"Iyaa ini, emang kenapa sih?" tanya Tracy yang mulai bingung.
Melihat Tracy yang mulai bingung malah membuat Patjo ikutan bingung. Karena yang dilihatnya di layar handphone hanyalah promo alat-alat makeup wanita, yang tentu saja Patjo tidak tahu banyak mengenai hal itu.
"Kamu... mau aku jadi bencong?" tanya Patjo.
"Hah? Kok malah bencong?" Tracy balas bertanya.
"Nih lihat aja sendiri." Jawab Patjo sambil menyerahkan kembali handphone milik Tracy. "Yaampunn, maaf salah, maksud aku yang ini nih." Tracy memberikan handphonenya kembali ke Patjo sambil tertawa.
"Ini story instagramnya Alvaro?"
"Iya."
"Trus kamu jealous karena Agnes deket banget sama Alvaro?"
"Aku juga pengen bisa deket kayak gitu, tapi..." Tracy tidak melanjutkan kalimatnya. "Tapi?" Patjo kembali bertanya. Setelah menghela napas panjang, Tracy kembali ingin bersuara, namun dia mengurungkan niatnya karena pelayan datang membawakan pesanan.
Patjo yang paham bahwa Tracy sedang berusaha untuk berbicara, memilih untuk berdiam diri sambil menyeruput kopi hitam favoritnya itu. Tetapi semakin ditunggu, Tracy malah semakin bungkam. Akhirnya Patjo mengeluarkan buku catatan Ekonominya. "Kamu mau ngomong sekarang atau aku tinggal belajar nih? Besok aku ulangan Ekonomi."
"Aku suka sama Alvaro. Aku gak suka aja Alvaro deket sama cewek lain, tapi aku sendiri gak punya hak karena bukan siapa-siapa."
"Dan kamu jealous Cuma karena Agnes sering muncul di story-nya Alvaro?"
"Iyaa, andai aja aku sekelas sama Alvaro."
"Daripada ngayal terus, mendingan cepetan ngasih tau perasaan kamu ke Alvaro."
"Ihh, masa cewek yang ngomong duluan."
"Ada emansipasi wanita kan ya? Hak cowok cewek sama dong. Kalo kamu suka ya langsung bilang aja."
"Aduhh, kamu tuh gak ngerti perasaan cewek. Harusnya tuh cowok duluan yang ungkapin perasaan. Kamu dulu juga gitu kan ke Ivana?"
"Iya tau.. tapi mau sampe kapan kayak gini terus?"
Tracy mendengus kesal, lalu melahap semua makanan yang telah dia pesan. Patjo hanya bisa tertawa melihat kelakuan sepupunya itu. Ternyata masih ada cewek yang sifatnya kekanak-kanakan, padahal sudah kelas XII.
"Gila.. ganas banget buk, belom makan seminggu?" tanya Patjo.
Tracy tidak menjawab. Dia menggenggam erat-erat gelas es teh yang sudah habis dia minum, sambil menggembungkan pipinya, menunjukkan kekesalan dirinya. Melihat itu, Patjo mulai khawatir. Bisa-bisa Tracy berubah jadi hulk jika seperti ini terus.
"Oke-oke tenang..." ucap Patjo sambil menarik gelas es teh dari tangan Tracy.
"Makanya bantuin dong" jawab Tracy sambil setengah membentak.
"Iya-iya aku bantuin, gausah teriak gitu."
Selain basa-basi, hal yang paling dibenci Patjo adalah cewek selalu berbelit-belit. Padahal sudah dari lama Patjo menyarankan agar Tracy mengutarakan perasaannya ke Alvaro. Jika tidak, darimana Alvaro bisa tahu bahwa Tracy menyukainya. Mengutarakan perasaan bukan berarti menembak. Hal ini selalu disalah artikan oleh cewek-cewek. Karena mereka menganggap bahwa cowoklah yang harus menembak.
"Jadi gini, aku punya rencana," ucap Patjo.
Patjo membisikkan sesuatu ke telinga Tracy.
"Haa? Masa harus gitu? Nggak mau ah," jawab Tracy.
"Kalo gak mau ya terserah,"ucap Patjo sambil meminum kopinya.
---
"Kak Patjo!" ucap Alvaro sambil setengah berteriak.
"Ada apa?" tanya Patjo.
"Ng.. Anu..."
"Anu apa?"
"Udah tiga hari ini...."
Entah kenapa Alvaro tidak melanjutkan kalimatnya. Patjo paham bahwa Alvaro sedang bingung kenapa Tracy tidak terlihat di sekolah selama tiga hari ini. Akhirnya Patjo langsung angkat bicara.
"Udah tiga hari Tracy gak masuk, dan kamu mau tanya ke aku kenapa dia gak masuk kan?" tanya Patjo.
Alvaro terperangah. Dia heran. Bagaimana bisa Patjo membaca pikirannya. Akhirnya dengan malu-malu Alvaro melanjutkan kalimatnya.
"Iya kak... dia sakit apa? Gak parah kan ya?" tanya Alvaro dengan nada khawatir.
"Aku Cuma tau dia sakit, tapi aku yakin dia itu cewek yang kuat. Harusnya dia baik-baik aja. Kamu gak usah khawatir, nanti aku bilang ke dia kalo kamu nyariin terus di sekolah."
"Jangan kak.. jangan dikasih tau dianya."
"Lah kenapa?"
"Yaudah pokoknya jangan ya kak, makasih, aku pergi dulu," ucap Alvaro sambil berlalu pergi.
Melihat Alvaro yang panik dan gugup, Patjo tersenyum. Ternyata rencananya berjalan mulus. Sekarang tinggal penyelesaian rencana tahap akhir. Patjo heran kenapa mereka tidak saling mengungkapkan perasaan saja. Padahal mereka sudah saling menyukai.
"Patrick," ucap seseorang dari jauh.
"Iya? Ada apa ya pak?" tanya Patjo.
Pak Yos, guru Pendidikan Kewarganegaraan sekaligus wali kelas Tracy menghampiri Patjo. Beliau tahu bahwa Patjo adalah sepupu dari Tracy, dan ingin menanyakan kenapa Tracy tidak masuk sekolah tiga hari ini.
Patjo pun terpaksa berbohong demi kelancaran rencananya itu. Untungnya relasi dapat menyelamatkan kita dari sebuah masalah. Selain Tracy, Patjo juga memiliki saudara sepupu yang lain dan kebetulan dia adalah seorang Dokter. Sehingga untuk masalah surat sakit palsu bisa terselesaikan dengan mudah. Walaupun ini melanggar aturan, tapi Patjo percaya bahwa pelanggaran yang dilakukan untuk niat baik, hasilnya akan baik pula.
---
Raut wajah Tracy terlihat cemas dan gelisah. Sedangkan Patjo masih tampak tenang sambil mengerjakan tugas sekolahnya. Mereka bertemu kembali di kafe yang sama setelah tiga hari sejak dimulainya rencana dan sandiwara ini.
"Besok aku udah boleh masuk kann??" tanya Tracy.
"Iyaa, kalo kangen sama Alvaro biasa aja dong. Baru juga tiga hari," jawab Patjo.
"Tapi ini kan melanggar peraturan. Dari kecil aku tuh diajarin sama papa gak boleh melanggar aturan."
Patjo menutup bukunya, meletakkan bolpoin yang dia pegang. Lalu menggenggam kedua tangan Tracy, mendekatkan wajahnya, dan memasang ekspresi serius.
"Mereka yang melanggar aturan memang pantas disebut sampah. Tapi mereka yang meninggalkan temannya hanya demi sebuah aturan... lebih rendah daripada sampah!"
Pipi Tracy tiba-tiba memerah. Walaupun Patjo adalah sepupunya, dia tetap saja kagum dengan sikap romantis Patjo yang tiba-tiba. Andai saja Patjo bukan sepupunya, maka dia sudah mendekatinya sejak dulu.
"Oh hai Iv, sini duduk bareng yuk," ucap Tracy sambil melambaikan tangannya.
"Hahhh?" Patjo terkejut dan berlari menuju toilet untuk bersembunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang-Bilang
Teen FictionIni rahasia kita aja ya, jangan bilang-bilang.