Chapter 6

13 0 0
                                    

"Dikamar mungkin." Jawab papah... Farhan.

"Nggak ada."

"Didapur lagi masak kali." Ketus istri pak Wijaya.

"Nggak ada juga mah."
"Emang papah sama mamah nggak ada yang liat Fatimah dari tadi ?" Tanya Farhan sekali lagi dengan wajah panik.

"Mama sih liatnya cuma tadi pagi aja."

Fatimah kemana sih nggak izin dulu. Gumam Farhan dan mencari kedua kakaknya yang ternyata sedang menikmati keindahan malam dibelakang rumahnya.

"Kak." Sapanya.

"Loh tumben pulang cepat." Kata Lolita merubah posisi duduk.

"Kak Mira sama kak Lolita liat Fatimah nggak ?"

"Nggak." Jawab mereka serentak dengan wajah heran.

"Emang nggak ada dikamar ?" Tanya Rio, suami Lolita yang tiba-tiba muncul dari pintu.

"Nggak ada. Aku udah cari keliling rumah tapi nggak ketemu." Agak panik.

"Makanya kamu harus ceraikan dia. Nanti malah ngelunjak." Tambah Mira sedikit emosi.

"Nah ini diaaa. Dicariin dari tadi. Kamu kok bisa pulang sama suaminya Mira ?" Tanya mamahnya yang mendapati mereka baru sampai.

"Tadi, nggak sengaja ketemu dijalan mah." Kata Fatimah menunduk.

"Iya mah. Tadi aku liat dia dihalte lagi kehujanan." Tambah Doni untuk lebih meyakinkan.

"Ya udah Doni kamu istirahat." Ia pun bergegas kekamarnya.
"Fatimah !!! Kamu dari mana aja ? Keluar nggak izin sama orang dirumah. Udah merasa jadi nyonya disini ? Hahh !!" Bentak mertuanya.
Sedangkan yang dimarahi hanya bisa menunduk dan menangis tanpa memberontak.

Farhan, Mira, Lolita, serta Rio mendengar suara bentakan yang ditujukan kepada Fatimah. Mereka langsung menuju sumber suara dengan langkah lebar.

"Ayo jawab dari mana aja !!" Suaranya semakin keras. Sampai Azka, anak Mira menangis. Akhirnya ia tidak bisa melihat kejadian menyenangkan itu.

"Dari masjid mah." Fatimah terus menunduk, takut melihat wajah mertuanya yang marah. Untunglah pak Wijaya datang membantu menenangkan istrinya.

"Mah udah. Bukannya disuruh ganti baju malah dibentak-bentak. Nggak liat dia basah kuyup."
"Fatimah kamu naik. Ganti baju nanti masuk angin."

"Iya pah."

"Eh Fatimahh mamah belum selesai ngomong."

"Udah mah. Biar Farhan yang nanya langsung."

***

Ia masih heran, kenapa Fatimah pergi tanpa izin darinya. Padahal mereka tidak punya masalah. Atau mungkin istrinya ada perlu diluar. Tapi apa ? Dia beberapa hari di Jakarta.

Ckleek...
Lamunan Farhan terhenti melihat Fatimah keluar dari kamar mandi. Lalu menuju tempat tidur tanpa berkata apapun. Mungkin dia lelah...

"Fatimah." Melirik istrinya.

"Iya."

"Kamu dari mana ?"

"Apa pentingnya buat kamu. Aku harap hubungan kita masih bisa diperbaiki."
Farhan menoleh dan kaget dengan kalimat barusan.

"Maksud kamu apa ?"

"Kalau kamu menikah dengan aku hanya karena harta warisan, gugurkan niat kamu itu !"
Farhan semakin kaget bukan main.

"Kamu kok bisa ngomong gitu ?"

"Aku dengar percakapan kamu tadi pagi."

"Oh. Makanya itu kamu pergi." Ketusnya.

Fatimah hanya diam.

"Maaf."

"Aku maafkan kamu. Tapi tolong, nikahi aku karena Allah bukan karena harta warisan." Meneteskan air mata.
Farhan seperti tenang-tenang saja melihat Fatimah mulai menangis. Tapi ia mulai luluh saat istrinya menoleh dan duduk menatap lekat wajah Farhan.
"Kalau aku tahu kamu menikahi aku karena ada maksud lain, aku nggak akan terima lamaran kamu. Hiks...hiks...hiks...."
Farhan langsung memeluk Fatimah dan meminta maaf dengan tulus. Tapi ia tidak membalas pelukannya.
"Aku tahu cerai adalah perkara halal yang dibenci Allah. Tapi aku nggak bisa meneruskan pernikahan kita. Aku takut setelah melahirkan nanti terpisah dengan anakku sendiri. Jadi aku minta cerai sekarang sebelum terlambat." Tambahnya.

"Nggak bisa Fatimah." Ujar Farhan. Lantas memperbaiki posisinya untuk istirahat.

Fatimah terdiam kaku menahan tangisnya.


Ceritaku kurang menarik kayaknya yah buktinyaaa pembacanya nggak ada 😅😅😅
Nggak apalah.. ini kan hobi. Mau ada pembaca ataupun nggak, untuk sekarang aku nggak peduli.
Yang penting idenya udah dituangkan disini rasanya legaan gituhh 😆😆😆

PERJUANGAN DAN TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang