Tiga

3.9K 338 10
                                    

Jangan ditanya! Irene sedang kesal saat ini.

Menatap jengah ke arah Taehyung yang sibuk berbicara dengan gadis lain di depan sana. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi hal itu membuat darah Irene serasa mendidih.

Emosi sekali, Taehyung mengabaikan dirinya dan memilih berbicara dengan gadis bermarga Kim lain saat mereka sedang mengantri untuk pesan makanan.

Posisi keduanya ada di cafe dekat kampus. Permintaan Irene yang sebelum, ingin nongkrong sambil makan. Niatnya saat sudah sampai kos, gadis itu langsung mandi dan mengistirahatkan diri karena rasa lelah yang mendera.

Sebagai seorang lelaki sejati—kata Taehyung. Lelaki itu berdiri di depan sana, antrian panjang rasanya tidak sebanding dengan wajah lelah Irene. Taehyung tentu saja berdiri dengan jantan, menunggu hingga antrian makin menipis. Namun tepukan di bahu membuatnya menoleh dan—mendapati Kim Jennie dengan senyum merekah.

By the way, Jenie suka sekali dengan Taehyung. Bahkan satu fakultas juga tahu bagaimana nekatnya seorang Kim Jennie yang berusaha mendekati Kim Taehyung walau status lelaki itu adalah pacar Bae Irene.

Ya, bagaimana satu fakultas tidak tahu. Jika saat hari pertama ospek Jennie secara terang-terangan mengatakan di kantin bahwa ia menyukai Taehyung. Dibalas pemuda itu dengan ucapan maaf dan mereka hanya menjalin pertemanan karena kebetulan satu kelas.

Tapi, siapa yang tahu, kan? Bisa saja Taehyung juga menyimpan rasa secara diam-diam. Ah, ini adalah pikiran Irene.

Ada rasa tidak suka, ketika Taehyung begitu akrab berbicara dengan gadis lain. Irene rasanya marah, tidak suka miliknya sedekat itu dengan yang lain.

“Mati aja lo berdua!” umpat Irene dengan jengah. Tatapannya tajam menghunus punggung dua manusia yang berada tidak jauh darinya.

Tidak lama, Taehyung kembali dengan membawa nampan berisi makanan. Wajahnya terlihat mengejek dengan smirk kemenangan tercetak di bibir. Ada rasa puas melihat wajah gadisnya tertekuk dengan pandangan datar menghadapnya.

Taehyung terkekeh, terlalu hapal dengan sosok Irene yang diam-diam menyimpan kecemburuan yang begitu besar. Tidak dipungkiri hal itu membuatnya senang, bahkan tadi saja ia memang sengaja menggoda Irene. Pst—jangan bilang, ya!

“Kenapa kamu? Cemburu?”

“Nggak, najis banget!”

“Astaga, pacar sendiri dihina kayak gini.”

Irene memutar bola matanya. “Memang, kok. Dasar, sok ganteng!”

Kim Taehyung tertawa keras. Tangannya terulur mengacak rambut kekasihnya dengan gemas. Kemudian mencubit pipi kanan gadisnya hingga Irene mengaduh kesakitan.

“Nggak usah tebar pesona, mukamu nggak pantes!”

“Bilang aja cemburu, kak.”

“Pengen banget, sih!”

Taehyung angkat bahunya, cuek. Beralih memegang ponsel berniat bermain game. Jimin mengajaknya mabar—main bareng—dan posisi Taehyung saat ini menyamankan diri. Pandangannya fokus ke arah ponsel dengan tangan menekan cepat ke arah layar, ah, jangan lupakan suara lelaki itu yang berisik sekali bersahutan dengan suara Jimin yang tidak terdengar jelas.

Irene menikmati makanannya sendiri. Taehyung tidak mau makan, hanya sekedar menemani Irene karena perutnya masih terasa kenyang. Dan keadaan ini dimanfaatkan oleh Irene menikmati makanan ditambah dengan ketampanan Taehyung yang membuatnya merasa sombong.

Ah, kekasihnya ini tampan sekali. Bagaimana rahang itu terpahat dengan tegas, matanya tajam dengan bulu mata lentik yang indah, alis tebal, hidung tinggi, bibirnya tipis dan membentuk kotak ketika tersenyum. Rasanya Irene seberuntung itu mendapatkan Taehyung yang tampan dan bertanggung jawab.

Eh, jangan beri tahu Taehyung, nanti kepalanya besar.

Tumpu dagu di atas tangannya. Makanan jadi terasa tidak menarik lagi, perhatiannya kini terfokus pada Taehyung yang bermain game dengan mimik wajah serius. Membuat Irene tersenyum manis.

Tiba-tiba otaknya memproses, niat menggoda muncul dalam pikirannya. Irene mengambil ponselnya dalam tas, mengotak-atik benda pipih itu dengan tatapan jahil. Menekan kontak seseorang yang kini berubah menjadi nada sambung.

“Bangsat! Siapa ya—astaga, kak, jangan ganggu dong, kalah loh akunya!” gemas Taehyung dengan wajah tidak terima.

Rasanya frustasi sekali, permainan hampir selesai dengan kemenangan yang akan berada di tangan Taehyung. Nyatanya justru menjadi sulit ketika kekasihnya malah menggagalkan permainannya dan otomatis dimenangkan oleh Jimin.

Tersangkanya hanya terkekeh, menjulurkan lidah lalu menaikkan alisnya, tanda mengejek yang sangat puas sekali. Ingin sekali Taehyung membungkus kekasihnya dan ditukarkan dengan vacuum cleaner saja.

“Kamu tuh, gitu amat, sih, biasanya juga nggak papa.”

“Overdosis.” ketus Irene. “Pacaran sana sama game!”

“Ah, elah, kamu tuh, kak!”

“Apa? Protes terus, tak tinggalin kamu lama-lama!”

Taehyung kembali terdiam, memilih jalur aman daripada kena imbas. Walau dalam hati masih merasa dongkol karena Irene seenaknya membuat kalah permainan. Ingin marah, tapi ya gimana? Marahnya Irene jauh lebih sadis. Lebih baik mengalah dan diam saja, tidak mau cari mati.

“Makanmu lanjutin.” titah Taehyung tegas. Kebiasaan gadisnya tidak menghabiskan makanan memang harus diubah.

“Ck, iya.” jawab irene.

Gadis itu memakan lagi dengan lahap, masih tersisa setengah karena ia sibuk memandangi kekasihnya. Irene tidak suka makan sendiri, tapi lebih tidak suka lagi ketika ia makan dan Taehyung hanya diam mengacuhkan. Segala cara akan ia lakukan agar Taehyung melihatnya, terlalu kekanakan, tapi ia merasa begitu dipuja jika Taehyung melakukannya.

“Enak, nggak?”

Irene mengangguk antusias, ini makanan favoritnya. Ditambah Taehyung yang memperhatikannya. Nafsu makan meningkat drastis!

“Pelan, sayang. Belepotan itu mulutnya.”

Irene mengangguk. “Kamu mau?”

“Boleh, suapin, ya?” pinta Taehyung.

Tangan gadis itu terulur, mengarahkan sumpit ke arah Taehyung dan terima baik oleh lelaki itu. Mengangguk tanda setuju ketika Irene bertanya tentang rasa makanan yang menurutnya memang enak.

“Besok-besok makan di luar lagi, ya? Bosen akunya makan cuma di kos, atau paling di apartemenmu.”

Taehyung membenarkan ucapan Irene. Mereka jarang sekali untuk sekedar makan atau kencan. Lebih sering mendekam di zona nyaman masing-masing.

“Kamunya sibuk terus, aku mau ngajak juga susaj, ditolak mulu, kan?”

“Iya, maaf, capek banget, Tae. Tugasku numpuk, badanku rasanya capek, pengen tidur, istirahat.” Jawab Irene. Menginjak semester lima, tugas gadis itu sangat banyak. Belum lagi sistem magang yang akan dilakukan kekasihnya. Taehyung sendiri memahami, tapi kadang Irene lupa dengan kondisi.

Terlalu lelah, lebih mementingkan tidur atau bermalas-malasan ketimbang mengisi perutnya. Jika waktu senggang, gadis itu akan kembali mengerjakan tugas, sangat tidak memperhatikan kondisi tubuh. Membuat Taehyung ekstra ketat menjaga kekasihnya, mengingatkan perihal makan, vitamin, dan hal-hal lainnya agar Irene tidak drop.

“Ya udah, kapan-kapan kita keluar lagi, oke?” ajak Taehyung. “Oh iya, bunda nanyain kamu.”

“Bunda udah pulang?”

Taehyung mengangguk. “Udah tadi malem, terus tadi telfon aku, suruh ajak kamu ke rumah, kangen calon menantu.”

Irene tersenyum, hubungannya dengan bunda Taehyung terbilang baik sejak mereka bertemu pertama kali. Bahkan tak jarang Irene menginap di rumah Taehyung jika bunda mengatakan rindu.

Hanya saja, panggilan ‘calon mantu’ yang dilontarkan Bunda Kim selalu membuatnya malu. Belum terbiasa, walau dalam hati merasa hangat karena ia diterima dengan baik oleh keluarga kekasihnya.

AMANTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang