“Maaf, Danila Ruby. Kamu tidak lolos dalam event pertukaran pelajar tahun ini. Aplikasi kamu berada dalam zona merah.”
Dalam bilik kamar mandi gadis itu menangis, menyesal karena usahanya tidak maksimal untuk membuat sebuah aplikasi yang masuk dalam kategori. Ingin rasanya Danila mengenyahkan rasa gagalnya, tapi itu tidak bisa.
Seakan tak terima, rasa gagal itu terus menjadi beban untuk Danila. Tak peduli lagi keadaannya sekarang yang berantakan, matanya sembab akibat terus-terusan menangis.
Ah, rasanya Danila akan merepotkan Ibu panti lagi sekarang. Ia kira dengan ia di terima sebagai siswi beasiswa di luar negeri itu akan mengurangi beban Ibu panti yang fokus mengurus adik-adiknya.
Mengingat tentang panti asuhan dimana ia tinggal, gadis itu tersenyum tipis. Otaknya kembali pada kejadian-kejadian dimana adik panti menyemangatinya dengan sorakan yang lucu.
Selesai dengan mengurungkan diri untuk menangis, Danila mencuci wajahnya sekaligus bercermin di wastafel. Sungguh, keadaannya jauh dari kata baik-baik saja.
Saat keluar dari toilet, Danila dikejutkan oleh sebuah tangan menarik pergelangan tangannya, gadis itu membelalakan kedua bola matanya saat tau orang itu adalah Devano.
“Lala, ikut gue.”
Lala? Oh my god, itu terdengar sangat hangat bagi Danila.
Tak ada jawaban dari si gadis. Dia hanya pasrah ditarik oleh Devano saat ini, sampai langkah keduanya terhenti di lab kimia. Hanya ruangan itu yang kosong saat istirahat. Serasa sepi dan jauh dari jangkauan Satya atau Dita, sekalipun!
Devano mengangkat dagu Danila dengan tangan lain untuk menghadap ke arahnya. Tatapan keduanya bertemu dan saat itu juga gadis berpipi chubby ini menyesal, ketika mata Devano menatapnya teduh dan itu membuat Danila menangis pecah.
“Udah. Jangan terlalu di pikirin, mungkin ini yang terbaik buat lo. Karena bagi gue, lo pemenang.” ujar Devano dengan suara yang lembut, tangannya menepuk pelan kepala Danila. Itu membuat Danila sangat tenang—bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya.
“Gue masih enggak ngerti aja. Kenapa coba aplikasi gue di tolak?” sela Danila cepat, lalu menundukkan kepalanya.
“Gue tuh pengen banget ngelanjutin bidang study di Belanda. Tapi, lo tahu sendiri 'kan? Gue cuma anak dari panti asuhan. Sedangkan tabungan gue harus dipakai untuk cuci darah Aden kemarin, dia salah satu adik di panti yang menderita Chronic renal failure.”
Ngomong-ngomong tentang adiknya yang bernama Aden, gadis itu tersenyum tipis, seakan kembali bersemangat, buru-buru Danila menghapus jejak air matanya lalu mengajak Devano mendekati papan tulis yang ada di sana.
“Nono sini deh,”
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE GAME
ФанфикDua insan keras, ego sama-sama kuat, namun saling bertaut. "Gue lebih hebat daripada lo!" "Otak gue lebih berbobot." Devano Sanjaya dan Danila Ruby, rupanya mereka habis menelan magnet semalam. Buktinya, mereka saling tarik menarik satu sama lain. D...