'Pernah berfikir bahwa ibumu, kelak akan menjadi Ibu kita. Namun berada diposisi saat ini sangatlah membingungkan, Ibu siapa yang akan menjadi ibu kita? Dan..siapa kamu itu?'
***
"Farah, dipanggil kepsek tuh!" Tika yang baru dari toilet menghampiri teman sebangkunya dengan tergesa-gesa.
"Ada apa? Ayo temani aku!" Farah menarik tangan Tika sedikit cemas.
Ditemani Tika, keduanya berjalan beriringan ke ruang kepala sekolah.
"A-aku balik ke kelas aja ya? Belum beresin buku yang berserakan tadi di meja. Bentar lagi udah mau jam pulang sekolah nih," gumam Tika. Menatap jam tangan coklatnya.
Farah mengangguk. Sebenarnya gadis itu sangat takut dan gugup untuk berhadapan langsung dengan Ibu kepala sekolah. Tapi apa boleh buat? Tangan putih mulusnya mendorong pintu ruangan itu, ia masuk kedalam ruangan yang sangat sejuk.
"Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumussalam. Masuk." Suara wanita yang terdengar berwibawa.
"Ibu manggil saya?" tanya gadis itu sopan.
Wanita yang mungkin lebih tua dari umminya itu tersenyum, "Iya. Duduk dulu," titahnya.
Farah mengikuti perkataan kepseknya itu. Duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan bundanya Bang Fathur, hanya ada meja cukup besar yang menjadi penghalang.
"Kamu pulang sekolah di jemput?"
Sepertinya wanita dihadapannya ini tak suka basa basi. Farah mengangguk, "Iya, bu."
Wanita itu mengeluarkan handphone dari dalam tas maroonnya, "Telepon orang tua kamu, bilang ga usah jemput kamu hari ini. Bilang aja kamu ikut sama saya sebentar, ada urusan penting."
Farah terdiam, 'urusan apa?'
Gadis itu canggung mengambil handphone yang disodorkan kepala sekolah. Perlahan, jari-jemarinya menari diatas layar handphone, kemudian dia menelpon abi yang biasa menjemputnya.
Awalnya Sang Abi ragu untuk memberikan izin karena tidak mendapat alasan yang jelas dari putri sulungnya, namun gadis itu selalu bisa membuat orang-orang luluh padanya.
"Sudah?"
"Sudah, bu." Farah mengulurkan tangannya, mengembalikan handphone itu pada pemiliknya.
Tak lama, terdengar bel pulang berbunyi. Seketika diluar terdengar sangat ramai seperti biasanya.
"Saya tunggu kamu di depan ruangan. Cepat bereskan barang-barang kamu, ya." Perintah bundanya Bang Fathur.
"B-baik, bu." Farah mengangguk, kemudian beranjak darisana.
Hampir lima menit Farah membuat wanita itu menunggu didepan ruangannya. Ia menghampiri kepala sekolahnya itu dengan sedikit tergesa-gesa.
Sepertinya Bu kepala sekolah sedang menelpon seseorang. Namun dia terlihat kesal karena telponnya tidak diangkat.
"Ayo kita berangkat," kata wanita itu saat melihat Farah sudah berada disamping kanannya.
Farah mengangguk, mengikuti langkah wanita dihadapannya. Menuju parkiran khusus kepala sekolah.
"Eh, bu, saya bisa buka sendiri pintunya." Gadis itu cemas, segera memegang tangan bundanya Bang Fathur. Namun telat, pintu mobil sudah terbuka.
"Gapapa." Bunda Bang Fathur tersenyum.
Baru kali ini sepertinya Farah melihat kepala sekolah yang sangat baik dan tidak memandang status seperti Bu Nida, kepala sekolah MAN Palembang, sekaligus bunda senior yang terkesan killer di sekolah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]
Teen FictionSeorang gadis berdarah Sunda yang wajahnya memikat siapapun yang melihatnya. Harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditol...