Sesuai judul ya, ini cerita flashback.
Selamat membaca
Sepuluh Tahun yang Lalu
Sma Satu Nusa mulai ramai di jam setengah tujuh pagi. Murid-murid sudah mulai berangkat dan memenuhi lapangan, tempat parkir dan ruang kelas.
Karenina termasuk salah satu murid yang berangkat lebih awal hari ini. Pasalnya ini adalah hari pertama dia mengenakan seragam putih abu-abu.
Karen sudah duduk manis dibangku kelas ketika teman-temannya baru berdatangan.
"Hai, kenalin, gue Indah. Gue duduk disini ya?" Seorang gadis cantik dengan rambut terurai sebahu mengulurkan tangan sambil tersenyum manis.
"Gue Rena. Boleh banget kalo mau duduk sini." Karen membalas uluran tangan Indah sekaligus mempersilakan Indah menempati kursi disebelahnya.
Tak berapa lama, wali kelas mereka memasuki kelas dan mulai menerangkan peraturan sekolah dan jadwal pelajaran selama satu semester.
***
Hari-hari berlalu tanpa cerita berarti. Tak terasa Karen sudah menjalani satu semester di sekolah tanpa kendala berarti.
Saat ini, sekolah Sma Satu Nusa sedang melaksanakan kegiatan class meeting. Kegiatan rutin yang dilaksanakan setelah murid-murid melaksanakan ulangan semester.
Karen dan teman-temannya, sedang menonton pertandingan sepak bola antara kelas X2, kelas Karen melawan kelas XI ipa 2. Suara pendukung masing-masing kelas tampak riuh di pinggir lapangan.
"Ren, haus nih. Kantin yuk?". Indah bicara sambil melihat Karen yang bukannya menonton pertandingan, malah seru sendiri dengan buku yang dibacanya.
"hemm.. kenapa Ndah?". Karen tidak mendengar jelas karena keriuhan siswa dan membagi konsentrasi dengan membaca.
"Kantin, haus. Lagian lo mau nonton apa baca sih?? Mau nonton ya nonton aja, tuh buku taroh di kelas dulu napa sih." Indah gemas dengan tingkah Karen yang seolah enggan berpisah dengan buku yang dibacanya.
"Iya, iya. Ntar gue taroh. Lagian kayaknya mau sampai bagian yang sedih deh. Ntar gue baca dirumah aja. Malu kalo sampe ikut nangis di sini." Karen nyengir sambil bangkit dari duduknya. Indah mengikuti dengan masih menggerutu.
"Lagian lo aneh deh, buku kok ditangisin
Nggak faedah banget tau nggak.""Ih, itu namanya menghayati Ndah. Novel yang bagus itu yang bisa membawa pembaca ke cerita. Seolah-olah pembaca yang mengalami sendiri peristiwa yang diceritain. Ikut nangis pas adegan sedih. Ikut seneng dan senyum-senyum pas adegan bahagia. Itu baru namanya buku yang bagus."
Karen menjelaskan dengan begitu menggebu-gebu. Padahal dia susah sering menjelaskan hal ini kepada Indah ketika Indah mengomentari kesukaannya akan novel-novel roman."Ck, bosen gue denger lo ngomong begitu."
Mereka berdua sudah sampai dikantin. Kantin sekolah tidak begitu ramai karena sebagian murid memilih untuk pulang lebih awal karena pelajaran bebas.
"Eh, ada Pak Yoga, samperin yuk Ndah." Karen langsung semangat menggeret Indah kehadapan Pak Yoga, guru kimia sekaligus wali murid kelas X2.
Indah hanya pasrah mengikuti langkah Karen. Bukan hal yang baru bahwa Karen dan sebagian siswa mengagumi Pak Yoga. Guru muda dan tampan yang masih berusia 26 tahun itu termasuk guru yang diidolakan para siswa.
Cara mengajar Pak Yoga sedikit berbeda dengan guru-guru yang lain. Mungkin karena masih muda, beliau bisa membaca dan memahami kebutuhan para siswa sehingga murid-muridnya tidak ada yang merasa diintimidasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schicksal (Completed)
General FictionKarena kekecewaan dimasalalu,Karenina Putri memutuskan untuk tidak berharap pada hubungan lawan jenis. Dia menjalaninya, tetapi dia membuat batasan yang jelas untuk tetap berada di zona amannya. Karena keputusan yang diambil di masa lalu, Yoga Prada...