Part 16 - Watak Asli

938 107 8
                                    

'Menilai seseorang jangan lihat dari casingnya saja, menilai hatinya tentu lebih penting.'

***

"50!"

"Kamu kira ini pasar bisa nawar-nawar?!" Seru Abhi.

"Aku baru hapal segitu, gimana dong?" Kata Farah. Kurang meyakinkan.

"Setor 100 atau aku ga mau ngajarin kamu lagi!" Ancam Abhi.

Farah tertawa melihat ekspresi serius Abhi, gadis itu mengangguk sembari tersenyum kemudian mulai menyetorkan mufrodat Bahasa Arab semalam sebanyak 100 kosakata yang sebenarnya sudah hafal.

"Bagus, besok setor 150 mufrodat baru!" Kata Abhi setelah Farah selesai.

Farah melongo mendengar penuturan pria dihadapannya. Menghafal 100 kosakata saja ia sampai kurang tidur, bagaimana lebih dari itu? Apa ia tidak akan tidur semalaman?

"Hei, bahkan ustadzah aja ga pernah nyuruh aku ngafal sebanyak itu!" Komentar Farah.

"Bukan ga pernah, tapi belum. Kamu harus banyak latihan hafalan biar ga kaget waktu dikasih hafalan yang lebih banyak dari ini nanti," kata Abhi santai sambil membalik halaman buku ditangannya.

Farah menghela nafas, mengangguk pasrah. Sepertinya arwah baiknya sedang datang, dia tidak berniat berdebat atau mengganggu Abhi lagi sekarang. Hanya menyimak penjelasan yang Abhi berikan.

"Kenapa?" tanya Abhi yang menyadari perubahan sikap gadis itu.

Farah yang sedang menulis dibuku catatan itu mengangkat kepalanya, menatap Abhi tak mengerti dengan maksud pertanyaannya barusan.

"Maaf, bukan maksud aku mau ngebebani kamu. Tapi emang kamu harus tuntas sama materi dan hafalan mufrodat yang aku kasih, itu juga biar kamu mudah untuk berinteraksi disini." Abhi menatap Farah, sesekali memandang ke arah lain Masjid.

"Iya, gapapa." Farah tersenyum tipis.

Mereka melanjutkan pelajaran hingga waktu yang telah ditentukan, mengingat setelah ini keduanya memiliki kesibukan masing-masing. Ternyata benar dugaan Farah, Abhi tidak seburuk waktu mereka pertama bertemu.

"Abhi, besok kamu bisa untuk ga ngajar Farah lagi ya. Soalnya ketua asrama Akhwat udah balik ke pesantren." Suara Ustadzah Nisa terdengar.

Farah dan Abhi yang tadinya fokus dengan buku, kini mengangkat kepalanya menoleh pada Ustadzah Nisa yang sudah duduk di samping Farah, membuat Farah sedikit kaget karena gadis itu terlalu fokus sehingga tidak mendengar ucapan salam Ustadzah Nisa.

"La ba'sa Ustadzah, saya udah terlanjur ngajar Farah. Takutnya nanti Farah jadi ga nyambung sama materinya, jadi biar saya aja yang ngajarin. Mau bagaimanapun ini sudah menjadi tanggungjawab yang harus saya selesaikan." Abhi tersenyum tipis pada Ustadzah Nisa.

Sorot mata Farah teralih pada Abhi, gadis itu menatapnya tak percaya. Bukannya selama ini Abhi terlihat kesal mengajar Farah? Pertemuan mereka selalu diawali dengan perdebatan kecil, kenapa dia tidak mau menyudahinya saja? Dia bisa lepas dari Farah yang aslinya cerewet itu.

Ustadzah Nisa tersenyum, "Baiklah kalau begitu, asal itu tidak mengganggu aktivitas kamu, gapapa."

"Sama sekali ga ganggu kok, ustadzah." Abhi tersenyum.

Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang