One year later...
Cairo, Mesir
"Sayang kok belum diberesi pakaiannya?" Abhi menghampiri Farah.
"Farah takut, Mas." Farah berkata lirih.
Abhi mengernyit, "Takut kenapa?"
Farah menghela nafas pelan, "Pasti semuanya mengharapkan kepulangan kita bersama mujahid kecil kita, Mas." Butiran bening itu mendadak lolos dari pelupuk matanya.
Abhi menarik Farah kedalam pelukannya, membuat kepala Farah berada pada bidang dadanya. "Sayang jangan nangis," lirihnya pelan kemudian mencium kepala Farah lembut.
Farah menyeka air mata yang jatuh dari ujung matanya, ia menarik nafas berat kemudian mengatakan hal yang sangat menyakitkan baginya.
"Farah ikhlas kalau Mas mau nikah lagi," katanya. Abhi langsung melepaskan pelukannya, memegang kedua bahu Farah membuatnya berhadapan dekat dengan Abhi.
Kepala wanita itu tertunduk, ia sama sekali tak berani menatap wajah suaminya. "Kamu bilang apa?! Sayang tolong jangan berfikir saya akan lakuin itu ke kamu." Tangisnya pecah mendengar penuturan Abhi.
"Farah ikhlas, Mas. Mas pasti pengen punya keturunan, kan? Semua keluarga pasti juga mengharapkan hal yang sama dari Mas. Tapi Farah ga bisa kasih itu ke Mas, maafin Farah, Mas." Tangisnya semakin menjadi-jadi. Abhi kembali menarik Farah kedalam pelukannya.
"Shttt. Ngga sayang, kamu istri terbaik yang Mas punya dan Mas ga bakalan ngeduain istri Mas," katanya lembut penuh keyakinan.
"Tapi Farah ga bisa kasih keturunan buat Mas. Farah istri yang ga sempurna, Mas." Air mata Farah kini membuat baju yang dikenakan Abhi basah karna ulahnya.
Abhi melepaskan pelukannya, menarik lembut tangan Farah untuk duduk ditepi ranjang, membuat tubuh Farah menghadap padanya. Tangannya membelai lembut kepala Farah, kemudian kedua tangannya setia berada dipipi istrinya dan mengusap setiap air mata yang jatuh.
"Sayang, dengerin Mas. Kamu bukannya ga bisa kasih keturunan buat saya, tapi belum bisa. Karna mungkin Allah belum menakdirkan kita untuk jadi orang tua, mungkin belum rezeki kita, Sayang. Sayang, ga ada yang sempurna di dunia ini. Tapi bagi saya kamu istri yang mendekati kata sempurna itu. Mas ga bakalan pernah ninggalin kamu, percaya sama Mas," tuturnya lembut penuh ketegasan dan keyakinan yang kuat.
"Maafin Farah, Mas," kata Farah pelan. Kini air matanya mulai terkontrol mendengar ucapan Abhi barusan.
"Kamu ga perlu minta maaf, Sayang. Kamu udah lakuin kewajiban kamu sebagai seorang istri dan itu udah cukup buat Mas." Abhi tersenyum, senyuman yang menguatkan.
"Sekarang kamu siap-siap sana biar saya aja yang beresi pakaiannya kedalam koper. Jangan ngebantah, ini perintah suami!" tegasnya. Abhi tertawa, seolah dia tau bahwa Farah akan menyanggah perkataannya. Farah tersenyum, menuruti perkataan suaminya.
Tak terasa setahun lebih sudah mereka berada di negeri orang itu. Begitu menginjakkan kaki disana, rasanya hampir tidak pernah ada masalah diantara Farah dan Abhi, kalaupun ada masalah Abhi selalu bersikap dewasa menghadapi Farah yang lebih muda beberapa bulan darinya. Abhi adalah sosok suami yang pengertian, penyabar, tangguh, dan tak segan membantu pekerjaan istrinya mau pekerjaan rumah sekalipun, ahh dia suami terbaik yang Farah miliki.
Farah tau kepulangan mereka ke Indonesia pasti sangat dinantikan, apalagi kepulangan setelah setahun lamanya. Kabar tentang hubungan keduanya pasti sudah tak asing lagi, apalagi pernikahan mereka yang genap setahun bukan tak mungkin jika sudah memiliki momongan, setidaknya sudah ada calon bayi didalam kandungan. Tapi tidak dengan Farah, ia sama sekali belum merasakan adanya detik-detik kebahagian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]
Teen FictionSeorang gadis berdarah Sunda yang wajahnya memikat siapapun yang melihatnya. Harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditol...