ranjangnya. Betul, buku harian Noah. Diraihnya buku itu dan dibukanya. Halaman yang dibuka tepat menunjukkan apa daftar harapan Noah. Ia melihatnya kali ini secara saksama. Ditelusurinya baris-baris daftar itu dengan jemari mungilnya. Jarinya terhenti ketika mencapai baris terakhir. Tulisan tersebut membuat dirinya terkejut, tidak percaya, dan sakit hati.

Mencari pengganti diriku untuk Abby (jika aku meninggal terlebih dahulu dari dia sehingga ada yang menjaganya)

Mengapa seorang Noah bisa menuliskan hal seperti itu? Noah dan dirinya tahu betul bahwa mereka diciptakan untuk melengkapi satu sama lain. Tidak mungkin ada orang yang dapat menggantikan Noah maupun Abby. Kalimat tersebut terulang-ulang di pikirannya. Berlari-lari tanpa henti dan membuatnya pusing. Namun ia tahu bahwa ia harus melakukan semua itu. Melakukannya untuk Noah. Ia tahu semua ini bukan sebuah perjalanan yang mudah tapi ia yakin di dalam lubuk hatinya, Noah selalu ada bersamanya.

"Oh, Noah... Mengapa kita harus terlibat kisah cinta yang begitu rumit ini?", keluh Abby pelan dengan senyuman manis dengan buku Noah di dadanya.

Guardian AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang