프롤로그 - Prolog

13.9K 550 7
                                    

November 30, 2018
Night's Begin Restaurant & Bar Opening

Dia tidak bermaksud melakukannya, tapi dia sama sekali tidak bisa mengabaikan fakta betapa indahnya restoran itu terlihat malam ini. Lapangan parkir tampak penuh, dan petak-petak bunga aneka warna -- bercahaya karena lampu-lampu mungil yang teruntai di antara semak-semaknya -- memenuhi jalan menuju undakan pintu masuk dengan Night's Begin meliuk indah di atasnya.

Seorang penjaga pintu telah menunggu, memberi arahan pada para tamu yang berdatangan; bagi yang datang sendiri, berpasangan, ataupun berkelompok. Dan, dia lagi-lagi terkesima saat langkah kaki pertamanya memasuki ruangan menghadapkannya pada sebuah jembatan ditutupi hiasan bunga wisteria berwarna putih, dan ada tiga jalan bercabang yang menyambutnya setelah melewati jembatan cantik itu.

Dia tahu harus kemana, meski tidak menyukainya. Jalan berumput di bagian tengah, menuju area untuk para kekasih.

Sebuah lengkungan besi raksasa penuh rangkaian beraneka macam mawar yang menjadi gerbang mrnuju spot tersebut telah menunggu untuk dimasuki. Tapi dua hanya berdiri di depan benda itu, menatap dari jauh memandang ke sekeliling, dan dengan mudah menyadari bahwa wanita itu tidak ada disana. Hanya ada sebuah meja kosong, yang sepertinya baru ditinggalkan pemiliknya karena gelas-gelas bekas minum masih berada diatasnya.

Terlambatkah dirinya?

🖤

Mereka tidak ada di satu area pun di dalam restoran itu dan dia sudah begitu putus asa mencari. Ya, mungkin semalam dia terlalu tersulut emosi hingga mengucapkan kata-kata yang kasar dan tidak pantas pada wanita itu. Dia juga menyuruh wanita itu untuk tidak memilihnya. Dia menyuruh wanita itu enyah, itulah tepatnya yang dia lakukan 21 jam yang lalu.

Dia mengeluarkan kunci mobil dari saku, berjalan menuju lapangan parkir. Dan, disanalah mereka. Kedua orang yang sedari tadi dia cari-cari. Berdiri berhadapan di depan mobil wanita itu. Wanita yang, sekarang, tidak lagi berstatus sebagai tunangannya. Tidak lagi bisa dia akui sebagai miliknya. Karena itu tidak bisa menghampiri mereka untuk mencegah pria saingannya itu memeluk wanita tersebut. Tidak bisa mencegah senyum yang mereka bagi bersama, atau kecupan di pipi yang wanita itu berikan secara cuma-cuma.

Mungkin, dia meyakinkan diri, mungkin saja pria bernama Taehyung itu lebih mencintai Irene-nya, lebih daripada yang bisa dia lakukan. Namun, bukan kenyataan itu yabg menonjoknya hingga nyaris terhuyung, tapi kenyataan bahwa baru sekarang dia berani menyuarakannya keras-keras meski hanya dalam kepalanya saja. Bahwa dia mencintai wanita itu. Bahwa kemungkinan akan kehilangan wanita itu segera, menyakitinya dari dalam, dengan jenis luka yang — dia tahu — akan meninggalkan bekas seumur hidup.

Wanita itu adalah wanita pertama baginya. Wanita pertama yang bersamanya berminggu-minggu dan membuatnya enggan beranjak walau sebentar. Wanita kepada siapa dia berbagi impian dan ketakutan-ketakutannya. Wanita yabg selama ini selalu berkeyakinan peduh padanya, memercayakannya dengan banyak rahasia.

Mungkin, pria bernama Taehyung itu mencintai Irene-nya jauh lebih lama. Lebih dalam, dengan cara yang lebih berani. Bukan pengecut sepertinya yang terlalu takut untuk mengetahui. Dia membiarkan wanita itu membuatnya merasa rentan, tanpa perlindungan, dan saar wanita itu kini benar-benar menyakitinya, tidak ada yang bisa dia salahkan selain dirinya sendiri.

Dia jarang menginginkan, karena apa pun yang dia butuhkan dalam seketika akan tersedia di depannya tanpa perlu meminta. Hal pertama yang dia inginkan adalah perusahaan, dan dia berusaha keras untuk mendapatkannya. Hal kedua adalah Irene. Yang dia sia-siakan, tanpa pernah berusaha untuk memperjuangkan.

Dan di sinilah dia, menatap diam-diam kepada wanita bergaun sifor hitam semata kaki dengan motif ceri yang berdiri beberapa meter di depannya. Dia bisa saja memberi tahu wanita tersebut bahwa dia jatuh cinta. Dia bisa saja memohon agar wanita itu tetap bersamanya. Dan wanita itu akan bersedia, dia tahu.

Tapi yang dia lakukan adalah menanggung cemburu pada pria itu. Pada tahun-tahun lampau yabg pria itu dan wanitanya miliki bersama. Pada percakapan-percakapan yang hanya mereka ingat tentang apa. Pada kenangan-kenangan yang hanya ada di dalam memori mereka berdua. Dan dia hanya bisa bermimpi, tebtang memiliki hari-hari wanita itu pada tahapan hidup selanjutnya. Sesuatu yang, saat ini, perlahan-lahan mulai menetes jatuh dari genggamannya seperti air. Masa depan terasa jauh, meski wanita itu begitu dekat, hanya lima atau tujuh langkah. Dia pun tidak bisa memaksakan kakinya untuk bergerak.

Dia tahu, bahwa denyut nyeri yang dia rasakan sekarang menandakan bahwa cintanya oada wanita itu jauh melebihi apa yang selama ini dia perkirakan. Nanti, dia berjanji, berusaha meyakinkan diri sendiri, dia akan berusaha mendapatkan wanita itu kembali. Sebentar lagi.

Wanita itu melambaikan tangan, masuk ke dalam mobil, dan beberapa detik kemudian melaju pergi. Dan, dia masih mengulangi kalimat yang sama di kepalanya.

Nanti. Sebentar lagi.

Berevolusi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang