DUA (Bagian 2)

84 8 2
                                    

Done.

Val tersenyum penuh kemenangan membaca pesan pendek tersebut. Ia jentikkan jari dan tertawa gembira. Tak lama lagi apa yang ia impikan akan tercapai. Ia akan memastikan perempuan itu merasakan penderitaan setelah apa yang diperbuat pada keluarganya bertahun-tahun silam.

Masih jelas dalam ingatan Val hari ketika polisi menangkap kakaknya atas tuduhan pemerkosaan. Saat itu seorang pencari bakat tengah berada di rumahnya dan menawari kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu selama hidupnya, mendapatkan beasiswa salah satu universitas ternama dan menjadi pemain basket terkenal.

Akan tetapi, dalam semalam impian itu harus dikubur dalam-dalam karena seorang gadis mengaku kakaknya telah melakukan tindakan asusila. Val tak percaya. Tak mungkin, tak mungkin perbuatan bodoh itu dilakukan Big R, kakak lelakinya tersayang. Pastilah gadis itu berbohong. Ia pasti telah merencanakan penjebakan sejak lama karena sakit hati pada sang kakak. Maklumlah di masa itu banyak sekali gadis yang mengejar dia. Kemungkinan besar ia adalah salah satu dari sekian banyak gadis yang kecewa Big R mengacuhkannya. Lalu entah bagaimana, ia berhasil memancing Big R untuk menemuinya. Saat itulah si gadis mulai merayu dia, menawari dirinya sendiri untuk memuaskan Big R. Ketika tahu aksinya tak mempan, ia tak terima. Lalu melakukan siasat tertentu yang menyulut emosi kakaknya. Dan bum! Emosi yang meluap mendorong Big R yang kala itu baru saja berusia tujuh belas tahun, melakukan tindakan kasar yang kemudian dijadikan bukti tindak pemerkosaan.

Sama seperti kedua orang tuanya, Val meyakini semua tuduhan yang dialamatkan pada Big R adalah kesalahan. Bagi Val dan kedua orang tuanya, anak itu sosok terbaik yang pernah ada. Sejak kecil ia selalu jadi panutan-pintar, baik, dan penyayang-juga memiliki prestasi di bidang olahraga yang jempolan. Wajar jika orang tua Val begitu bangga. Saban kali bertemu teman atau keluarga, pasangan itu kerap menyanjung anak pertamanya dan mengabaikan serangkaian fakta bahwa bocah itu memiliki perilaku yang tidak terpuji di luar sana. Beberapa orang tua telah mendatangi mereka dan melaporkan bagaimana anak-anaknya diintimidasi oleh Big R yang jumawa. Tetapi, pasangan suami istri itu tidak percaya. Bagaimana mungkin anak mereka yang selalu manis tega melakukan hal demikian? Jelas itu hanyalah fitnah tak berdasar.

Val sendiri sangat memujanya. Hingga ia tak segan membela bila ada orang yang menjelek-jelekkan si kakak. Begitu memujanya hingga setiap kali orang tuanya bertanya akan jadi apa kelak jika dewasa, ia selalu menunjuk sang kakak dan berkata ,"Aku mau jadi seperti dia. Aku akan membuat ayah ibu bangga."

Big R tertawa. Begitu juga kedua orang tuanya.

Tetapi, takdir berkata ia tak hidup lama. Tiga hari setelah Val meniup lilin ulang tahunnya yang ke sepuluh, kakaknya meninggal. Ia menembak dirinya dengan pistol dalam jarak dekat. Sejak itulah situasi keluarganya berubah. Ibu tak suka lagi keluar, ia hanya sibuk di dalam rumah. Kebanyakan membersihkan barang-barang milik sang kakak, terutama piala-piala itu hingga mengkilap sembari berbicara seolah pemiliknya masih ada.

Ayah yang nampak tegar, sesungguhnya rapuh di dalam. Sejak kematian putra pertamanya, pengacara itu membenamkan dirinya dalam lautan pekerjaan. Pagi, siang, sore, malam-selalu pekerjaan. Hanya itu satu-satunya cara yang ia ketahui untuk melarikan dukanya yang mendalam.

Setiap malam, saat mereka bertemu di meja makan, semua akan makan dengan tenang. Pertanyaan seputar kegiatan mereka hari itu tak ubahnya basa-basi yang kelamaan. Hambar, hilang kegairahan. Sekedar dilontarkan agar suasana makan malam tak kaku. Berbeda dari hari-hari kakaknya masih hidup dulu.

Val muda berpikir, andai saja ia sebaik kakaknya mungkin bisa mengembalikan keadaan seperti semula. Maka Val mati-matian menjadi seperti dia. Menjadi nomor dua seperti yang selama ini didapatnya tak lagi cukup. Ia ingin jadi yang utama. Ia benar-benar bekerja keras untuk mendapatkannya.

MAGALI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang