7. Dia

350 56 30
                                    

Seluruh orang yang berada di ruang Kepala Sekolah menyambut gembira kehadiran Soya. Sedangkan Soya hanya diam mematung dekat pintu masuk.

"Masuk nak, silahkan duduk," ucap Kepala Sekolah bangun dari duduknya dan mempersilahkan Soya untuk duduk.

Tetapi Soya masih saja terdiam.

Bukan ia tidak mau duduk, tetapi hanya sopa di sebelah lelaki bermata hitam yang tengah menatapnya dengan tatapan sulit diartikan saja yang tersisah.

"Lho, kamu kenapa masih diam saja. Ayo duduk. Noh sebelah abang kamu masih kosong," ucap bu Jumini membujuk Soya.

"A-abang?"

"Benerkan? Valian abang kamu toh? Sok, duduk atuh berdiri pegel."

Soya menghela napas panjang, ia meremas ujung rok nya lalu duduk tepat di sebelah Valian. Detak jantung Soya tiba - tiba seakan berhenti berdetak. Keringat dingin bercucuran. Mati - matian ia menahan agar ekor matanya tidak mencuri lirikan kearah Valian.

"Lho, kamu kok keringetan nak? Perasaan AC nya nyala, dingin atuh malahan," ucap bu Jumini yang menyadari perubahan suhu Soya.

"Kamu sakit? Kalau sakit nanti ke UKS  saja yah, keringetan gitu tuh," ucap bu Jumini lagi.

'Sial nih guru ngapain merhatiin gue mulu' batin Soya mengumpat.

"S-sa-saya g-ga-gapapa bu," jawab Soya dengan gugup untuk memastikan.

Dalam hati, ia sangat menyesal telah mengikuti ajakan bu Jumini untuk hadir disini. Tetapi, jika dia tidak hadir bisa - bisa nilai biologi nya dikurangi -5.

Dan kenapa juga dia harus gugup. Sial.

Sedangkan, Valian melirik Soya lewat ekor matanya. Ia pun melihat, keringat dingin becucuran dari dahinya. Lalu, Valian kembali memfokuskan kedua matanya kepada Kepala Sekolah.

"Jadi gini bapak Kepala Sekolah, sebelumnya saya mau berterima kasih kepada bapak Kepala Sekolah yang telah menerima putri saya Arsi sekolah disini,"

"Jadi, saya pun berfikir saya juga ingin mendaftarkan Valian putra saya untuk sekolah disini juga. Saya rasa, sekolah ini sangat bagus."

"Wah, jadi seperti itu yah Pak Aidan. Dengan senang hati saya menerima putra anda."

"Saya juga berpesan, kalau bisa putra saya Valian satu kelas dengan Arka dan Radit biar ada temannya,"

Radit yang sedang minum hampir saja tersedak. Dengan cepat, Arka menepuk - nepuk pundak Radit.

"Oi lo gapapa?" bisik Arka yang mendapat anggukan dari Radit.

"Papa serius? Satu kelas sama aku sama Arka ?"

Pak Aidan mengangguk.

"Pah tapi-"

"Biar Valian ada teman nya, kalian tau kan dia baru saja pulang dari Amerika jadi kalo sekelas sama kalian, kalian bisa bantu dia toh?"

Radit dan Arka hanya bisa pasrah dan mengangguk patuh. Tidak ada gunanya membatah ucapan papanya yang keras kepala itu.

"Wah, berarti satu kelas juga yah sama Soya," ucap bu Jumini antusias. "Kalau saja Arsi kelas 12, bisa sekelas juga."

"Soya?" kini suara Valian yang terdengar.

"Ah! Maksud ibu Jisooyaa Almira. Dia di sekolah ini dikenal dengan panggilan Soya,"

"Benar Valian, kamu juga bakal sekelas sama Jisooyaa," ucap Pak Aidan melirik kearah Valian lalu kearah Soya. Aidan menatap Valian tajam agar mematuhinya tanpa mengelak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JISOOYAATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang