Minta tolong di baca sampai kalimat terakhir ya..
Selamat Membaca
Karen dan Yoga sedang duduk berhadapan di dalam kafe bernuansa cozy.
Setelah keluar dari area pemakaman, mereka berdua memutuskan untuk mampir ke suatu tempat yang netral. Karena jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi, waktu yang terlalu awal untuk makan siang, jadi mereka memutuskan untuk mengunjungi kafe yang memiliki hidangan kue dan camilan yang lezat.
Karen terlihat sedang khusyuk menikmati cheese brownies di hadapannya, tanpa merasa canggung dengan Yoga yang kini sudah meletakkan cangkir kopinya dan tengah menikmati pemandangan di depannya.
"Mau sampai kapan Bapak ngeliatin saya?" Karen ternyata sadar kalau dirinya tengah diperhatikan oleh Yoga.
Yoga tersenyum tipis sebelum ganti bertanya, "Mau sampai kapan kamu manggil aku, Bapak?"
Karen menaikkan kedua alisnya mendengar pertanyaan Yoga.
"Biasanya juga nggak protes kok." Sahut Karen tidak terima.
"Iya sih, aku yang salah. Jadi mulai sekarang manggilnya mas aja ya? Atau abang, biar sama kayak Indah." Yoga tersenyum sendiri dengan pemikirannya.
"Idiih, ngarep banget si bapak minta dipanggil mas. Bapak aja udah, nggak usah protes. Orang situ juga pantes kok dipanggil bapak." Karen berkata di tengah-tengah kegiatannya memasukkan kue ke dalam mulutnya.
Yoga bungkam tidak bisa menyanggah perkataan Karen. Memang usia mereka terpaut jauh, 10 tahun. Tapi nggak usah diperjelas juga kan?
Karen yang menyadari keterdiaman Yoga, menghentikan gerakan tangannya yang akan kembali menyuapkan kue. Ganti memandang Yoga intens.
"Canda kali Pak, nggak usah baper." Ujar Karen santai.
Yoga hanya mendengus mendengar nada santai Karen, dia memilih mengganti topik pembicaraan.
"Sekarang setelah kamu tau kebenarannya, ada yang mau kamu tanyain?" Yoga memulai mode seriusnya.
Karen terdiam, nampak berpikir, "Bapak sendiri nggak nanyain ke saya, apa saya udah punya calon sendiri atau belom." Sepertinya mereka berdua tidak akan berhenti mengajukan pertanyaan memutar seperti itu.
Yoga yang ditanya, malah tersenyum sebelum menjawab, "kamu nggak mungkin ada di depan mas kalo udah punya calon, Ren." Yah, Yoga mulai memanggil dirinya sendiri 'mas' di depan Karen.
Karen terdiam mendengar jawaban santai Yoga. Yoga memang benar, dari awal Karen pasti sudah menolak memulai sesuatu yang dia bisa prediksi akhirnya, kalau Karen sudah memiliki tambatan hati.
"Mas ngerasa bersalah sekaligus bersyukur di waktu yang sama. Bersyukur karena sampai detik ini kamu masih sendiri, jadi mas masih punya kesempatan untuk melakukan apa yang udah mas mulai dulu. Ngerasa bersalah karena mas yakin alasan kamu masih sendiri bukan karena kamu terlalu pilih-pilih apalagi nggak laku, tapi karena kamu pasti tidak ingin merasa kecewa lagi seperti yang pernah mas lakuin ke kamu dulu." Yoga meraih tangan kanan Karen dengan kedua tangannya, membawanya ke depan bibir, masih sambil berbicara dan sesekali mengecup tangan Karen.
"Mas minta maaf, karena udah bikin kamu kecewa. Tapi mas juga nggak menyesal dengan keputusan yang mas ambil dulu. Mas nggak nyesal mempertahankan Desti. Dan mas sangat yakin kamu akan ngedukung keputusan mas jika kamu tau dari dulu."
Mata Karen sudah berkaca-kaca. Sejak dia membaca surat yang ditulis Sandra, Karen seperti sudah melupakan semua rasa kecewa dan sakit hati yang dia rasakan untuk Yoga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schicksal (Completed)
General FictionKarena kekecewaan dimasalalu,Karenina Putri memutuskan untuk tidak berharap pada hubungan lawan jenis. Dia menjalaninya, tetapi dia membuat batasan yang jelas untuk tetap berada di zona amannya. Karena keputusan yang diambil di masa lalu, Yoga Prada...