Desember adalah bulan penuh bahagia, katanya. Tapi aku masih di asrama, berpikir tentang apakah harus melewati libur natal di rumah selama lebih dari sepuluh hari. Aku tidak ingin pulang. Lebih baik disini. Tak apa.. tapi tak bisa. lantas aku harus kemana? rumah siapa yang dapat kuketuk tahun ini?
"If, ayo, gak siap-siap?" suatu suara mengagetkanku. sejak kapan dia ada dikamar?" pikirku.
"entahlah, aku bingung harus pulang kemana." jawabku sekenannya.
"haha.. sejujurnya aku juga." katanya. "aku tidak tau harus menemui siapa dirumah. kau tau orang tuaku sudah tidak ada. saudara-saudaraku mungkin akan terlambat 5 hari setelah natal." aku terdiam. sebenarnya hatiku berontak dan ingin melawan, namun bibirku kelu, takut menyakiti. "aku bukan ingin menbandingkan kesusahanmu dengan kesusahanku, karena setiap orang pasti punya pergumulan sendiri.
Namun saranku, pulanglah, selagi Desember masih berbicara tentang kepulangan. Selagi kue tahun baru buatan Ibu masih tersedia di ruang tamu. Karena akan ada waktunya Desember hanya akan berbicara tentang rindu, hujan dan kenangan." lanjutanya lagi. Aku masih diam, tak bergeming. "aku pergi dulu ya.. " katanya lagi. Aku mengangguk dan menatapnya pergi dengan berbagai pikiran dikepalaku.
merenung.. dan memutuskan berkemas untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Heart, why She?
Romancebanyak hal yang mungkin tidak kita mengerti, dan kita tidak harus mengerti segala sesuatu, tapi hidup harus tetap dijalani, kan? Ketika kau tidak mampu mengerti, waktu akan membuatmu mengerti. Ketika kau tidak mampu memilih, waktu akan memilihkannya...