8. Memaafkan Masa Lalu

4.8K 406 12
                                    


Selamat Membaca

Karenina sedang menyapu teras kontrakan dengan setengah melamun, ketika melihat sebuah mobil sedan berhenti di depan kontrakan.
Awalnya Karen tidak terlalu memperhatikannya, tetapi begitu sang pengemudi keluar dari mobil dan berjalan menuju kursi penumpang, Karen terpaku. Entah kejutan seperti apa lagi yang akan dia dapatkan hari ini.

Yoga, yang sudah menutup pintu penumpang mobil dan membawa seorang balita cantik digedongannya, tersenyum lebar begitu melihat Karen.

Yoga berjalan dengan langkah lebarnya mendekati Karen yang masih terpaku di tempatnya berdiri.

"Hai tante. Bengong aja, lagi ngeliatin apa sih?" Yoga yang sudah berdiri di hadapan Karen, bertanya usil.

Karen mengerjapkan mata berkali-kali sebelum tersadar. Dia tersenyum kaku kepada Yoga. Tapi begitu melihat wajah cantik digendongan Yoga, raut wajah Karen langsung berubah.

"Hai cantik, ini yang namanya Desti ya?" Karen bertanya dengan senyuman lebar dengan mata yang tidak lepas dari balita itu.

Yoga tertegun dengan senyuman yang diperlihatkan Karen saat ini. Betapa Yoga sangat  merindukan senyuman itu.

Merasa tidak direspon oleh Yoga, Karen mengalihkan pandangannya ke arah lelaki itu dan menyadari Yoga kini sedang menatapnya. Mereka berdua bertatapan sejenak sebelum aksi itu diinterupsi oleh Nadia yang keluar dari dalam rumah.

"Eh, pagi-pagi udah namu aja di mari Pak." Nadia menyapa dengan gaya sok andalannya. Dia sudah menanggalakan sikap sopannya sekarang.

"Iya Bu Nadia. Desti dari kemaren nanyain tantenya ini." Jawaban Yoga membuat Karen dan Nadia malah menaikkan alisnya bingung.

Yoga mengalihkan tatapannya ke Karen sebelum melanjutkan penjelasan, "Aku kemaren cerita sama Desti soal kamu, jadi dia sekarang pengen ketemu langsung."

Bukannya mendengarkan penjelasan Yoga, Karen malah salah fokus dengan sapaan yang digunakan lelaki itu, sejak kapan Pak Yoga pake aku kamu sih?

Nadia berdeham untuk kembali menginterupsi aksi saling tatap dua orang di hadapannya.

"Ya udah, masuk aja dulu pak. Kalian ngobrol di dalem aja." Nadia akhirnya mempersilahkan Yoga untuk masuk ke dalam rumah.

"Eh iya, silahkan masuk Pak". Karen akhirnya tersadar dari lamunannya.
Yoga yang dipersilahkan, segera melangkah memasuki rumah kontrakan mereka. Karen mengikutinya diiringi lirikan tajam dari Nadia.

"Duduk Pak," Karen langsung menuju dapur, membuatkan minuman untuk dua orang tamunya sambil berusaha menormalkan detak jantungnya yang berubah tidak beraturan.

Selesai membuat minum, Karen langsung menghampiri tamunya, dan duduk di hadapan Desti.

"Hai, cantik. Kok diem aja sih?" Tanya Karen mencoba mencairkan suasana. Desti yang disapa seperti itu, menatap malu-malu pada Karen dan makin merekatkan tubuhnya kepada sang ayah.

"Lho, kok malu sih, tadi di rumah minta ke sini." Ujar Yoga sambil berusaha melepaskan rangkulan Desti di lehernya.

"Dia emang kayak gitu Ren, malu kalo belum terlalu kenal." Pandangan Yoga beralih ke gadis di hadapannya.

Karen tersenyum maklum. Tapi dia tidak kehabisan akal untuk mencoba mendekati balita itu.

"Tante punya coklat lho di kamar, sama buku gambar minion, Desti mau liat?" Keran memang menyediakan buku gambar untuk teman main Baim ketika balita itu datang ke kontrakan.
Ucapan Karen membuat Desti menoleh sejenak, kemudian melihat ke arah ayahnya, meminta persetujuan. Yoga yang mengerti arti tatapan Desti, mengangguk sambil tersenyum.

Schicksal (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang