5. Untitled

218 47 0
                                    

"Jisooyaa... Turun nak, kita makan malam dulu," suara lembut khas wanita paruh baya sembari mengetuk – ketuk pintu kamar milik Soya.

Sudah beberapa menit yang lalu, tetapi sampai sekarang pintu kamar Soya belum terbuka juga.

Sedangkan di dalam kamar, Soya masih fokus dengan Drama Korea di laptopnya yang hampir selesai. Karena suara serta gedoran pintu kamar dari sang Ibunda terdengar semakin keras, membuatnya terpaksa menutup laptop dan segera membuka pintu kamar dengan wajah datarnya.

"Kamu itu yah... Kerjaannya nonton Drakor mulu nanti mata kamu rusak," oceh Mama Soya tapi tidak didengarkan oleh Soya, malah Soya langsung menuruni anak tangga mendahului Mamanya.

"Ji, Mama belum selesai bicara!"

Baru saja Soya sampai di ruang makan, seketika kakinya kaku, kedua matanya langsung menatap tajam kearah cewek berambut sebahu yang tengah tersenyum kepadanya.

"Malam Ji, udah lama yah kita gak makan malam bareng," ucap Arsi—adik tirinya yang hanya berbeda 1 tahun darinya.

Hanya mendengar suara Arsi, seketika mood Soya hancur begitu saja.

Sedangkan, Arsi menghela nafas panjang karena tidak mendapat respon sama sekali dari Soya.

"Jisooyaa!"

"Kamu tidak boleh bersikap dingin dengan adik kamu. Arsi sedang mengajak kamu berbicara seharusnya kamu menjawab bukan diam saja!" tegur Papa Soya membuat mood nya semakin hancur.

"Ji kayaknya gak seneng yah makan malam bareng sama Arsi,"

"Kenapa? Padahal Arsi seneng banget bisa makan malam sama kamu," jelas Arsi menatap Soya yang hanya diam saja sambil menatapnya tajam.

Arsi menundukkan kepalanya dalam. "Maaf yah Ji, kalau Arsi selama ini ganggu kehidupan kamu."

"Akhirnya lo nyadar," suara dingin milik Soya terdengar menyahut, membuat Arsi kembali mendongakkan kepalanya.

"Ji masih marah yah sama Arsi? Arsi minta maaf yah," kata Arsi berusaha meraih tangan Soya namun segera Soya tepis.

"Stop panggil gue Ji, Jisooyaa atau apapun itu! Gue muak dengernya. Gue kasih tau sama lo nama gue Soya bukan Jisooyaa. Dan gue, gak pernah kenal sama lo."

"Jisooyaa! Jaga sikap kamu, Arsi itu adik kamu!" omel Papa Soya membuat Soya reflek berdecih.

"Maafin Arsi Ji,"

"Apa? Maaf? Lo gila ya? Gak ada kata Maaf buat manusia sampah kayak lo!"

"Gak bisa apa sehari aja, hidup lo tanpa P.E.N.C.I.T.R.A.A.N muak gue liatnya!" ketus Soya menatap tajam Arsi lalu membuang muka ke sembarang arah dengan tangan dilipat diatas dada.

"JISOOYAA! Kamu tuh ya ga—"

"Apa lagi Pah? Mau belain dia? Gara – gara dia, aku harus lalui hidup yang gak semestinya aku jalani!"

"Gara – gara dia juga, a-aku—aku—ARGH! Sampai kapan pun gue BENCI sama lo!" jelas Soya lalu berlari kecil menuju kamarnya tanpa memperdulikan teriakan Mama, Papa, serta Arsi yang menudukkan kepalanya.

"Kak Ji--sooyaa," lirih Arsi.

***

Soya menggebrak pintu kamarnya kasar lalu menguncinya dari dalam.  Setelah lama nya waktu berlalu kenapa ia harus bertemu dengan Arsi kembali. Hal itu justru membuat Soya mengingat masa lalu nya. Jangankan melihat wajahnya, mendengar nama Arsi saja ia sudah muak. Dia sangat membenci nama itu.

Soya menghela napas berkali - kali. Berusaha menormalkan kembali detak jantungnya. Lalu ia merebahkan tubuhnya di kasur empuk kesayangannya. Dan menutup matanya rapat - rapat.

Ting

Suara notifikasi  masuk berasal dari ponsel miliknya tiba - tiba berbunyi, sepertinya ada pesan yang baru saja masuk setelah Soya mematikan mode pesawat.

Dia membuka matanya lalu meraih ponselnya yang berada diatas nakas.

"Radit." Kedua bola mata Soya tiba - tiba membulat. Reflek ia bangun dan duduk tegap di bibir ranjang.

Bang Radit

Woi dek lu dimana? 

Kamar, knp?

Bang Radit sent you a photo

Dia kembali.

Arsi juga.

Lo gapapa?
(read)

Soya meremas ponselnya bahkan hampir saja ia membanting ponselnya tetapi langsung ia tahan dengan genggaman kuat. Soya sudah menduga sejak kehadiran Arsi yang tiba - tiba datang.

'Ya tuhan, kenapa dia harus hadir lagi? Belum cukup kah lelaki itu sudah hadir? Kenapa dia harus ikut hadir juga?'

****

JISOOYAATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang