Chapter 4

921 111 8
                                    

Seulgi dan Irene mencoba mencari Jisoo di sekitar kampus namun nihil, Jisoo tidak ditemukan dimanapun. Seulgi sudah mencoba berkali kali menghubungi ponsel Jisoo, namun tetap tidak ada jawaban.

“Mbak, Jisoo udah pulang duluan apaya jangan – jangan? Kita bahkan sudah mencari hampir di tiap fakultas tapi dia tetap tidak ada.” Ucap Seulgi lelah.

“Gamungkin, Gi. Kamu tau sendiri kan Jisoo bukan tipe orang yang akan langsung pulang saat ada masalah, dia gaakan mau bikin orang rumahnya khawatir.” Jawab Irene.

“Iya juga sih mbak. Terus kita harus cari Jisoo kemana lagi dong.” Seulgi sudah hampir menyerah namun tiba – tiba ia ingat sesuatu, “Mbak! Lapangan futsal indoor! Jisoo kan sering kesana, katanya tempatnya sepi enak buat mikir.” Seulgi langsung menarik tangan Irene untuk mengikutinya ke lapangan indoor tersebut.

•••

Lapangan Indoor

Setelah sampai di lapangan indoor, Seulgi membuka pintunya perlahan, dan benar saja Jisoo sedang duduk di salah satu bangku penonton seraya memejamkan kedua matanya. Entahlah mungkin dia tertidur atau pura – pura tidur. Seulgi dan Irene berjalan dengan pelan menuju tempat yang Jisoo duduki. Dan merekapun duduk disebelah Jisoo.

Jisoo sebenarnya tahu bahwa disebelahnya kini ada Irene dan Seulgi, namun ia tidak ingin membuka matanya, ia takut saat ia membuka mata dan berbicara, ia akan menangis karena hal yang sama lagi.

“Ji…” Seulgi berusaha memanggil, namun Jisoo tetap enggan membalas.

“Kalo emang mau nangis, nangis aja Ji. Kita akan selalu ada disini.” Ujar Irene menambahkan.

Runtuh sudah pertahanan Jisoo, perlahan terdengar isakan pelan dari bibirnya. Irene dan Seulgi dengan sigap memeluk sahabat mereka itu. Lama kelamaan tangis Jisoo bukan mereda malah semakin kencang dan menyesakkan. Irene pun mengelus pundak Jisoo berniat untuk menenangkannya.
•••

Setelah dirasa tangis Jisoo agak mereda, Seulgi membuka tasnya dan mengambil Tupperware berisi air minum dan diberikannya pada Jisoo.

“Nih minum dulu.” Ujar Seulgi. Jisoo pun mengambil Tupperware tersebut dan meminumnya secara perlahan.

“Sudah agak tenang?” Irene bertanya, dan dibalas anggukan samar oleh Jisoo.

“Kalian kenapa disini?” tanya Jisoo.

Tanpa berminat menjawab pertanyaan Jisoo, Irene lebih memilih bertanya lagi pada Jisoo “Ji, jujur sama kita. Hubunganmu dengan Jinyoung masih baik – baik saja kan?”
Jisoo yang ditanya seperti itu pun bingung, harus menjawab dengan seadanya atau ia harus berpura – pura kalau semuanya baik – baik saja seperti biasa.

“Ji, bukankah tadi pagi kau sudah janji untuk menceritakan apapun?” balas Seulgi yang tahu kalau Jisoo akan menutupi sesuatu.

“Hm entahlah. Aku sendiri tidak tahu. Tapi akhir – akhir ini, Jinyoung bukanlah Jinyoung yang ku kenal lagi. Jinyoung yang hangat, Jinyoung yang perhatian, atau bahkan Jinyoung yang sayang padaku lagi sudah tidak ada. Aku merasa Jinyoungku berubah.” Setelah Jisoo menyelasaikan kalimatnya, pandangan matanya mulai mengabur lagi dan ia dengan segera menatap ke langit langit agar air matanya tidak tumpah lagi.

Irene mengusap pundak Jisoo dengan sayang seakan memberi kekuatan.

“Sebenarnya mas Jaebum bilang padaku untuk tidak ikut campur, tapi melihat Jinyoung menyakitimu seperti ini membuatku sakit juga, Ji.” Ucap Seulgi tiba – tiba. “Kau ingat saat Dies Natalis* universitas tiga minggu yang lalu?” Seulgi bertanya pada Jisoo yang dibalas anggukan olehnya.

Fade Away [ JINJI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang