HARSYA ANDERSON

619 49 0
                                    

Suara deruan motor terdengar sangat keras dan memekik telinga. Terlihat, dua pengendara motor telah sampai di garis finish yang dimenangkan oleh pemilik motor ninja berwarna hitam. Banyak sorakan meriah dari para penonton sekaligus memberi selamat kepadanya.

Pengendara motor ninja hitam itu turun dari motornya dan menghampiri sekumpulan teman – temannya.

"Asik, keren banget gaya lu Sya salut gue," kata temannya menepuk pundaknya.

"Gue juga bilang apa pasti Harsya yang menang lagi!" sahut temannya yang lain.

Harsya, laki – laki itu hanya menatap teman – temannya datar. Lalu ia menghampiri lawan balapnya tadi sambil menunjukkan smirik mengerikan.

"Sesuai perjanjian kita, lo jangan pernah ganggu gue atau pun teman – teman gue lagi," kata Harsya lalu kembali menghampiri teman – temannya yang terus saja megoceh.

"Gue duluan," kata Harsya tiba – tiba sambil memakai jaket kebanggaannya.

"Kok balik sih? Mau kemana lo?" keluh salah satu teman dekat Harsya. Namanya Radit.

Harsya segera menyambar kunci motornya dan memakai helm. "Ada urusan penting."

Radit berdecih. "Yaudah hati – hati!"

Harsya mengangkat jempolnya ke udara, ia segera pergi dari area balap ini dan mengunjungi suatu tempat. Tempat dimana ia harus memasang topeng jati dirinya.

***

"Dari mana saja kamu?" Suara berat sangat familiar menghentikan langkah Harsya yang sedang menaiki anak tangga. Terpaksa Harsya menoleh kearahnya.

"Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang?!" tanyanya lagi menghampiri putranya.

Harsya membuang mukanya ke sembarang arah. Menghela nafas panjang.

"Bukan urusan papa."

"Tidak kamu, tidak mama kamu kerjaannya cuma bisa melawan papa!" seru Pria yang akrab disebut papa itu membuat Harsya mengepalkan jemarinya.

"Jangan sekali – kali membicarakan mama saya. Beliau tidak seperti itu," bantah Harsya dengan wajah memerah. Ia paling tidak suka jika ibu nya direndahkan.

"Kalau mama kamu tidak seperti itu, mana mungkin dia rela meninggalkan anak dan suaminya selama bertahun -tahun."

"Setidaknya mama saya tidak gila hormat seperti anda," sarkas Harsya lalu meninggalkan papa nya yang meneriaki namanya sangat keras.

"HARSYA! BERANINYA KAMU BERKATA SEPERTI ITU?!"

Brak

Harsya membanting pintu kamarnya kasar. Ia melempar ransel yang sedari tadi di punggung kirinya kesembarang arah. Berkali – kali ia menghantam tembok menggunakan kepalan tangannya.

"Dasar anak tidak tau terima kasih!"

"Pah! Cukup!" Samar - samar Harsya mendengar suara gadis manis terdengar terisak. Sepertinya ia berusaha menormalkan emosi papanya tetapi malah ia yang terkena imbasnya.

Pria itu mendorong Marsya—Putrinya sampai kepalanya terbentur sofa. Lalu meninggalkan putrinya tanpa berniat menolong.

"Argh! Kalian hanya bisa menambah masalah!"

Marsya menangis tersedu – sedu. Ia tidak mengerti jalan pikiran Papa nya. Kepalanya pun terasa sakit dan pusing. Dengan sekuat tenaga, ia berjalan gontai menghampiri pintu kamar Harsya.

"Kak Ha—Harsya. Kakak baik – baik aja kan? Tolong maafkan perilaku Papa," ucap Marsya dari balik pintu dengan nada bergetar.

Harsya mendengar semua ucapan Adik nya dari balik pintu.

"Masuk ke kamar," ucap Harsya datar dari balik pintu. Bersandar pada daun pintu sambil memandang langit – langit kamar.

"Ta—tapi,"

"Gue gak nanggung kalo lo pingsan di depan kamar gue."

Marsya menghembuskan nafasnya pelan. Benar saja, pandangan Marsya mulai kabur. Ia memejamkan kedua matanya sebentar lalu pergi menuju kamarnya.

"Selamat malam."

Setelah memastikan tidak ada suara. Harsya pelan – pelan membuka kamar nya. Ia menuju kamar Marsya, terlihat Marsya sudah tidur lelap lalu ia mematikan kamar tidur Marsya dan menutup kamarnya.

Saat Harsya melewati kamar Papa nya, ia sempat mendengar keributan di dalamnya. Entah apa yang sedang dilakukan Papa nya. Harsya acuh dan segera kembali menuju kamarnya.

***

Mulmed : Harsya

JISOOYAATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang