Untuk mak moenli yang minta di tag, makasih udah di jajanin novel yak..Semoga rejekinya makin lancar biar bisa jajanin aku lagi😄
Buat mak-mak keceh di seluruh penghuni wattpad, selamat hari ibuuuu😘😘Selamat Membaca
Karen memasuki rumah dan mendapati Nadia sudah duduk bersedekap diruang tamu menunggu kedatangannya.
Karen menghembuskan napas kasar tanpa disembunyikan.
"Gue mandi dulu ya, gerah nih." Suara Karen bernada membujuk.
"Silahkan." Sahut Nadia singkat. Tapi matanya tidak melepaskan tatapannya sedikit pun dari Karen.
Karen berjalan dengan langkah pelan menuju kamar. Sambil terus berpikir penjelasan apa yang sekiranya bisa diterima oleh akal Nadia.
Pertemuan singkatnya dengan Yoga tadi pagi sangat mengacaukan hari Karen. Dikantor, Karen banyak mendapat teguran karena beberapa kali salah menginput data.
Karen hanya tidak menyangka, masih sedahsyat itu efek yang di timbulkan Yoga padanya. Padahal sebelum hari ini Karen sudah menyakini bahwa dia sudah baik-baik saja.
Seminggu setelah Indah memberi kabar yang sangat mengejutkan itu, orang tua Karen memutuskan untuk pulang ke kampung halaman mereka, di daerah Klaten.
Karen tidak ikut karena dia langsung mendapat pekerjaan. Jadi Karen memilih untuk mengontrak di dekat tempat kerjanya.
Hubungan Indah dengan Karen masih berjalan. Walaupun awalnya canggung, tapi mereka berdua memutuskan untuk tidak pernah mengungkit masalah Yoga kepermukaan.
Dan Karen sudah tidak pernah lagi mendengar tentang Yoga. Sampai hari ini.
"Apa yang pengen lo tau?" Karen merasa tidak bisa lagi mengulur-ulur waktu, jadi dia memutuskan untuk langsung menanyai Nadia yang masih duduk di tempatnya semula.
"Hubungan lo sama Pak Yoga? Jangan bilang cuma mantan guru dan murid, karna gue nggak akan percaya."
Karen diam, hanya mendengar nama lelaki itu disebut, hatinya masih berdesir."Pak Yoga itu selain mantan guru gue, dia juga kakaknya sohib gue. Jadi ya.. bisa dibilang dia kayak abang juga buat gue." Karen memilih jawaban aman.
Mata Nadia masih menyipit curiga.
"Masak? Tapi perasaan gue kok kalian ada apa-apa yang lebih dari ini ya?"
Karen menghela napas pasrah. Enggan untuk mengomentari Nadia yang justru akan semakin menambah rasa curiga gadis itu.
Ponsel Nadia yang dia letakkan di meja berdering. Mata Karen hampir keluar dari rongganya ketika dia juga melihat nama si penelpon
Pak Yoga.P memanggil...
"Nah kan, enam bulan dia jadi guru baru di sekolah, nggak pernah sekalipun dia nelfon duluan kayak gini. Taruhan satu juta dia pasti nanyain lo." Tanpa menunggu jawaban Karen, Nadia menggeser warna hijau di layar handphonenya, tak lupa dia mengaktifkan mode loud speaker.
"Halo, selamat malam Bu Nadia." Suara di seberang telpon membuat Karen menahan napas.
"Malam Pak Yoga, ada apa ya tumben telfon jam segini?" Nadia sepertinya tidak tau cara berbasa-basi.
"Engg.. anu.." di tembak langsung seperti itu membuat Yoga gelagapan menjawab.
"Rena, eh maksud saya Karen, sudah pulang belum ya jam segini?" Mendengar pertanyaan Yoga, Nadia otomatis mengarahkan pandangannya ke arah Karen seakan berkata, apa gue bilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schicksal (Completed)
General FictionKarena kekecewaan dimasalalu,Karenina Putri memutuskan untuk tidak berharap pada hubungan lawan jenis. Dia menjalaninya, tetapi dia membuat batasan yang jelas untuk tetap berada di zona amannya. Karena keputusan yang diambil di masa lalu, Yoga Prada...