"Jangan bilang-bilang Ivana ya."
"Wahh ada yang bohong nihh."
"Tracy, pleasee... aku ngantuk, urusan ortu kita belum kelar. Ditambah lagi curhatan kamu yang ribet, aku butuh kopi."
"Tetep aja kamu bohongin Ivana."
"Kamu mau aku bilang ke Alvaro besok? Kalo ternyata kamu suka sama dia?"
"Aduh, jangan bilang-bilang Alvaro ya. Please.."
"Nah, jangan bilang-bilang Ivana juga ya."
"Yaudah kalo gitu mbak, saya pesen ice latte satu ya."
"Kamu ngopi juga?"
"Curhatan aku belum selesai tau."
Akhirnya Tracy pun melanjutkan curhatannya. Semua yang ada di dalam pikirannya diutarakan ke Patjo. Termasuk tiba-tiba cemburunya Tracy karena keakraban Alvaro dan Agnes.
Sesekali Patjo menyeruput kopinya, lalu menghela napas panjang. Sudah sangat sering sekali dia mendengarkan curhatan Tracy yang panjang lebar itu, dan memang, Tracy adalah salah satu dari sekian banyak cewek bawel yang banyak bicara.
Tetapi Patjo adalah cowok yang baik hati, dia sangat menghargai orang lain, siapapun itu. Tidak peduli dia kaya atau miskin, ganteng, cantik, atau jelek sekalipun. Jika ada yang ingin curhat ke dia, dengan senang hati Patjo akan mendengarkan. Sekaligus memberikan saran semampu yang dia bisa.
Patjo pun sempat menjuluki dirinya sendiri sebagai tempat curhat sejuta umat. Mulai dari keluarganya sendiri, teman, pacar, bahkan sampai mas-mas uber, grab, go-jek, dan semua jenis profesi lainnya. Semua pernah curhat ke Patjo, dan Patjo sudah terbiasa dengan hal itu.
Tepat pukul 22.00, akhirnya pembicaraan yang masih tidak ketahui tujuannya apa, telah berakhir. Patjo, Tracy, beserta keluarganya pulang ke rumah masing-masing. Ketika menuju ke parkiran mobil, Tracy memanggil patjo.
"Patjo!"
"Apa?" tanya Patjo.
"Thanks ya udah dengerin aku curhat."
"Hmm iya." Patjo menjawab dengan setengah sadar, karena dia sudah sangat mengantuk. Padahal sudah minum kopi tadi.
"Kapan-kapan aku curhat lagi yaa."
"Hoaam.. iyaa." Patjo menjawab sambil mengusap matanya yang berair karena sangat-sangat mengantuk.
---
Keesokan harinya di sekolah, Patjo benar-benar menepati janjinya. Dia menutup mulutnya rapat-rapat. Apa yang di curhatkan ke dia tentang Alvaro, tidak dia ceritakan sepatah katapun ke Alvaro.
Dunia pun kembali seperti sediakala. Ibu-ibu kantin dengan setia melayani anak-anak sekolah yang membeli makanan. Alvaro masih setia menggoda Tracy, dan Tracy masih setia menunjukkan sikap juteknya ke Alvaro. Patjo pun masih setia mengunjungi pacarnya tercinta di lantai 1 sekolahnya, sarangnya siswa-siswi kelas X berada.
Apa yang dibicarakan oleh Patjo dan Tracy semalam, tidak ada yang tau. Cangkir kopi, meja dan kursi kafe, menjadi saksi bisu dari rahasia yang disembunyikan oleh mereka berdua.
"Kamu ngantuk?" tanya Ivana, yang bingung melihat Patjo menguap terus daritadi.
"Iya." Jawab Patjo.
"Kemaren tidur jam berapa?" tanya Ivana lagi.
"Dua belas. Aku kan udah chat kamu, tapi kamu udah tidur."
"Kamu gak minum kopi kan?"
"Enggak kok."
"Awas aja ya sampe minum, bakalan aku bogem."
"Aaaaa atut...."
"Gak usah sok imut." Ucap Ivana dengan kesal.
Bel tanda berakhirnya jam istirahat pun berbunyi. Ketika Patjo ingin kembali ke kelasnya di lantai 3, dia bertemu dengan seorang siswa yang tidak dikenalnya.
"Kak, kakak ini kak Patjo kan?" tanya siswa itu.
"Iya, ada apa?" Patjo balik bertanya.
"Tadi kata bu Deby, kakak disuruh ketemu pas jam pulang sekolah, di ruang guru."
"Oh oke, makasih ya."
Ketika jam pulang sekolah, siswa-siswi berhamburan keluar kelas, menuju ke lobi depan untuk pulang. Ada yang dijemput, ada yang pulang sendiri. Namun Patjo dengan terpaksa harus menemui Ibu Deby terlebih dahulu.
"Permisi bu, tadi ada yang bilang ibu mau ketemu saya?"
"Ah iya, tunggu sebentar disitu."
Ibu Deby membereskan beberapa buku ekonomi yang berserakan di meja kerjanya. Ya, Ibu Deby adalah guru Ekonomi di sekolah itu. Atau bisa dibilang, satu-satunya guru Ekonomi di sekolah itu. Beliau mengajar dari kelas X IPS sampai kelas XII IPS. Benar-benar pekerjaan yang melelahkan.
"Nah Patjo, kenapa kamu tidur di jam pelajaran saya?"
"Maaf bu saya mengantuk."
"Semalam kamu tidur jam berapa?"
"Dua belas bu."
"Ngapain aja kamu? Pasti pacaran nih."
"Enggak bu, saya berani sumpah. Kemaren saya nemenin Papa sama Mama meeting di restoran gitu. Jam sepuluh baru pulang. Kalo ibu gak percaya bisa tanya aja sama Papa atau Mama saya."
"Ya sudah kali ini ibu beri toleransi. Lain kali, saya tidak mau kamu tidur lagi di kelas. Tidak hanya di jam pelajaran saya, tetapi semua jam pelajaran. Mengerti?"
"Iya bu."
"Ya sudah, kamu boleh pulang."
"Oke bu, terimakasih. Saya permisi dulu."
---
Di lobi sekolah, Alvaro yang baru saja ingin pulang, memergoki Ivana yang sedang berdua dengan Edgar.
"Woi bangsat, tau diri dikit napa, pacar orang tuh." Teriak Alvaro.
Mendengar teriakan Alvaro, siswa-siswi lain yang ada di lobi menoleh ke arah mereka. Merasa risih diliatin, Edgar langsung kabur. Ivana yang masih terkejut berusaha menjelaskan situasi yang ada pada Alvaro.
"Alvaro.. aku bisa jelasin."
"Jelasin apaan, kamu jangan jadi cewek murahan dong. Yang kamu lakuin barusan itu bisa nyakitin perasaan kak Patjo tau gak."
"Aku Cuma sayang sama Patjo, gak ada yang lain. Si Edgar tuh yang modus ke aku daritadi. Gak Cuma aku kok, cewek-cewek lain juga kena modusannya dia."
"Mana ada maling yang mau ngaku."
"Alvaro... please dengerin aku dulu."
Tiba-tiba ada Patjo lewat, dengan wajah kusut karena mengantuk.
"Patjo??" tanya Ivana dengan wajah terkejut.
"Loh kamu belom pulang? Aku ngantuk nih, aku duluan ya Iv, Alvaro."
"Iya, hati-hati yaa." Ucap Ivana.
"Iya kak." Ucap Alvaro.
Begitu Patjo sudah melesat di jalan raya bersama motornya, Alvaro kembali berbicara dengan Ivana.
"Pokoknya kak Patjo harus tau ini."
"Jangan roo, please.." ucap Ivana memohon sambil terisak.
Ivana menangis, matanya sembab, pipinya basah dilalui aliran air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang-Bilang
Novela JuvenilIni rahasia kita aja ya, jangan bilang-bilang.