delapan: jin

456 45 4
                                    

Semua rahasia Namjoon terbuka begitu saja di depan kedua mata Seokjin. Luka, perih. Mengingat tatapan Namjoon saat konser tadi membuat hatinya retak, seperti kaca yang rapuh. Disusul dengan jeritan anaknya yang tak terbalaskan.

Dunia ini memang jahat, ya?

Jin diberkati oleh kehadiran Ken dan Jungkook dalam kehidupannya, dan dalam sekejap Tuhan merenggut kebahagiaannya yang abadi. Sama seperti Namjoon, yang harus menafkahi Taehyung sekaligus menyembunyikan fakta bahwa ibunya telah memotong tali merah di antara mereka.

Ia tak pernah kuat melihat tangisan anak kecil, terlebih mereka yang kehilangan sesosok orang tuanya. Jungkook masih tak paham apa-apa ketika Ken meninggalkannya, jadi wajarlah jika hanya Jin yang ia pahami sebagai sosok yang mampu melindunginya. Taehyung, di sisi lain, punya keluarga yang sempurna bagi banyak orang, namun retak di dalam. Seakan-akan hidupnya yang satu direnggut oleh kebebasan itu sendiri. Mungkin itulah yang menyebabkan Jin perlahan berlutut, kemudian mendekap Taehyung yang tak akan berhenti menangis sesaat lagi.

"Shhh..."

Ia mengusap punggung sang bocah dengan lemah gemulai, menepuknya pertanda Taehyung adalah anak yg kuat. Tangan kirinya sibuk mengelap wajahnya yang basah, bibirnya yang tebal memberikan senyuman terlebar demi sang bocah.

"Taehyung kuat," ucapnya. "Taehyung kuat, ya, Taehyung kuat..."

Suaranya lembut, pertanda bahwa ia berniat melindungi Taehyung dari apapun. Ia merasa saking lembutnya, ia kembali menjadi figur feminin, sama seperti saat Ken masih berada di sampingnya. Sekarang Jin melihat jelas siapa Taehyung itu. Anak yang berada di mimpinya dengan anak di depan matanya ini mempunyai karakteristik yang sama. Namun kenapa dia bisa ada di dalam mimpinya? Sesuatu yang tak pernah Jin mengerti, namun ingin dia ketahui.

Pertanda dari Ken?

Ah, kalau dipikir-pikir, ia sedaritadi tak memperhatikan figur yang lusuh di depan Taehyung.

Sosok ayah dan suami yang kehilangan. Entah, wajah Namjoon saat Jin pertama kali melihatnya menampakkan sepi sendu. Saat ini, apapun yang ia lihat adalah kosong. Entah, apakah dia berada dalam lamunan, ataukah ia tengah menelan kenyataan bahwa Wheein bukanlah Wheein yang dulu. Kehilangan Wheein seperti pukulan keras untuk membungkam mulutnya, yang hendak berkata jujur namun tak dapat.

Jin menghembuskan nafas kencang.

Ia menyeret kedua kakinya, masih sambil menjaga Taehyung dalam dekapannya, hanya untuk melihat mata Namjoon dan mengusap kepalanya, sebelum akhirnya membiarkan kepala Namjoon bersandar di atas bahunya yang amat lebar.

"Maafkan..."

Ah, ya, kalau begini caranya dia juga keikut suasana. Namun ia tak sabar mendengar Namjoon mengutarakan segalanya, dengan air mata mengalir dari kedua matanya yang tak pernah menunjukkan semangat hidup itu.

"Kenapa?" ucap Jin, masih mengusap kepala Namjoon bagaikan seorang adik kecil.

"Kita putus... Apa yang kuharapkan...? Dia kembali?" bisik Namjoon. "...Haha. Dia gak akan kembali... Wheein gak akan kembali. Dia gak menginginkan aku. Dia gak mau ngurusin Tae-"

"APPAA! Appa bohong! Appa gak boleh bilang begi-"

"MAU GIMANA LAGI?! Dia memang gak butuh kita, Tae! Dia gak mau kita ada dalam hidup dia!"

"Namjoon-ah!" Jin seketika bergejolak.

"Huu... Appa jahaaaaaat...!!! Huu... huuu..."

Keadaan keluarga Kim sangat kacau. Jin tak tau harus berbuat apa, selain memberikan mereka sebuah tumpangan untuk sementara. Sementara itu, semua teman Namjoon menemukan mereka dalam keadaan seperti itu, dan setelah sekian lama, grup itu pecah dan kembali ke aktivitas semula.

Satu hal yang paling ditakuti Namjoon adalah ketika anaknya menjadi pelampiasan atas amarah dan kesedihannya. Ia tak pernah percaya dengan dirinya sendiri, dan karena itu ia terpaksa menitipkan Taehyung kepada Hoseok. Hal itu hampir saja terjadi, jika bukan karena Jin.

"Aku aja," ucap sang duda penuh keyakinan. "Rumahku lebih aman dan nyaman dari biasanya, jadi mungkin dia mau ikut. Lagipula, aku mau anakku mengenali anakmu. Kayaknya Kookie bakal senang ketemu Taehyung-hyung."

Sedikit godaan dan Taehyung langsung memegang erat jaket Jin. Tingkah lakunya itu membuat hati gerombolan pria itu tertawa seketika, namun Namjoon tak berkutik. Taehyung sempat khawatir akan wajah ayahnya yang berubah masam, namun Jin menepuk punggung sang kecil perlahan. Melihat mata Namjoon yang tajam menusuk pandangan Jin, ia memikirkan anaknya di bawah asuhan sang duda.

"Appa-mu butuh waktu. Main sama ahjussi, aja, yuk," Jin berkata, suaranya masih lembut seperti madu. "Anak ahjussi kesepian. Dia butuh teman main."

"Berapa tahun dia? Cewek atau cowok, ahjussi?"

Jin tertawa kecil. "Nanti liat aja, ya. Ayo, sini, sama ahjussi."

Namjoon terlihat masih bingung ketika Taehyung langsung menuruti kata-kata Seokjin. Senyuman jahat muncul di dalam hati yang lebih tua. Semua anak kecil suka sama aku! Hahahahaha! Wajarlah dia mau main sama aku, Joon-ah.

"Ah, ya, Taehyung. Appa mau bisikin sesuatu."

"Apa, appa?"

"Jin-ahjussi gak boleh tau. Awas ya," Namjoon mengingatkan, tubuhnya yang lemas masih mampu menopang saat ia merendahkan badannya hingga mencapai tinggi anaknya. Kedua tangannya menutup mulutnya yang menyalurkan sebuah rahasia.

Setelah beberapa lama, terlihat Taehyung menganggukkan kepalanya. Tanpa rasa takut terhadap Jin, si kecil memegang tangannya sekali lagi.

Kali ini, dengan pegangan yang mantap. Seakan-akan, hanya Jinlah yang ia percayai, dari sejuta umat di dunia...

dads meet | namjin (slow update)Where stories live. Discover now