Chapter 10

1.3K 103 3
                                    

Sudah lima hari sejak kejadian Suzy dan Jisoo berbicara di taman belakang fakultas Jisoo. Setelah hari itu, Jinyoung menghilang. Jisoo tidak bertemu dengan Jinyoung sama sekali, biasanya  ia akan bertemu Jinyoung di parkiran atau di kantin secara tidak sengaja. Namun sejak kejadian itu ia tidak pernah bertemu dengan Jinyoung lagi. Jisoo merasa kehilangan, biasanya ia bisa memperhatikan Jinyoung dari jauh, namun sekarang tidak lagi.

Saat Jisoo hendak menemui teman – temannya di meja kantin, ia mendengar Seulgi dan Jaebum sedang berbicara entahlah atau mungkin berdebat. Awalnya Jisoo tidak peduli, namun saat namanya dibawa – bawa ia memilih untuk mendengar.

“Aku rasa Jisoo berhak tahu masalah ini, Gi.” Ucap Jaebum berusaha meyakinkan kekasihnya itu.

“Enggak, mas. Kita tidak ada hak untuk memberi tahu Jisoo masalah ini. Kalau memang Jinyoung mau pergi ya pergi saja. Lagipula Jinyoung dan Jisoo sudah tidak ada hubungan apapun lagi bukan.” Seulgi tetap pada pendiriannya.

“Ada apa ini? Kenapa aku mendengar namaku disebut?” Jisoo akhirnya memilih keluar dari tempat persembunyiannya dan bertanya langsung.

“Tidak ada apa – apa.” Seulgi menjawab cepat dan merangkul bahu Jisoo “Ayo ke kantin sekarang, yang lain pasti sudah menunggu.” Lanjut Seulgi dan menarik Jisoo untuk pergi.

“Jinyoung mau pergi, Ji. Aku rasa kau harus tahu itu.” Jaebum mengeluarkan suaranya sebelum Seulgi dan Jisoo pergi dari situ.
Jisoo menghentikan langkahnya dan menghadap Jaebum “Pergi? Kemana mas?” tanya Jisoo. “Sudahlah, Ji. Biarkan saja dia pergi.” Sela Seulgi.

“Lebih baik kau segera menyusulnya. Pesawatnya berangkat nanti malam, kau masih punya waktu beberapa jam lagi. Mungkin sekarang ia masih ada di rumahnya.” Ucap Jaebum dan berlalu dari sana. Seulgi hanya memandang Jaebum dengan pandangan kesal.

“Ji? Kau ingin menemuinya?” Tanya Seulgi. Walaupun Seulgi berharap Jisoo tidak pergi menemui Jinyoung, namun jika Jisoo memilih untuk menemuinya Seulgi akan menemani Jisoo kesana.

“Kau ingin mengantarku menemuinya, Gi?” Jisoo bertanya pada Seulgi yang dibalas oleh anggukan Seulgi. “Hm. Walaupun aku tidak setuju, namun kurasa kalian berdua masih harus menyelesaikan beberapa masalah kalian berdua bukan.”

•••
Seulgi mengantar Jisoo kerumah Jinyoung dengan menggunakan taxi. Mereka sampai pada pukul 13.20 dan Jisoo segera menekan bel rumah Jinyoung sementara Seulgi memutuskan untuk pulang karena Jisoo bilang ia tidak apa – apa ditinggal sendiri disana.

“Sebentar.” Ucap seseorang dari dalam rumah, Jisoo rasa itu suara Hyunjin.

“Mbak Jiso!” Hyunjin segera memeluk Jisoo setelah membuka pintu rumah dan ternyata yang datang adalah Jisoo. “Mbak kemana saja, Hyunjin rindu.” Ucapnya. Jisoo membalas pelukan Hyunjin dan mengusap rambut Hyunjin sayang. “Mbak juga rindu sama Hyunjin, tapi sekarang mbak boleh ketemu mas Jinyoung dulu? Ada hal penting yang harus mbak bicarain sama masmu.” Ujar Jisoo.

Hyunjin yang mengerti pun mengangguk dan melepas pelukannya, “Mas Jinyoung ada di kamarnya lagi packing sama bunda.” Hyunjin menjawab.

Jisoo segera pergi ke kamar Jinyoung namun sebelum itu ia sempat mengucapkan terima kasih dan mencubit pelan hidung adik Jinyoung itu.

Sesampainya di kamar Jinyoung, terlihat Jinyoung dan ibunya sedang memasukkan beberapa barang di koper. Bunda yang melihat Jisoo pun tersenyum simpul ke arah Jisoo “Udah semua kan mas? Ada yang ketinggalan gak?” Tanya Bunda Jinyoung.

“Sepertinya sudah semua.” Jinyoung menjawab seraya menutup koper. “Bunda tinggal kebawah dulu ya, sepertinya ada yang ingin berbicara sama mas.” Ucap Bundanya lalu pergi meninggalkan kamar si sulung dan saat berpapasan dengan Jisoo, bunda Jinyoung menepuk pelan pundak Jisoo “masuk saja ke kamarnya.” Ujar bunda.

•••
Jinyoung masih tidak sadar dengan kehadiran Jisoo di pintu kamarnya. Jisoo memutuskan mengetuk pintu kamar Jinyoung. “Ada apa lagi bu– loh Jisoo?” Jinyoung kaget karena melihat Jisoo, ia kira tadi adalah bundanya.

“Boleh aku masuk?” tanya Jisoo yang dibalas anggukan oleh Jinyoung.

Canggung.

Entah kenapa rasanya canggung sekali. Jisoo mengedarkan pandangannya pada kamar Jinyoung, masih sama seperti terakhir kali ia berkunjung kesini. Bahkan ia melihat potretnya berdua dengan Jinyoung terpajang di meja belajar Jinyoung, Jisoo tersenyum kecil melihatnya.

“Ekhem. Ji?” Jinyoung berusaha mencairkan suasana. Jisoo pun melihat kearah Jinyoung, ia berusaha keras agar tidak menangis dihadapan Jinyoung. “Kamu mau kemana, Jinyoung-ah?” Jisoo bertanya pelan namun ia sama sekali tidak berani melihat kearah Jinyoung. Jinyoung tersenyum kecil melihat itu, ia berjalan mendekati Jisoo dan menarik Jisoo kepelukannya. “Aku akan sangat merindukanmu, Ji.” Ucap Jinyoung.

Jisoo yang mendengar itu semakin merasa ingin menangis, matanya bahkan sudah berkaca kaca. “Jangan pergi.” Ujar Jisoo parau. “Kamu masih banyak hutang penjelasan padaku.” Lanjutnya.

“Maaf. Maaf. Maaf.” Jinyoung terus menerus meminta maaf dan mengeratkan pelukannya, ia bahkan menghirup aroma tubuh Jisoo seakan mengingat bahwa itu adalah aroma kesukaannya yang akan sangat ia rindukan. “I must go.” Ucap Jinyoung serak, rasanya ia ingin sekali menangis saat ini, tidak peduli bahwa beberapa orang akan menyebutnya laki – laki cengeng atau apapun.

Jisoo segera melepas pelukannya, pertahanan nya runtuh sudah kini ia sudah menangis lagi bahkan hidungnya pun memerah karena itu. “Kenapa? Bukankah kamu sudah berjanji tidak akan pergi meninggalkanku, Jinyoung-ah?” Jisoo bertanya seraya menatap mata Jinyoung.

“Aku tidak ingin meninggalkanmu, Ji. Tapi aku harus. Ayah sama Bunda memutuskan untuk berpisah, Ji. Ayah ingin aku ikut dengannya untuk meneruskan perusahaan ayah sedangkan Hyunjin tetap disini sama Bunda. Ayah bilang aku harus pergi untuk belajar bisnis, awalnya aku menolak keras keputusan ayah karena aku tidak ingin meninggalkanmu. Ayah paham bahwa sangat berat untukku menerima keputusanya. Ia memberiku waktu 2 bulan untuk menyelesaikan semua urusanku disini. Dan hal pertama yang kupikirkan adalah membuatmu benci padaku. Jadi aku berusaha membuatmu membenciku agar kamu tidak merasa sakit saat kamu tahu bahwa aku akan pergi. T – tapi aku malah membuatmu menangis karena hal itu. Aku memang bodoh, Ji.” Jinyoung akhirnya menjelaskan semuanya.

Jisoo mendengar semuanya dengan jelas, ia paham sekarang. “Termasuk Suzy?” tanya Jisoo, yang dibalas oleh anggukan dari Jinyoung. “Aku meminta bantuan Suzy untuk membuatmu benci padaku. Awalnya dia tidak mau, namun aku memaksanya. Bahkan Taeyong pun tahu itu, dia membantuku. Kau tahu saat aku dan Taeyong bertengkar di parkiran? Itu karena aku membuatmu menangis, Taeyong mau membantuku dengan catatan aku tidak akan menyakitimu, namun ternyata kamu terus – terusan menangis karena aku. Bahkan kemarin saat aku menemuimu dan Suzy, kamu bukannya menamparku karena lebih membela Suzy yang sudah jelas salah, kamu malah menangis lagi. Aku menghubungi Seulgi dan Irene untuk menemanimu di taman belakang fakultas saat itu, karena aku yakin yang kamu butuhkan adalah mereka.” Jinyoung melanjutkan ucapannya.

Jisoo pun menangis lagi karena sekarang semuanya sudah jelas “Kenapa kamu tidak jujur saja padaku, Jinyoung-ah?”

“Tidak bisa, Ji. Aku takut aku akan semakin berat melepasmu, aku takut kamu akan sedih karena itu, dan aku takut kamu tidak akan mau menemuiku lagi.” Jawab Jinyoung.

Jisoo pun memeluk Jinyoung erat, dan menangis dipelukannya. “Aku menyangimu, Jinyoung-ah.” Ucap Jisoo “Aku juga menyayangimu. Maafkan aku.” Jinyoung berucap pelan seraya mengusap rambut Jisoo penuh sayang.

•••

END


Tbh INI JAUH BANGET DARI RENCANA AWAL tapi yauda deh gapapa hehe. Semoga suka yaa! Ditunggu komen nya, walaupun aku jarang banget bales komen tp aku seneng bacanya:D

Fade Away [ JINJI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang