November 21, 2018
“Aku benar-benar boleh membuatnya sesuai keinginanku?” tanya Irene sekali lagi, sibuk menggambar di kertas desainnya. Wanita itu duduk di lantai, berseberangan dengan Jun-Myeon, yang juga fokus menekuri pekerjaannya sendiri.
“Mmm,” gumam pria itu. “Anggap saja kau sedang membangun rumah idamanmu. Mereka hanya memedulikan hasil akhirnya.”
“Kalau begitu aku akan membuat semuanya dikelilingi kaca. Tempat itu mendapat sinar matahari yang sangat baik, jadi nanti kalau sudah selesai dibangun, semuanya akan terlihat terang benderang.”
Jun-Myeon mendongak dan menatap wanita itu ingin tahu.
“Kau suka rumah seperti itu? Bukannya nyaris tidak ada privasi? Apalagi di kamar. Orang yang lewat bisa melihat apa yang sedang kau lakukan. Kau mau ditonton saat sedang melakukan hubungan seks dengan suamimu?”
Irene meraih bantal sofa dan melemparkannya ke arah Jun-Myeon, yang menangkapnya dengan mudah sambil tertawa-tawa.
“Tempat itu kan terletak paling sudut dan lahannya besar sekali. Aku bisa membuat halaman yang luas dan rumahnya jauh dari jalan, jadi tidak ada masalah. Lagi pula kamar utamanya akan terletak di lantai dua, dengan balkon. Orang yang mau mengintip harus memanjat pohon dulu kalau begitu. Dan omong-omong, bukannya yang akan menjadi suamiku itu kau? Sejak kapan aku bersedia melakukan hubungan seks denganmu, hmm?”
“Oh ya?” ejek Jun-Myeon. “Aku bisa mengerahkan sedikit lagi kemampuanku untuk merayumu. Saat aku menciummu saat kau tidak berkutik sama sekali.”
“Tutup mulutmu, Kim Jun-Myeon!” teriak Irene dengan wajah yang seketika memerah. Oh astaga, dia bahkan tidak pernah memerah sebelumnya hanya karena seorang pria.
“Dan jangan berpura-pura bahwa kau tidak tertarik padaku. Aku nyaris bisa melihat liurmu menetes setiap kali aku memakai baju seksi,” cemooh wanita itu, terang-terangan mengejek.
Jun-Myeon menyingkirkan dokumen-dokumen di pangkuannya, meletakkannya ke atas meja, lalu duduk bersandar di kaki sofa, melipat kedua tangannya di depan dada.
“Ayo lihat. Kalau kau berhasil merayuku dan aku mengaku kalah, kartu kredit unlimited itu resmi menjadi milikku. Setuju?”
“Setuju!” sahut Irene cepat saat mendengar kata 'kart kredit' meluncur dari mulut Jun-Myeon.
“Peraturannya, yang kalah bermain batu, gunting, kertas, harus membuka satu pakaiannya. Jika aku tetap bertahan tanpa menyerangmu sampai kau membuka seluruh pakaianmu, berarti aku pemenangnya, dan kau harus membiarkanku mendapatkan malam pertamaku setelah kita menikah dan berhenti merayuku. Sepakat?”
“Tentu saja,” ucap Irene, tidak berubah pikiran sedikit pun. “Tapi tunggu, kalau kau menyerangku.. bagaimana?”
“Kau bisa menghentikanku. Aku tidak pernah meniduri wanita mana pun yang tidak ingin aku tiduri.”
“Memangnya ada wanita seperti itu?” tanya Irene sangsi.
“Pertanyaan bagus,” ujar Jun-Myeon dengan senyum kemenangan terukir di bibirnya. “Aku belum menemukan wanita seperti itu sebelumnya.”
“Aku pasti jadi yang pertama.”
“Mari kita lihat,” ucap Jun-Myeon kalem.Dan Irene akhirnya tahu kenapa pria itu terlihat begitu percaya diri beberapa menit kemudian. Dia sudah kehilangan baju kaus dan hotpants-nya sedangkan pria itu masih berpakaian lengkap, menatapnya dengan senyum terkulum di bibir.
“Kau memang memiliki faktor keberuntungan tinggi ya? Tidak pernah kalah dalam permainan ini?” seru wanita itu yang sudah mulai emosi.
“Tidak juga. Kau saja yang sedang sial,” ujar Jun-Myeon, berusaha tetap terlihat tenang, sedangkan dia mati-matian sedang berusaha untuk tetap fokus dan tidak kehilangan kendali diri melihat tubuh semenakjubkan utu terpampang di depan matanya. Bra wanita itu bahkan nyaris tidak berfungsi dengan baik untuk menutupi apa yang seharusnya ditutupi. Dan dia bersyukur bahwa wanita itu tidak mengenakan G-String, atau dia pasti sudah kehilangan akal sehat dari tadi dan menyerang wanita tersebut saat ini juga.
![](https://img.wattpad.com/cover/169189434-288-k672669.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Berevolusi ✓
FanficKIM JUN-MYEON Aku menyukai wanita itu. Rambut bergelombangnya yang tergerai, bibirnya yang sensual, pinggang rampingnya, dan kakinya yang jenjang. Semuanya hanya masalah fisik. Kemudian suatu pagi aku terbangun di sampingnya dan.. aku menyukai sinar...