ENAM (Bagian 1)

77 5 13
                                    

Val tak habis pikir bagaimana bisa ia kecolongan soal wanita itu.

"Tidak mungkin, tidak mungkin itu dia!" Ia mondar-mandir sambil meremas rambut. "Preston tak mungkin jatuh cinta dengan wanita seperti dia. Ia selalu menyukai wanita canggih, bukan wanita sederhana seperti itu. Tak mungkin!"

Sekejap kemudan seluruh peralatan kosmetika terserak di lantai kamar. Menimbulkan suara gaduh yang samar-samar terdengar hingga keluar. Tak ada yang memperhatikan. Semua orang sudah terlelap.

"Aku harus bertindak. Aku harus!" ujar Val dengan mata nyalang.

Malam itu Val tidak bisa tidur. Ia terus-menerus memikirkan bagaimana caranya menjatuhkan Magali yang telah mengambil tempatnya disisi Preston. Wanita itu harus tahu, apa yang ia lakukan itu salah. Selama ini ia sudah bersabar membiarkan wanita-wanita lain menduduki posisi tersebut. Sekarang, ia tak akan membiarkannya lagi. Siapapun harus disingkirkan. Apalagi jika itu Magali. Orang yang sudah membuat kehidupan keluarganya seperti di neraka.

Tapi, bagaimana cara menyingkirkannya?

Val menatap langit-langit kamar dengan otak yang terus berputar. Sejurus kemudian senyum tersungging di bibirnya. Ia tahu apa yang harus dilakukan.

Keesokan harinya, selasa pagi yang cerah. Pria itu tengah menikmati secangkir kopi hangat dan donat sewaktu Val tiba. Kepalanya yang sudah kehilangan sebagian besar rambut itu mendongak mengetahui kedatangan wanita itu. Dengan dagu terangkat dan langkah seanggun harimau Siberia Val maju mendekati meja pria itu.

"Aku ada pekerjaan untukmu. Selidiki dia dan pria ini."

Ia menaruh dua lembar foto di atas tumpukan arsip yang memenuhi meja kerja. Pria dihadapannya tak langsung menjawab. Dari bahasa tubuhnya Val membaca sebuah keraguan. Val segera menarik selembar cek dari balik tas tangannya dan menyodorkan pada pria itu.

Tak ada sahutan untuk Val, hanya anggukan kecil sebagai jawaban. Val menarik napas panjang. Satu langkah telah terselesaikan. Mari bergerak ke langkah berikutnya! Batinnya riang.

Tepat ketika ia membalikkan badan, pria dibelakangnya tersenyum penuh muslihat.

Lima mil dari tempat itu Magali masih tergolek diranjang saat pintu kamarnya diketuk orang. Ia mengabaikannya dan memilih menutupi muka dengan bantal. Harapannya ketukan itu segera berhenti dan ia bisa tidur tanpa terganggu lagi. Ia masih sangat lelah setelah menghadiri pesta semalam. Sayangnya harapannya tidak terkabul. Ketukan itu tak juga berhenti. Magali mendesah kesal. Setengah gontai ia berjalan menyeberangi ruangan, siap menyemprot manusia sialan itu.

"Apa?!" semburnya tepat ketika pintu terbuka.

Yang berdiri di ambang pintu tertawa. "Astaga! Kau mirip sekali dengan Medusa. Rambutmu mencuat ke segala penjuru mirip ular-ular di kepalanya," begitu ia berkata.

Mendengar suara berat itu Magali tersadar. Ia buru-buru menutup pintu kamar dan merosot di baliknya sambil mengutuki diri sendiri. Sungguh ia lupa ini bukan rumahnya, melainkan rumah Preston. Pria menyebalkan yang membuatnya harus rela menjadi pacar pura-pura.

Sementara yang di luar masih tertawa, Magali buru-buru menyeret dirinya ke kamar mandi. Dan terkejut sendiri mendapati bagaimana penampilannya lewat kaca besar yang memantulkan bayangannya. Ia berantakan, dengan bekas make up semalam yang lupa dibersihkan. Rambutnya yang tampak bagai sekumpulan rumput liar bersikukuh tak mau dirapikan. Magali putus asa. Ia beranjak ke bawah shower, menghidupkannya, dan membiarkan air membasuh tubuhnya.

 Ia beranjak ke bawah shower, menghidupkannya, dan membiarkan air membasuh tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAGALI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang