October 16, 2018
Irene's Home, Mapo“Kau janji tidak akan mengabaikan teleponku?”
Irene memutarkan bola matanya. “Yeah, Dad,” ucapnya sambil tergelak.
“Kau tidak perlu melakukan ini, sungguh. Aku tidak keberatan membiayai.. hmm, koleksi-mu.”
Irene mencibir. “Istrimu jelas memiliki pendapat berbeda.” Dia menggerling ke arah ibunya yang berdiri di ambang pintu kamar dengan tangan terlipat di depan dada.
“Sulit, ibumu itu,” gumam pria berusia 53 tahun bernama Neil tersebut, yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua.
“Aku mendadak merasa bersalah,” ucap Irene dengan tampang prihatin. “Kau yakin akan baik-baik saja jika kutinggal berdua dengannya?”
“Yah, karena sumber utama pertengkaran kami memustuskan untuk pindah dari rumah, kurasa kami akan baik-baik saja,” sahut Neil dengan senyum jahil tersungging di bibir.
“Aku benar-benar merasa menyesal telah berbaik hati mengkhawatirkanmu,” dengusnya, menutup ritsleting tas jinjing besar berisi beberapa barang pribadinya, dan bergegas menghampiri balkon kamar saat suara klakson mobil terdengar dari bawah.
“HA!” seru Neil, ikut berdiri di sampingnya dan melongok ke halaman rumah, di mana sebuah mobil Ferrari merah keluaran terbaru terparkir dengan gagah. “Pantas saja kau tidak sabar meninggalkan rumah. Calon suamimu seperti itu ternyata. Selera ibumu bagus juga.”
“Kali ini.”
“Hei, lihat aku. Dulu aku tidak kalah tampan dari pria itu.”
“Ya, Dad. Sayangnya, kau tidak bisa melawan penuaan.” Irene tersenyum puas melihat tampang ayahnya yang berubah muram dalam sekejap. Sebelum pria itu bisa membalas, dia segera berlari pergi menuju lantai bawah, mendecak dalam hati saat melihat ibunya sudah sampai di sana duluan, menyambut Jun-Myeon dengan tangan yang mengelus lengan pria tersebut -- yang di mata Irene terlihat seperti strategi ibunya untuk meraba-raba pria itu.
“Kalau aku masih muda--”
“Astaga, hentikan!” Irene menyela sebelum ibunya bisa bertindak lebih jauh. Membuat malu saja.
Jun-Myeon tersenyum sok sopan sambil meraih tas yang dibawanya dan berbalik untuk memasukkannya ke dalam mobil.
“Ya, ttal, usahakan jangan sampai dia terlepas darimu,” ibu Irene, Joo-Hyun, berbisik sambil mencengkram lengan atas anaknya. “Dan, kalau kau mau memberiku hadiah ulang tahun bulan depan, cukup kirimkan saja foto tunanganmu tanpa baju. Six-pack, choco-abs. Ya Tuhan, kau tidak lihat betapa sempurnanya dia? Lihat lekukan bokongnya itu!”
“Aish, Eomma!” bentaknya, sedangkan ibunya itu hanya cengar-cengir tanpa rasa bersalah.
“Berhentilah menggoda pria muda.” Neil menegur.
“Kenapa? Takut kalah saing?” cibir Joo-Hyun, dan Irene hanya bisa menghela napas berat. Kapan ibunya akan berhenti mengira bahwa dirinya masih berumur 20-an bukannya 52?
“Aku pergi dulu,” tukas Irene saat Jun-Myeon kembali menghampiri mereka dan membungkukkan tubuh menyapa Neil. Dia menggandeng pria itu dan menariknya paksa ke mobil, melambai asal ke arah orang tuanya tanpa menoleh.
“Kau tidak bilang kalau ayahmu bukan orang Korea. Dia berasal dari negara mana?” tanya Jun-Myeon penasaran.
“Skotlandia. Tidak usah bertanya bagaimana ibuku bisa menemukannya.” Irene memasang seatbelt dan melirik sekilas kepada pria di sampingnya. “Dan dia bukan ayah kandungku, omong-omong.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Berevolusi ✓
FanficKIM JUN-MYEON Aku menyukai wanita itu. Rambut bergelombangnya yang tergerai, bibirnya yang sensual, pinggang rampingnya, dan kakinya yang jenjang. Semuanya hanya masalah fisik. Kemudian suatu pagi aku terbangun di sampingnya dan.. aku menyukai sinar...