FERIL ALADRICH

521 48 0
                                    


"Maaf nomer yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silahkan coba beberapa saat nanti."

Suara operator terdengar berulang kali membuat Soya terus saja mendengus kesal. Hampir saja Soya membanting ponselnya kalau tidak ada seseorang yang menahan lengannya.

"Sabar... Mungkin aja orang yang lo telepon lagi sibuk," suara berat seorang lelaki yang terbalut seragam sama dengan milik Soya namun terlihat agak berantakan membuat Soya sontak menolehkan kepalanya.

"Atau mungkin mbak – mbak operatornya ngefans sama lo, jadinya yang angkat mbak – mbak operatornya mulu," sambungnya lagi.

"Apa mau pakai ponsel gue?"

Soya menarik lengannya dari tangan lelaki itu. "Gak usah, makasih."

Soya masih terus berusaha menelepon seseorang untuk menjemputnya di sekolah namun terus saja tidak terjawab.

"Ck! Sesibuk apasih Radit," gumam Soya namun masih terdengar oleh lelaki di sebelahnya.

"Radit? Udah lama gue gak main sama dia. Gimana kabarnya sekarang?"

Soya hanya melirik lelaki di sebelahnya sekilas tanpa berniat menjawabnya.

"Oiyah lupa. Bahkan sekarang kita aja tidak saling mengenal kan?" tanyanya lagi dengan tatapan yang sulit dimengerti.

Lontaran lelaki itu mampu membuat bulu kuduk Soya naik. Keringat dingin bercucuran. Reflek ia menoleh kearah lelaki itu. "Mau lo apa?"

Lelaki itu malah tertawa membuat Soya bingung akan jalan pikirannya. Tiba – tiba, sebuah jaket berwarna hitam menyelimuti pundak Soya.

"Mau hujan, nanti lo sakit," katanya sembari menahan lengan Soya yang hendak melepas jaketnya.

"Ril—"

Feril tertawa miris. Ia memandang Soya dengan tatapan sendu. "Maaf. Buat semuanya."

"Woi Feril! Gc napa, di skip dulu der gombalin ceweknya. Ada urusan yang lebih penting nih!" Suara teriakan tiba – tiba terdengar mengacaukan suasana, sepertinya suara itu berasal dari teman satu kelompok Feril dari kejauhan.

Feril menatap teman – temannya dari jauh dengan tatapan tajam. Lalu ia sedikit berdeham untuk mengurangi suasana canggung.

"Gue pamit."

Soya tidak tau mau merespon apa, ia hanya diam memandang Feril datar.

"Sorry, kalau dipikir – pikir gue selalu datang tidak diminta lalu pergi secara tiba – tiba."

"Dan gue gak pernah nyuruh lo buat datang lalu pergi," balas Soya menatap Feril tegas.

Feril tertawa kecil. "Bener kata lo. Dan, seandainya waktu bisa diputar, gue gak bakal nyia – nyiaan waktu berharga itu," kata Feril menertawakan dirinya sendiri.

"Penyesalan gak ada artinya."

Feril tersenyum kecil lalu pergi meninggalkan Soya sendiri. Tiba – tiba hujan turun deras. Soya memperhatikan Feril yang tengah berlari menerobos hujan menuju teman – temannya.

Tin ... Tin ... Tin

Tak lama suara klakson mobil terdengar tidak asing, mobil yang dari tadi ditunggu – tunggu oleh Soya akhirnya datang.

Soya langsung memasuki mobil itu duduk di sebelah pengemudi dengan perasaan sulit diartikan. Ia menatap jaket di pundaknya lewat pantulan cermin. Terlihat sebuah nama disisi kiri dada jaket itu.

"Feril Aladrich."

***

JISOOYAATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang