4

1.2K 157 9
                                    

Entah bagaimana, kami bertiga berkumpul di meja yang sama beberapa hari kemudian. Ok, Vivin kelihatan senang. Tapi jujur saja, aku tidak. Duduk menghadap saingan itu serasa menyeberangi jembatan yang hampir putus. Ngeri.

"An, kamu pesan apa?" Vivin menyodorkan buku menu ke hadapanku. Bukan main, warung bakso sekarang punya buku menu ternyata. Padahal di dalamnya dari menu satu sampai empat belas tulisannya "bakso" semua. Bakso urat, bakso keju, bakso bunting, dan berbagai macam bakso yang bernama lucu tapi intinya tetap sama--bakso bulat seperti bola pimpong.

"Gue ditanya juga dong, Vin." Pavlov menarik buku menuku ke arahnya. Apa-apaan dia? Kekanakan sekali. Bikin malu.

"Sabar, elah. Gantian. Ayo Juan, kamu pesan dulu." Vivin mengoper buku menu itu kembali ke arahku. Anjir, semoga buku menunya baik-baik saja dan tidak pusing mendadak. Sabar, sayang, para manusia laknat ini memang tidak tahu terima kasih atas pengorbananmu.

"Huh." Pavlov gila mulai menggonggong. Aku tersenyum penuh kemenangan. "Makasih, Vin." Kataku. Berkatmu, harga diriku melambung tinggi di depan Pavlov. Haha.

Aku memilih menu kelima, bakso bunting dan es teh. Setelah itu, Vivin memesan bakso keju dan es jeruk. Terakhir, Pavlov pesan bakso bunting dan es teh. Eh tunggu, bakso bunting dan es teh?!

"Kok menu lo sama kayak gue?" Aku menggerutu pelan di depan Pavlov. Kulihat Mas pelayan yang awalnya sibuk mencatat pesanan, sedikit melirik ke arah kami. Sama sekali tidak lucu. Seharusnya menuku dan Vivin yang sama supaya romantis. Nah ini? Yak, inilah yang dinamakan dengan momen greget.

"Apaan sih lo? Jangan malu-maluin!" Dia menepuk tanganku pelan. Aku bayar, kenapa harus malu? Aku akan lebih malu kalau menu kami sama. Kesannya, ergh, kami seperti ada sesuatu. Aduh, membayangkannya saja membuatku merinding.

"Ganti menu sana." Balasku, langsung ke inti permasalahan.

"Hah? Kenapa gue harus? Gue mau pesan itu, bego. Kalau lo mau menu kita beda, ya sana ganti sendiri." Lagi-lagi dia membalasku dengan suara menyebalkannya.

Vivin di depan kami tiba-tiba tertawa. "Kalian ini kenapa? Gak masalah kan menunya sama, toh kalian juga makan di mangkuk masing-masing. Kecuali kalau kalian mau saling menyuapi." Godanya. Mendengar ucapan Vivin, spontan aku memasang gestur muntah. Yang benar saja?!

"Tenang aja, gak sudi gue kalau harus suap-suapan sama lo. Mendingan gue pulang masak mie kalau itu sampai terjadi. Hii." Dia bergidik ngeri. Siapa juga yang mengharapkan hal itu terjadi? Mendingan aku mati muda daripada harus menyodorkan sendok ke mulut busuknya.

Dasar tukang ge-er.

##

#30DWC #30DWCJilid16 #Day4

Terima kasih sudah membaca, jangan lupa vote dan comment ya :v

Pavlov & KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang