12. Setan Lidah

15K 1.4K 125
                                    

Usai memberi sambutan sebagai perwakilan dari pengusaha fashion pada acara gathering siang hari ini, Kinar turun dari panggung langsung menuju ke kursi di mana para kelompok yang dinamai Geng Nyai berkumpul.

Ini pertama kalinya ia menghadiri acara yang dilakukan secara rutin oleh rekan seprofesinya setelah beberapa bulan vakum. Kinar sengaja menghindar sejenak dari perkumpulan semacam ini. Ia tidak ingin menyesal dan merasa caranya berikhtiar salah. Sementara ia sudah mengorbankan hati dan perasaan. Kinar masih berusaha menebalkan mental. Terlalu ngeri membayangkan rumah tangganya menjadi bahan gosip. Biarkan mereka berbicara di belakang, asalkan Kinar tak mendengarnya langsung.

"Kin, coba deh sekali-kali endorse ke selebgram yang lagi viral ini. Katanya bagus feedbacknya. Kenalanku ada yang balik modal berkali-kali lipat."

Kinar memindah handbag Christian Dior miliknya ke kursi samping, jemari lentiknya yang dihiasi berlian mewah meraih ponsel yang disodorkan oleh lawan bicaranya. "Viral kenapa?" tanya Kinar.

Jujur saja, selama ini ia tak terlalu mengedepankan bermitra dengan publik figur, sekalipun yang tengah naik daun bisa meningkatkan profit penjualan karena menjadi orang paling dicari. Mungkin, hanya dengan beberapa publik figur pilihan saja yang menurutnya berkompeten. Lagi pula menggunakan marketplace milik suaminya sudah cukup meraup pasar semakin pesat.

Kinar mengembalikan benda elektronik itu pada pemiliknya seraya berucap, "Aku belum tertarik. Mungkin lain kali bisa ku coba, tapi nggak sekarang."

"Ya ya ya, percaya sama yang istrinya bos marketplace kelas asia. Mau buka usaha dari tikungan manapun nggak pusing-pusing mikirin marketing."

"Nggak gitu, Dell, yang namanya rezeki sukses semuanya potensi kok. Yang penting ulet dan telaten. Suamiku pernah cerita dulunya dia juga sempat ngegembel sebelum kayak sekarang."

"Eh, eh, lihat tuh!" Melalui dagunya Della menunjuk seorang wanita yang melangkah gemulai memasuki gedung. Kinar kaget karena cukup mengenal wanita itu.

"Dia anggota baru. Baru dua kali ini hadir. Tahu nggak Kin, siapa dia? Istri simpanan Candra Bratadinata. Sekarang udah jadi istri sah setelah istri pertama Candra meninggal."

Kinar melotot kaget. Tidak menyangka.

"Malah kabarnya si Madam Sania ini, cih ngapain aku manggil dia madam segala. Gegara kemarin dia minta dipanggil gitu." Renata yang juga personil Geng Nyai turut menyahuti. "Mantan pacar anaknya, eh nggak tahunya diembat sendiri."

"Ck, rek ... sejak kapan sih kita jadi rumpi begini? Masih banyak hal positif yang perlu dibahas, daripada mengurusi hidup orang."

"Sejak manusia rempong itu nerima pelakor di sini!" desis Della pada Latifa. "Heh, Latifa! Aku ini lagi menyuarakan sakit hatinya para istri yang suaminya diembat pelakor. Lagian aku ngomongin fakta, dia memang pelakor. Masalah buatmu? Kamu nggak tahu rasanya diselingkuhi. Baru tahu rasa kamu liat Edi lebih milih selingkuhannya ketimbang anak dan istrinya sendiri."

"Astaghfirullah, Dell! Aku cuma mengingatkan. Kok kamu malah nyumpahin."

Latifa mengusap dadanya tak ingin memperpanjang argumen. Kinar hanya geleng-geleng kecil seraya menghembuskan napas pelan. Kinar maklum, betapa Della sangat membenci wanita yang disebut pelakor. Karena suami Della nyeleweng dan pergi bersama simpanannya. Untung saja meski cablak Della tak pernah menghakimi Kinar, saat tadi mereka sempat membahas Aysha, Della lebih banyak diam.

Wanita yang menjadi pusat perhatian itu urung duduk dan justru menghampiri Kinar saat mata mereka bersirobok.

"Kamu Kinar, kan? Masih ingat aku nggak? Nggak nyangka banget bisa ketemu kamu di sini."

Kinar juga tidak menyangka wanita ini akan mau menyapanya, setelah insiden nyaris enam tahun yang lalu.

"Kak Sania apakabar?" sambut Kinar berdiri seraya melempar tangannya untuk berjabat.

"Aku baik. Kamu masih ingat Pancar? Dia masih sendiri aja sampai sekarang. Sampai aku jadi ibu tirinya. Sepertinya, masih belum bisa move on dari istri orang. Menyedihkan sekali." Sania terkekeh. Tak ada raut sinis seperti yang pernah Kinar dapati dulu. Wanita ini juga tampak lebih mentereng, modis dan cantik dengan gaun tenun yang membalut tubuh rampingnya. Gaya hedonisnya semakin menonjol dari beberapa perhiasan yang melekat.

"Kelakuanku dulu sama kamu berlebihan banget, Kinar. Sori, meskipun telat tapi masih lebih baik daripada nggak. Aku minta maaf ya."

"Ah, forget it. Hanya masa lalu, Kak. Aku maklum kok."

Masih jelas diingatan Kinar saat Sania mengunjungi kelasnya dengan amukan yang mengerikan. Sania merasa Kinar sudah merebut kekasihnya.
.
.
.
"Kin, sopirku mengabari katanya mobilku mogok. Ini orangnya masih di bengkel. Aku ikut kamu bisa nggak?"

Kinar mengangguk. Berdua beriringan ke tempat parkir. Kinar membuka mobilnya dan menyuruh Latifa menunggu. "Kamu tunggu di mobil aja. Aku ke kamar kecil bentar."

Kinar melangkah menuju toilet yang letaknya di samping gedung hotel. Bergabung dengan musala umum. Dari jauh ia melihat Della dan Renata. Rupanya dua temannya itu tidak langsung pulang usai acara. Langkah Kinar dipercepat. Mereka yang tampak berbincang serius tidak menyadari kedatangannya.

"Kamu dengar sendiri, kan? Si munafik sok tegar. Deket sama dia lama-lama kupingku budek."

Deg.

Kinar terpaku di tempatnya berdiri. Sebelum bergerak pelan untuk mundur dan menyembunyikan diri di balik kayu penyekat.

"Denial paling jago dia!"

Dua wanita yang sangat ia kenal baik itu saling menyahuti. 100% Kinar mengetahui siapa subjek yang tengah mereka bicarakan.

"Alasannya karena nggak mau egois. Joh, asu!"

"Kan yang penting bulanan tetep penuh. Perawatan jutaan rutin. Koleksi perhiasan nambah. Buktinya bukannya ngenes, kurus kering kerontang dia malah makin menor, toh?"

Kinar menekan dadanya yang terasa sangat sakit. Seperti baru saja dihantam batu puluhan ton. Jadi serendah itukah mereka menganggapnya selama ini?

"Harusnya yang jadi istrinya Agam itu bukan perempuan goblok kayak Kinar. Dari jaman purba nggak ada ceritanya kucing nolak ikan asin, Say! Harusnya dia bersyukur punya suami sugih, ganteng nggak neko-neko. Joh, jancok!"

"Istri mudanya cantik, Dell. Sumpah. Arab-arab gitu, kulitnya putih bersih. Kinar sih kalah jauh. Kinar, kan, wong jowo. Hahahaha. Wajah-wajah pasaran. Pas-pas an. Cuma menang duit dan perawatan dia!"

"Hahahaha. Sumpah?"

"Meskipun penampilannya sederhana tapi sumpah ayu tenan. Kalau sama-sama digembleng skincare Kinar bisa ketendang banget. Nggak ada suami yang betah sama istri yang cerewet dan pemaksa pula."

"Nah! Laki-laki yang dikasih istri sempurna lengkap sama anak yang lucu-lucu aja bisa berpaling. Kinar nggak berkaca dari kita. Malah dengan percaya dirinya nyuruh suaminya nikah lagi. Nggak ada cewek paling goblok di dunia ini selain dia, kan. Joh! Rasanya aku pengen misuh-misuh terus."

"Hahahaha. Kita lihat aja nanti."

"Tahun depan bertambahlah populasi janda. Hahahaha"

"Tentunya dia lebih ngenes. Hidupnya akan dipenuhi penyesalan karena kegoblokannya sendiri."

Hati Kinar semakin kebas. Tangisnya pecah. Kinar berbalik dan berlari menjauh dari dua makhluk tak berperasaan itu.

Satu Hati, Dua Cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang