"Anu anu, apa itu anu?"
Alvaro benar-benar terjebak. Dia bingung harus jawab apa. Terlebih lagi ayahnya adalah orang yang sangat tidak suka jika dibohongi. Tetapi jika Alvaro mengatakan yang sejujurnya, masalah baru akan muncul.
Centung
Suara Handphone Alvaro berbunyi. Ada Whatsapp masuk, dari Patjo.
Patjo : Bilang ke papa kamu, tadi kamu belajar unsur intrinsik cerpen. Ada tema, penokohan, latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat.
Alvaro tersenyum lebar. Masalah terselesaikan. Alvaro berhasil menjelaskan ke ayahnya sesuai dengan instruksi Patjo. Sebenarnya Alvaro tidak sebodoh itu, dia tau dasar-dasar penulisan cerita. Dia kan hanya pura-pura remidi.
Tapi yang Alvaro heran, insting Patjo yang tajam itu benar-benar hebat. Dia bahkan bisa tahu apa yang akan ditanyakan Ayahnya, dan membantu Alvaro lewat chat. Untung saja semuanya tidak terlambat.
---
Keesokan harinya di sekolah, Patjo segera menemui Alvaro. Dia ingin melanjutkan pembicaraan kemarin yang belum selesai.
"Alvaro, bukannya ulangan Bahasa Indonesia anak kelas X masih besok lusa?"
"Iya kak, emang kenapa?"
"Lah kenapa kamu bilang kalo kamu remidi Bahasa Indonesia ke orang tua kamu?"
"Ah itu gampang kak, nanti waktu ulangan aku kerjain asal-asalan."
"Ini nilai kamu lho, emang gapapa?"
"Cuma nilai aja lho kak, gak bakal nentuin hidup kita bakal sukses nantinya juga kan."
"Iya sih. Kalo gitu aku bakal bantuin kamu pas remidi, dan aku jamin kamu dapet 100."
"Wih makasih kak, tapi sama aja nilainya jadi KKM."
"Iya juga sih, oke deh, aku ke atas dulu."
Patjo berjalan menuju tangga, karena ruang kelasnya berada di lantai 3.
Brakkk
Seseorang menabrak Patjo. Ketika dilihat, ternyata itu adalah Tracy, yang sedang lari terbirit-birit menuju ke lantai 1.
"Hati-hati dong kalo jalan, kebiasaan nih anak."
"Patjo sorry banget, tapi aku harus buru-buru kebawah."
"Ada apaan sih?"
"Kepo deh, byee."
Tracy berlari menuruni anak tangga. Dan seperti biasa, dia menabrak kanan-kiri seperti orang gila. Ternyata dia mencari Alvaro.
"Alvaro, ayo ikut aku ke kantin."
"Ngapain?"
"Ada yang mau aku bicarain."
Mereka berdua pun pergi ke kantin, yang masih sangat sepi di pagi hari.
"Ada apaan sih?"
"Jadi gini... tapi kamu jangan bilang-bilang Patjo ya."
"Santai, aku bisa jaga rahasia."
Tracy menjelaskan ke Alvaro tentang pertemuannya dengan Ivana kemarin. Dia juga menceritakan curhatan Ivana tentang Edgar. Mendengar itu, Alvaro tidak kaget. Toh dia juga tau ceritanya, karena dirinya terlibat sejak awal.
"Yaampun, itu aku udah tau. Kan aku juga terlibat."
"Oh iya juga ya."
"Dan aku minta kamu, jangan bilang-bilang Ivana ya."
"Aku juga bisa jaga rahasia kok. Emangnya ini tentang apa?"
"Aku udah ceritain semuanya ke Kak Patjo. Tapi dianya belum percaya ke aku 100%, sampe aku bawa bukti yang nyata."
"Tunggu dulu, bukannya Ivana gak mau Patjo tau ya? Kenapa kamu cerita?"
"Nah itu dia, aku minta kamu jangan kasih tau ini ke Ivana. Walau gimanapun juga, Kak Patjo harus tau tentang ini."
"Iya juga sih. Sekarang, kita harus gimana dong?"
"Kalo gitu kita bagi tugas. Aku bakal cari bukti supaya Kak Patjo percaya, dan kamu bantu nenangin Ivana. Gimana?"
"Oke, aku setuju. Pokoknya kita harus selesaiin masalah ini."
"Tapi jangan bilang-bilang ya. Ini rahasia kita berdua aja."
"Okee."
---
Saat jam istirahat tiba, Ivana bergegas keluar kelas. Dia ingin segera menceritakan semuanya ke Patjo supaya tidak menjadi kesalahpahaman. Ivana berlari menyusuri koridor lantai satu, langkahnya mendadak berhenti ketika ada yang memegang tangannya.
"Lepasin!!" teriak Ivana.
"Kamu kalo marah tetep cantik juga loh." Ucap Edgar.
"Gausah deketin aku lagi, aku tuh udah punya pacar!!!" Ivana kembali berteriak.
Tanpa mereka sadari, teman-teman yang lain bergerombol menonton mereka. Dan tanpa sepengetahuan mereka juga, Alvaro diam-diam merekam kelakuan busuk Edgar lewat handphone nya.
"Mati lu kunyuk!" ucap Alvaro dengan senyum penuh kemenangan.
Alvaro bergegas pergi dari tempat persembunyiannya sebagai mata-mata. Dia berniat untuk memberikan video itu kepada Patjo. Tangannya terasa amat gatal sekali untuk menghajar Edgar. Tapi untuk bisa melakukan itu, dia harus meyakinkan Patjo bahwa apa yang dikatakannya kemarin adalah 100% fakta.
Sementara itu Edgar masih menahan Ivana yang sudah hampir menangis. Dia terus melancarkan gombalan-gombalan receh, yang sebenarnya sweet jika dilakukan secara benar, tetapi karena ini menggoda pacar orang, maka gombalan tersebut lebih tepat disebut sampah. Sama seperti yang melakukannya. Busuk.
Secara tiba-tiba, Edgar berlari meninggalkan Ivana sendirian. Ivana menjadi bingung. Ternyata Edgar lari karena ada Patjo datang.
"Kamu gapapa Iv? Kamu nangis?" tanya Patjo.
"Gak kok, aku cuma ngantuk. Abis nguap tadi." Jawab Ivana.
"Yaudah deh, yuk ke kantin."
"Ayo."
---
Malam harinya, dengan alasan yang sama dengan kemarin, Alvaro berhasil menemui Patjo di rumahnya. Begitu mereka memasuki kamar Patjo, Alvaro segera bicara tanpa berbasa-basi.
"Aku punya buktinya kak."
"Bukti apa?" tanya Patjo.
"Mending kakak langsung liat aja."
Alvaro dan Patjo pun menonton video itu dengan seksama. Tampak raut wajah mereka berubah jadi marah. Tangan Patjo meremas handphone milik Alvaro yang sedang memutarkan video biadab itu.
"Sekarang kakak udah percaya?" tanya Alvaro.
"Bangsat!" teriak Patjo sambil menendang tempat tidurnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang-Bilang
Fiksi RemajaIni rahasia kita aja ya, jangan bilang-bilang.