Yoga menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Yoga terus melakukan berulang-ulang kali sambil berjalan bolak-balik di kamar hotel tempat dia menginap selama di Klaten.
Gugup? Tentu saja, ini adalah penikahan yang telah lama dia tunggu. Yoga telah lama memimpikan untuk melewati proses ini. Sebelum takdir membelokkan mimpi dan rencananya.
Yoga memang pernah mengalami ini. Melakukan proses ijab kabul, tapi bagaimanapun rasanya tetap berbeda.
Dulu, Yoga sama sekali tidak merasa gugup. Dia hanya merasa harus ikut bertanggung jawab akan nasib yang menimpa sahabatnya. Saat itu, Yoga hanya berpikir bagaimana caranya agar janin yang dikandung sahabatnya bisa dipertahankan. Hal itu membuat Yoga melupakan kegugupannya.
Tapi sekarang, yang sebentar lagi akan dia nikahi adalah gadis yang selama sepuluh tahun terakhir selalu membayangi hari-harinya. Baik dalam keadaan sadar ataupun dalam mimpi.
"Abang ganteng banget!" Seruan Indah yang baru saja memasuki kamar Yoga mengalihkan sedikit perhatian Yoga.
Dilihatnya Indah sudah menggunakan kebaya warna biru toska dan kain batik sebagai bawahan. Di tangannya Indah menggandeng Desti yang tampak semakin cantik memakai gaun yang senada dengan kebaya yang dikenakan Indah.
Melihat itu, Yoga langsung tersenyum dan mengulurkan kedua tangan sambil berjongkok. Desti langsung berlari dan memeluk sang ayah yang hari ini tampak gagah dengan setelan jas warna putih gading.
"Papa anteng" Desti berkata disela pelukannya yang makin erat. Mendengar itu Yoga terkekeh dan melepas pelukan Desti.
"Anak Papa juga cantik banget. Siapa yang dandanin?" Yoga bertanya sambil memandang lembut wajah anaknya. Yoga sendiri tidak menyangka waktu berlalu begitu cepat, bayi yang dulu selalu dia gendong kini sudah menjelma menjadi Putri yang sangat cantik.
"Onty Indah, Pah." Desti menjawab sambil berbalik memandang Indah yang kini matanya telah berkaca-kaca.
Melihat itu, Yoga kembali menegakkan tubuh dan ganti memandang penuh kelembutan kepada adik tirinya itu.
"Selamat ya Bang, Indah nggak nyangka setelah sekian tahun kalian bisa bersama." Indah berusaha menahan isakannya. Ini hari bahagia, tak seharusnya dia menangis saat ini.
Yoga dengan lembut melepaskan genggaman tangan Desti dan ganti memegang kedua bahu adiknya.
"Iya, jangan nangis bedaknya luntur nanti." Yoga mengatakannya dengan nada bercanda, tapi justru membuat Indah malah kesulitan menahan laju airmatanya.
Yoga langsung memberikan pelukan lembut untuk adiknya, sambil mengelus pelan punggungnya.
"Doain aja ya, abang bisa kasih kebahagiaan untuk sahabat dan keponakanmu ini."
Indah tersenyum sebelum akhirnya melepaskan pelukan Yoga.
"Indah minta nambah ponakan ya Bang, tiga lagi kalo bisa, biar rame nanti di rumah."Mendengar perkataan Indah kontan membuat Yoga mengusap tengkuknya.
"Engg... kalo itu nanti kamu ngomong sendiri aja sama Rena ya. Abang mah siap kasih berapapun, sahabatmu itu nanti yang kewalahan."
Mendengar itu Indah kontan tertawa senang, Desti ikut tertawa walaupun dia belum mengerti pembicaraan orang dewasa itu.
***
Karenina sudah siap dengan kebaya putih dengan mahkota kecil yang menghias kepalanya yang kini tertutup jilbab. Karen sedang menunggu di kamarnya yang sudah dihias menjadi kamar pengantin. Ditemani Indah dan Nadia.
Karen tak henti-hentinya menghela napas gugup. Tangannya yang sedang menggenggam tisu juga sudah basah oleh keringat.
Di dalam kamarnya, Karen masih bisa mendengar lantunan ayat-ayat suci serta khotbah nikah yang dibacakan pemuka agama. Proses ijab kabul memang diadakan di rumah sederhana orang tua Karen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schicksal (Completed)
General FictionKarena kekecewaan dimasalalu,Karenina Putri memutuskan untuk tidak berharap pada hubungan lawan jenis. Dia menjalaninya, tetapi dia membuat batasan yang jelas untuk tetap berada di zona amannya. Karena keputusan yang diambil di masa lalu, Yoga Prada...