Karenina sedang asyik memakan es krim rasa vanilla dengan Desti. Berganti-ganti Karen menyuapkan es krim ke mulutnya dan juga mulut Desti.
Mereka berdua duduk lesehan di karpet tebal depan ruang TV di rumah orang tua Yoga. Sedangkan Yoga tengah duduk di sofa di belakang mereka, sedang khusyuk dengan layar tabletnya.
"Ren.." Yoga akhirnya bersuara.
"Emm.. iya Pak?" Karen menjawab tanpa melihat kearah Yoga.
"Ini Mbak Rani nanya kita jadinya mau pake design yang mana buat undangan. Udah ditungguin lho."
"Bapak pengennya yang mana?" Karen masih tetap asyik dengan aktivitasnya, walaupun masih bisa menjawab pertanyaan Yoga.
Yoga menghela napas panjang. Sejak acara tunangan digelar dan hari pernikahan sudah ditentukan, Karen sangat santai menanggapinya. Tidak seperti calon pengantin lainnya yang sangat antusias dengan persiapan pernikahan mereka.
Memang Yoga sengaja memakai jasa WO agar dirinya dan Karen tidak terlalu repot. Tapi walau begitu tetap merekalah yang harus menentukan pilihan.
Tapi Karen terlalu menggampangkan semuanya. Mulai dari gaun pengantin untuk resepsi dan kebaya untuk upacara akad. Hingga cincin dan katering pun semua Yoga yang memilih.
Percuma tanya sama Karen, karena jawabannya sudah pasti terserah Bapak aja, saya mah nurut sama calon Imam. See, gampang sekali kan jawabannya??
Ini sebenarnya Yoga mau nikah sama siapa sih??
"Sayang, udah selesai kan makan es krimnya?" Kali ini Yoga bertanya pada sang putri.
Dan Desti, walaupun terlihat masih ingin memakan es krimnya, tapi anak itu mengerti bahwa Papanya secara halus menyuruh dia untuk berhenti. Desti mengangguk pelan.
"Ya udah, abis ini cuci tangan ganti baju Desti bobok siang. Mau ditemani Papa atau Oma boboknya?" Yoga bertanya dengan nada lembut.
Desti melihat berganti-ganti dari Yoga dan Karen, akhirnya dia menjawab walau ragu
"Mau obok ama Unda oleh?"Yoga menaikkan alisnya kaget, lalu tersenyum lembut.
"Kalo sama Bunda nanti kalian nggak jadi bobok malah main. Sama Papa aja udah ya?" Mendengar jawaban Yoga bukan hanya Desti yang memasang wajah cemberut, melainkan Karen juga.
Seketika Desti bangkit dan berlari sambil teriak, "Nggak mau Papa, mau Oma aja. OMMAA..."
Sepeninggal Desti, masih dengan cemberut Karen membereskan sisa es krim dan mengelap meja yang terkena lelehan es krim.
Yoga memperhatikan tingkah calon istrinya dengan raut geli yang kentara.
Meski samar, Karen yang mendengar suara kekehan yang ditahan Yoga menoleh, dan mendapati senyum geli di wajah Yoga.
"Apaan ketawa, puas banget ya bikin anaknya kesel!!" Karen bangkit dan berjalan kearah dapur. Melihat itu Yoga ikut bangkit dan mengikuti langkah Karen.
Karen sedang mencuci tangan di wastafel ketika merasakan pinggangnya dipeluk oleh seseorang.
"Tapi bener kan yang mas bilang? Kamu kalo udah sama Desti lupa segalanya, nggak inget bentar lagi kita dipingit? Nggak kangen kamu kalo nggak ketemu sama mas nanti?" Yoga bertanya dengan suara lirih persis di sebelah telinga Karen, dengan tangan sudah melingkar sampai ke perut Karen. Membuat Karen bergidik geli dan menutup telinganya.
"Ih.. Bapak ngapain peluk-peluk. Bukan Muhrim!" Karen menyentak tangan Yoga kasar hingga terlepas dari pinggangnya. Walaupun sebenarnya Karen masih ingin merasakan skinship yang dilakukan Yoga. Yoga jarang mau dekat-dekat soalnya, takut khilaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schicksal (Completed)
General FictionKarena kekecewaan dimasalalu,Karenina Putri memutuskan untuk tidak berharap pada hubungan lawan jenis. Dia menjalaninya, tetapi dia membuat batasan yang jelas untuk tetap berada di zona amannya. Karena keputusan yang diambil di masa lalu, Yoga Prada...