TIGA (Bagian 2)

70 6 7
                                    

Sabtu, pukul 9.10. Magali sedang memanjakan diri dengan luluran saat seseorang menekan bel pintu rumahnya. Sang Mama yang sedang asyik membuat sulam pita di dekat jendela ruang tengah, melongok kesana-kemari, mencari siapa saja yang bisa dimintai tolong membuka pintunya. Tak ada siapapun. Mama terpaksa menaruh kerjaannya dan berjalan menuju pintu depan. Setiba disana ia mendapati tak ada siapapun kecuali sebuah bingkisan merah muda dengan pita senada bersama buket bunga.

"Hm, dari siapa ya?" bisiknya menyadari tak ada nama pengirim tercantum baik di bingkisan atau bunganya.

Suaminya yang baru saja turun dari lantai dua mengernyitkan kening. "Apa itu, Ma?" ia bertanya sembari mencium kening sang istri

"Kurasa hadiah untuk Magali, Pa. Lebih baik kuantar saja ya ke kamarnya."

"Ah, betul itu," timpal sang suami.

Norah Jones berjalan santai menaiki tangga, lalu berbelok ke kanan menuju kamar Magali. Diketuknya pintu kamar anak gadisnya itu. Karena tak ada sahutan, Norah langsung saja membukanya. Rupanya dia tengah berbaring di ranjang dengan wajah penuh masker dan badan yang dilulur hingga ke kaki sambil menyumpal telinganya dengan headset. Hm, pantas saja. Norah geleng-geleng kepala.

"Magali, ada bingkisan untukmu," ucapnya sambil menggoyangkan kaki Magali.

Magali membuka mata. "Hei, Ma. Ada apa?" ucapnya dengan mulut terkatup.

"Hadiah untukmu sepertinya."

"Apa ya?"

"Mungkin berlian."

Magali mencebik, lupa ia tengah memakai masker

"Siapa tahu?" Norah Jones mengedipkan mata.

"Penasaran jadinya. Buka saja, Ma," ujarnya masih dengan mulut terkatup.

"Kok, Mama? Kenapa tak kau sendiri?"

Magali menggeleng seraya menunjuk tubuh dan wajahnya. Menuruti apa kata putrinya, Norah segera menyobek bungkusan tersebut. Binar riang di wajah itu menghilang dan berganti dengan keterkejutan mendapati isi bingkisan yang mencengangkan.

"Astaga!"

Norah Jones tidak pernah menyelesaikan kalimatnya. Ia terguling seketika kala seribu jarum menyerang dadanya.

"MAMA!" Magali menjerit sekencang ia bisa.

***

Minggu pagi, pukul 10.00. Bob Brown sedang asyik menikmati sarapan saat mendengar kabar duka itu dari pemilik kedai tempatnya makan. Pernikahan Magali, gadis yang ia selidiki, dibatalkan dan berganti dengan acara pemakaman. Ibunya meninggal karena serangan jantung setelah mendapati foto-foto calon menantunya berasyik masyuk dengan seorang wanita.

Bob Brown terdiam. Kunyahannya berhenti dan telinganya terpajang lebar-lebar.

"Gila, tak kukira dokter gigi itu berani juga. Kukira selama ini dia alim," kata pria berbaju kotak-kotak biru dan putih.

"Ah, kau ini. Pria tetaplah pria. Kalau ada kesempatan mau juga!" sahut istri pemilik kedai makan.

"Lalu bagaimana foto-foto itu sampai ke dilihat Ibu Magali?"

"Ada yang bilang foto itu sengaja dikirimkan ke rumah itu."

"Wah, kira-kira siapa ya pengirimnya? Apa jangan-jangan wanita simpanan si dokter?" sahut lainnya, pria bertopi biru tua.

Semakin lama cerita itu semakin berkembang. Tak lagi jelas yang mana gosip yang mana kenyataan. Bob Brown menyelesaikan makan dan keluar dengan satu pertanyaan besar ,"Mungkinkah Val yang mengirimkan?"

MAGALI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang