16

623 101 41
                                    

Sesuai janjinya, Pavlov menjauhi Juan. Mulai dari mengurangi frekuensi komunikasi, kemudian berlanjut dengan menghilangkan frekuensi bertemu. Dengan usaha yang tidak sedikit sekaligus menyakitkan itu, dia berhasil. Pada satu tahun pertama. Setidaknya waktu itu ada ujian nasional sebagai alasannya. Juan yang berada di angkatan yang sama, tentu memaklumi alasan Pavlov. Sebagai dampaknya, Juan juga jarang menghubungi sekaligus bertemu dengan Pavlov.

Tapi begitu sampai di tahun kedua, Pavlov tahu dia mulai goyah.

Mereka berdua memang sama sekali tidak bertemu karena beda perguruan tinggi. Alasan 'belajar buat ujian, blablabla' sudah tak mempan lagi bagi Juan. Bahkan ketika Pavlov tetap teguh memegang janjinya, ada saja chat lucu Juan yang mengundang---minta dibalas. Dan sialnya, Juan selalu mengirim chat minimal dua kali sehari.

Rasa suka Pavlov masih sama dan kali ini bukan dia yang mendekati Juan duluan. Jadi, apa salahnya? Toh mereka juga tidak sampai bertemu secara langsung. Mungkin karena alasan ini, Pavlov yakin Vivin tidak akan memergokinya.

Karena terbiasa komunikasi---meski jarak jauh, baik Pavlov atau Juan tidak bisa menahan perasaan ingin reuni. Dibalik rasa selalu ada keinginan, dan karena diamini tiap hari akhirnya mereka benar-benar bertemu dalam momentum yang sama.

Pertemuan pertama setelah sekian lama vakum berjalan cukup normal. Mereka masih dua orang yang sama. Tidak ada rasa canggung sama sekali. Bedanya, Pavlov sengaja mengajak Juan bertemu di kafe yang jauh dari peradaban Vivin. Meski mengundang tanya dari mulut Juan, Pavlov tetap kukuh dengan pilihannya.

Kesan pertama yang lancar dan tampak mengalir semakin menggoda iman Pavlov. Dan nyatanya dia memang benar-benar tergoda. Dia selalu mengesampingkan janjinya. Kembali lagi ke prinsip awal, toh Vivin juga tak tahu-menahu. Mengenai dosa, biarkan itu jadi urusannya dan Tuhan.

"Mau ketemu?" dan ketika ajakan Juan datang lagi. Pavlov tahu dia tak bisa menolak.

Ada semacam kebahagiaan karena hubungannya dengan Juan masih lancar, sementara Vivin juga buta dengan kedekatan mereka kembali.

Otomatis, dia mengiyakan.

Pada akhirnya, mereka sering bertemu. Paling sering tiga kali dalam seminggu.

Dia senang karena bisa memupuk rasa cintanya pada Juan.

Sampai di sini, Pavlov yakin dia melakukan semuanya atas nama cinta.

###

Hal yang sama juga dirasakan Juan. Tapi dia mencoba tetap menyeimbangkan kedua hubungannya dalam sekali waktu.

Salah satu caranya adalah tetap mengajak Vivin kencan.

"Kamu melamun apa?" tanya Vivin sembari tersenyum manis. Seperti biasa, mereka ada janji untuk bertemu di taman sepulang kuliah.

Juan dan Vivin yang beda jurusan memang menempati gedung yang berbeda tapi esensi yang sama: satu univ aka tiap hari bisa ketemu.

“Utang di warung sebelah,” gurau Juan. Sembari membandingkan senyum Pavlov dengan senyuman Vivin barusan.

“Kamu masih ingat temanku?” tanya Vivin.

Juan auto connect. Tapi enggan mengaku. “Teman yang mana?” tanyanya balik, sok pasang tampang goblok.

“Pavlov. Dia mau pindah ke kampus kita!” kata Vivin sembari tertawa sumringah.

Juan tertawa hambar. “Ha-ha.”

“Rencananya dia mau join di kosmu. Kamu keberatan?” tanya Vivin tiba-tiba.

“Biar kupikirkan dulu, Beib.”

Pavlov & KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang