1 : Lilin-Lilin Kecil

115 8 0
                                    

Berpayung pada hujan didekap oleh gigil. Seperti rindu yang tak hentinya memanggil

Pandangan di depan matanya membuat air mata Abigail mengalir semakin deras. Di depannya tak lain adalah makam Noah, Noah Edward Verbeck. 1993 – 2022. Sudah 4 tahun sejak kepergian Noah dari hidup Abigail, Abby singkatnya. Namun wajah Noah terus terngiang-ngiang dalam kesehariannya. Noah, Noah, dan Noah. Bagaimana tidak? Tepat 4 tahun lalu, mereka mengikat janji suci. Dalam perjalanan bulan madunya, peristiwa naas menimpa mereka. Noah dan Abby pergi menyelam di Mexico, setelah menyelam dan naik ke permukaan, Noah mengeluh kesakitan pada Abby. Abby dan seluruh awak kapal bingung. Noah hanya bisa berbaring di pelukan istrinya, dengan panik dan air mata membanjir, Abby mencoba menenangkan Noah. Sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya, Noah hanya memberikan senyum indahnya dan berkata, "Sampai jumpa nanti, Abigail Louise Verbeck". Abby hanya bisa menangisi kepergian suami tercintanya.

Sebelum pulang dari Mexico, dokter lokal memberikan sebuah berkas hasil autopsi Noah kepada Abby. Hasil autopsi itu menunjukkan bahwa Noah mengalami pendarahan dalam di hati dan beberapa organ lainnya. Kemungkinan yang menjadi penyebab utamanya adalah karena Noah terlalu cepat naik ke permukaan sehingga menimbulkan perbedaan tekanan yang besar. Suatu momen paling berharga dalam hidup Noah dan Abby  menjadi momen yang paling menghantui dirinya.

Sejak saat itu, Abby tidak pernah menyentuh segala sesuatu yang berhubungan dengan perairan terbuka, laut, menyelam, apapun itu. Seakan-akan kepergian suaminya memberikan sebuah shock yang berujung pada fobia dan trauma.

Setiap hari selama empat tahun, Abby hanya duduk di ranjangnya, menyetel lagu sedih, dan meratapi nasibnya. Ia hanya keluar dari kamar untuk makan, itu pun kalau ia ingat. Hal yang paling membuat Abby tidak bisa melupakan mendiang suaminya adalah karena Noah merupakan cinta pertama dan terakhir Abby. Teman-teman Abby sangat prihatin dengan kondisinya. Sanak saudara dan teman Abby menyuruhnya untuk pergi melihat dunia dan mencari pendamping hidup baru.  Mereka berkata bahwa ada berjuta-juta ikan di samudra, namun yang tak mereka mengerti, Noah adalah "ikan" yang Abby cari dan inginkan. Begitu pula sebaliknya. Mereka seperti diciptakan untuk melengkapi dan menolong satu sama lain. Tak mungkin rasanya jika Abby bisa mencintai orang lain selain Noah. Noah yang penuh kharisma, Noah yang selalu membawa suasana positif, Noah yang selalu bisa dijadikan tumpuan, Noah yang romantis, Noah yang sempurna. Namun, itu semua bukan alasan mengapa Abby jatuh hati kepada Noah. Ia jatuh hati kepada Noah bukan karena Noah yang terbaik, tapi karena Noah yang membuatnya menjadi pribadi yang lebih baik.

Bahkan Noah dan Abby telah membangun rumah mereka sendiri di sebuah daerah pinggiran kota di Nebraska. Sebuah rumah simpel nan elegan, tidak terlalu luas, lengkap dengan sebuah kamar bayi bernuansa krem. Semua telah tertata dan dirancang dengan baik oleh pasangan muda ini.

Ia "menjenguk" makam Noah setiap bulan Desember. Bulan itu merupakan bulan favorit mereka. Hari ini, 26 Desember 2026, sepulangnya dari pemakaman Noah, ia mampir ke sebuah toko penjual barang antik. Di tempat ini, mereka pertama kali bertemu. Keduanya sama-sama pecinta barang antik. Mulai dari piring, garpu, teko, jam meja, bahkan sampai jam saku. Toko tersebut tak berubah sejak mereka pertama bertemu. Banyak kenangan indah di toko tersebut. Seperti musim dingin pada umumnya, Nebraska diguyur salju berlimpah. Abby keluar dari mobil dan bergegas masuk ke toko tersebut untuk menghangatkan dirinya.

"Permisi, Bu. Ada yang bisa saya bantu?", sapa penjaga toko.

"Oh, saya hanya melihat-lihat barang di sini. Toko ini tak berubah banyak, ya", balas Abby.

"Iya, Bu. Kami mengedepankan keotentikan dan keorisinilan. Jadi kami tak berani mengubah banyak dari toko ini", jawabnya kembali.

"Baguslah. Oh iya, apakah toko ini menjual lilin dalam gelas kaca?", tanya Abby.

"Sepertinya kami masih ada, Bu. Sebentar saya cek ke gudang dulu ya", jawab penjaga toko ramah.

"Silahkan, tak usah terburu-buru", ucap Abby.

5 menit kemudian penjaga toko tersebut kembali dengan wajah yang bisa dibaca.

"Bagaimana? Sudah habis, ya?", tanya Abby sambil tersenyum.

"Iya, Bu. Maaf sekali, Bu. Stok kami yang terakhir dibeli oleh seorang bapak 4 tahun lalu", cerita si penjaga toko.

"Wah... Seorang bapak membeli barang antik itu? Jarang sekali ya...", lantur Abby sambil teringat lagi akan mendiang suaminya, Noah.

"Betul sekali, Bu. Kalau tidak salah waktu itu ia ingin menghadiahkannya untuk orang yang spesial. Saya masih ingat, waktu itu ia meminta saya untuk membungkusnya dengan rapi... Sepertinya untuk hadiah ulang tahun...", lanjut penjaga toko.

Abby hanya bisa tertegun sambil mendengar cerita penjaga toko tersebut. Tatapannya kosong namun pikirannya berlarian liar. Ia membayangkan jika lelaki tersebut adalah Noah. Ia membayangkan Noah menghadiahkan lilin dalam gelas kaca tersebut kepada dirinya. Betapa gembiranya ia ketika mendapat hadiah tersebut. Pikirannya mulai menjadi-jadi. Tak terasa air matanya menyelinap keluar dari ujung matanya.

"Bu, apakah Ibu baik-baik saja?", tanya penjaga toko iba.

"Eh... I-Iya...", sambil mengusap air mata "saya pulang dulu ya...", tersenyum ke arah penjaga toko.

"Baik, Bu. Jangan lupa mampir lagi ya, Bu", jawab penjaga toko sambil melambaikan tangannya.

Abby bergegas keluar dari toko tersebut. Ia duduk terdiam di mobilnya. Terdiam menatap kaca depan yang terdapat substrat putih halus di pojokannya. Semuanya di dunia ini seakan-akan menceritakan bahwa Noah masih ada, Noah masih hidup. Ia hanya pergi jauh dan suatu saat akan kembali. Namun Abby sadar itu adalah hal yang mustahil , ia tidak boleh menggila. Ia harus tetap berpijak pada bumi.

Malam itu ia terjaga, masih memikirkan skenario yang dibuatnya di toko antik tadi. Sedikit demi sedikit ditambahkannya skenario dalam benaknya bagaimana Noah akan membungkus lilin dalam gelas kaca tersebut. Bagaimana Noah akan mengejutkannya dan memberikan hadiah tersebut. Ia membayangkan sambil menyisir rambutnya dan memakai produk kecantikan yang secara rutin ia bubuhkan ke wajah halusnya. 

Abby duduk di meja samping ranjangnya, ia membuka buku hariannya yang sudah lama ia tak sentuh, ya, empat tahun ia tak menyentuh buku hariannya. Zaman memang sudah maju, namun Abby adalah seorang konvensional dan suka segala sesuatu yang berbau tulisan tangan, menurutnya itu lebih ada esensinya dibandingkan segala sesuatu yang diketik atau menggunakan teknologi. Ia menuliskan tentang kejadian di toko antik tadi. Sambil menulis, sambil Abigail tersenyum sendiri seperti orang gila. Atau... mungkin sekarang kewarasan dan sifatnya yang dulu telah kembali? Hanya Tuhan yang tahu.

Guardian AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang