Indonesia
"Sayang..sudahlah jangan nangis..." Abhi mengusap butiran air yang sejak tadi turun membasahi pipi Farah. Langkahnya terhenti, Abhi ikut menghentikan langkahnya."Ada apa?" Abhi menatapnya. Sorot mata Farah menangkap sosok yang ia kenal didepan sana. Sosok-sosok dengan wajah bahagia melihat keberadaan mereka. Abhi yang menyadari hal itu mengikuti sorot mata Farah kemudian mengisyaratkan agar Farah bersikap baik-baik saja.
"Ahlan wasahlan..ahlan wasahlan wa marhaban.." Ilyana paling pertama menghampiri mereka, bersama putra kecil digendongannya.
Tepatnya di bandara, semua berkumpul menyambut kepulangan Farah dan Abhi. Abi, Ummi, Ayah, Ibu, Adhwa, Nafsah, Alin, Ilyana, Akbar, dan..seorang bayi kecil digendongan Ilyana.
Semua menyambut mereka dengan pelukan hangat, senyuman dan tawa kecil menghiasi perjalanan pulang mereka ke rumah. Senyuman di wajah Farah, tidak! Ia tidak tersenyum, mungkin lebih tepatnya Farah sedang menutupi goresan luka saat ini.
Langkahnya memasuki rumah tempat ia dan Abhi memulai semuanya bersama, memulai kehidupan baru yang mereka rintis bersama. Sudah sangat lama rumah ini kosong, hanya sesekali Abhi meminta asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah disaat mereka tak berada didalamnya.
"Ayo, ayo masuk.." kata Abhi dengan senyuman yang terlukis manis diwajahnya. Semua orang yang menyambut di bandara tadi mengucapkan salam dan masuk kedalam rumah lalu duduk di ruang tamu dan ruang keluarga.
"Farah, mau kemana?" Suara itu menghentikan langkah Farah yang hendak menaiki anak tangga.
Semua sorot mata tertuju kearahnya, "Mau bersih-bersih bentar Ly," sahut Farah.
"Istirahat aja kalau kamu capek, Sayang." Abhi yang menyeret beberapa koper kedalam rumah ikut berdialog.
"Nanti Farah turun lagi, Mas." Farah tak menghiraukan tatapan heran penuh tanya keluarga besarnya. Mungkin mereka agak aneh dengan sikap Farah.
Tak sampai 20 menit Farah kembali turun kebawah untuk bergabung dan bertukar cerita dengan keluarganya saat ini.
Setiap langkah menuruni anak tangga ia membaca 'Laa haulaa walaa quwwata illaabillaahil'aliyyiladziim' hatinya benar-benar berharap penuh pada Allah saat ini. Besarnya harapan Farah pada-Nya saat ini belum pernah terjadi sebelumnya, dimana ia benar-benar merasa hidup, mati, dan segala urusannya benar-benar ia serahkan pada-Nya dan Farah juga sangat memohon pada-Nya. Memohon kekuatan hatinya untuk menerima ketetapan-Nya dan memohon agar harapannya dapat dikabulkan oleh-Nya. Harapan untuk menjadi seorang ibu.
Tepat dianak tangga terakhir, tubuhnya terasa lemas, mungkin Farah terlalu kelelahan. Semua yang ia lihat tampak kabur dan berputar, kepalanya terasa berat dan sakit, begitupun dengan rasa mual yang datang tiba-tiba. Farah tak tahu bahwa perjalanan pulang ke Indonesia membuatnya begitu selelah ini, hingga ia tak dapat menopang tubuhnya lagi. Membuat tubuhnya ambruk ke lantai, hingga semuanya..gelap.
***
"Sayang..?" Tangan Abhi mengusap kepalanya lembut. Farah membuka matanya perlahan.
Matanya memonitor seisi ruangan yang tampak ramai, "Mas," lirihnya.
"Iya, Sayang." Abhi tersenyum, duduk disamping kanan ranjang Farah sambil mengusap pipi putih lembut istrinya.
"Kayaknya Farah masuk angin deh, Mas. Kepala Farah pusing banget, terus mual juga." Abhi menatap mimik wajah istrinya yang satu ini sangat berbeda dari biasanya, ekspresi manja yang lucu dan jarang dia lihat dari sosok Farah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]
Teen FictionSeorang gadis berdarah Sunda yang wajahnya memikat siapapun yang melihatnya. Harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditol...