Prolog

14 0 0
                                    

Aku membuka jendela kamarku, membiarkan cahaya matahari pagi menerpaku. Udara di Bandung lebih hangat dari biasanya. Sayup sayup aku mendengar sebuah suara memanggil namaku berulang-ulang. Seorang anak lelaki bertubuh kecil melambaikan tangan kearahku. Aku tersenyum kearahnya.

"Alicia, lihat disana."

mataku menerawang langit, sebuah layang-layang terbang rendah tak jauh dari tempatku.

"Kau tidak akan membiarkan layangan itu pergi, bukan?"

Aku tertawa dan beranjak keluar dari kamarku. Saat menuruni tangga, kudengar Ibu memanggilku dari arah dapur.

"Mau kemana, lis?"

"Mau keluar sebentar, bu."

Saat aku membuka pintu, anak lelaki itu sudah berdiri di hadapanku. Tampak deretan gigi yang tak rata saat ia tersenyum. "Ayo, tunggu apa lagi?"


Kami pun berlari mengejar layangan itu dengan diselingi tawa. Hingga langkah kami terhenti saat benda bertali panjang itu menukik dan mendarat di atas rumah beratap genting. Tepat diatas rumah Pak Yahya yang terkenal galak dengan anak-anak kecil sepertiku. Aku menghela nafas kecewa.

"Yah, gimana nih. Nanti kita dimarahi sama Pak Yahya."

"Tenang aja, biar aku yang manjat. Kamu yang jagain disini. Pak Yahya biasanya jam segini lagi nonton tv atau pergi memancing. Jangan Khawatir." serunya.

Aku mengangguk pelan. Anak lelaki itu berjalan kearah pohon mangga dekat rumah itu dan memanjatnya dengan hati-hati. Sesekali mata kecilnya melirik kearah pekarangan rumah Pak Yahya. 

Mataku menatap kearah rumah berdinding batu bata itu. Dari jendela, kulihat Pak Yahya tengah menonton televisi. Aku tersenyum lega dan mengancungkan jempol kearah atap rumah.


Saat tangannya berhasil meraih layangan itu, tiba-tiba kakinya menyenggol genting didekat kakinya. Genting itu pun sukses terjatuh ke tanah dan menimbulkan bunyi yang cukup keras.

"Siapa itu?!" teriaknya dari dalam rumah. aku menggidik ngeri.

Benar saja, Pak Yahya keluar dari rumahnya dengan sebilah kayu di tangannya. Wajah garangnya tampak sangat marah. Anak lelaki itu pun langsung melompat dari atap dan mendarat diatas tanah dengan layangan ditangan. Aku mengambil langkah mundur.

"Ohh, kalian mau mencuri mangga saya ya? Masih kecil kok jadi pencuri??"

Aku menggeleng takut. Kurasakan anak lelaki itu menarik tanganku, memberi isyaratku untuk lari.

Kami langsung berbalik dan mengambil langkah seribu. Tangan kami masih bertautan. Kudengar suara Pak Yahya masih menggelegar dibelakang kami.

"Awas kalian, akan kuadukan pada orangtua kalian!!!!"


Begitu saja, kami berlari dengan seberkas senyum di wajah kami.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 04, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Simfoni MemoirWhere stories live. Discover now