Latar sore hari ini adalah rumah keluarga Kim Taehyung. Niat mempertemukan kekasih dengan sang bunda yang menerornya setiap hari agar bisa bertemu Irene.
Gadisnya mengetuk pintu, terdengar suara sahutan di iringi langkah kaki dari dalam sana. Yakin sekali bunda Kim pasti senang bertemu dengan ‘calon menantu’nya.
Pintu terbuka, menampilkan sosok wanita berusia empat puluhan tengah tersenyum cerah. “Astaga, sayang, bunda kangen banget sama kamu!”
Saling berpelukan, keduanya seperti ibu dan anak yang sudah lama terpisah. Sambil tersenyum dan mengucap kata saling rindu. Taehyung tersenyum melihatnya, merasa bahagia karena dua wanita kesayangannya berada dalam satu lingkup yang membuatnya berdesir hangat.
Mereka memasuki rumah dengan senyum merekah. Irene berjalan digandeng bunda yang mengarahkan ke ruang tamu. Duduk di sofa saling berhadapan.
“Gimana sayang kuliahnya, lancar?”
“Lancar bunda, banyak tugas, sih, tapi aku bisa ngaturnya, kok.”
Taehyung hanya menaikkan alis. “Apanya ngatur? Kalo nggak ditarik buat makan, dia nggak bakalan mau makan, bun!” adu lelaki itu, dibalas pelototan tajam kekasihnya.
“Jangan terlalu diforsir, ya? Jaga kondisi kalian.” Dibalas anggukan kepala keduanya.
“Taehyung, ambilin minum, sana!”
Yang disebut namanya hanya bisa mengerjap. “Kok aku, bun?”
“Terus siapa? Bibi libur.”
“Ya terus minumnya buat siapa? Irene? Dia bukan tamu juga, katanya calon menantu, suruh ambil sendirilah!”
Bunda menyilangkan tangan di depan dada, menatap Taehyung nyalang. “Berani banget kamu nyuruh anak bunda?”
“Loh, aku bukan anak bunda juga?”
Bunda menggeleng. “Jelas bukanlah. Kamu kan anak nemu!”
Tuhkan, bundanya itu selalu kumat jika sudah bertemu dengan Irene. Menistakan anak sendiri dan mengistimewakan kekasihnya. Ya, senang juga sih sebenarnya. Tapi tidak seperti ini juga dong!
Kim Taehyung hanya bisa mendengus kesal sedangkan Irene sudah tertawa terpingkal. “Awas aja ngerengek ke aku!” kesal lelaki itu.
“Ngancam loh kamu?”
“Nggak!” Taehyung ngambek mode on.
Sekali lagi, Irene berhasil dibuat tertawa karena kekasihnya itu merajuk kesal dengan wajah yang menggemaskan. Setelahnya, pandangan gadis itu teralihkan ke arah Bunda Kim.
“Bunda nggak usah repot, nanti aku ambil sendiri, ya?”
Bunda mengangguk. “Iya, kamu anggep kayak rumah sendiri ya sayang. Biarin aja si Taehyung itu, nggak usah di pedulikan!”
Irene hanya tersenyum lalu mengangguk, menatap Taehyung yang setengah kesal lalu ia mengejek—menjulurkan lidah dengan wajah menyebalkan karena berhasil mengambil perhatian bundanya.
Taehyung hanya melotot, berusaha mengimbangi candaan Irene dengan raut kesal dibuat-buat. Walau dalam hati lelaki itu hanya bisa mengangguk bahagia mendapati bundanya sebegitu sayang dengan kekasihnya. “Kalo ketemu Irene aja, akunya dilupain!” gumamnya lirih.
“Apa, sih, Tae? Kamu kok cemburuan,” ejek Irene.
“Siapa juga yang cemburu?”
“Terus, ngomel apa kamu tadi?” tanya bunda.
“Nggak ada ngomel-ngomel! Udah, ah, aku ngantuk, mau tidur aja!” Taehyung pergi begitu saja.
Irene dan bunda hanya bisa menggeleng dan terkekeh kecil, menyadari jika mereka berdua berhasil menggoda lelaki tampan bermarga Kim tersebut.
Irene beralih menatap Bunda Kim. “Bunda kemarin nemenin ayah ke Daegu?”
Bunda mengangguk. “Iya, ayahnya Taehyung minta ditemenin beberapa hari. Kemarin aja pas mau pulang, bunda harus rayu-rayu dulu, nggak mau ditinggal! Tapi akhirnya berhasil juga karena bawa-bawa nama Taehyung.”
Irene mengangguk, paham dengan tugas ayah Taehyung yang dipindah tugaskan ke Daegu selama beberapa bulan. Kadang, bunda Kim juga kewalahan mengingat bagaimana manja sang suami terhadapnya. Tapi jika mengingat lagi bahwa ada Taehyung yang harus mereka perhatikan, maka ayahnya memilih mengalah. Walau kadang ayah Kim membawa-bawa nama Irene, berkata bahwa kekasih anaknya mampu menjaga dan merawat Taehyung dengan baik.
“Ayah sehat, bun?”
Bunda mengangguk sekali, tersenyum sambil membelai rambut anak gadisnya. “Kabar mama sama papa gimana, sayang?” tanyanya pada Irene.
“Sehat, kok, bunda.” Jawab Irene singkat.
“Ada perkembangan? Papa kamu gimana? Masih sama kayak waktu itu?”
Irene hanya bisa tersenyum kikuk, memainkan tangannya gelisah, lalu mengangguk. “Papa nggak pernah berubah pikiran, bun.”
Bunda hanya bisa mengangguk, wanita terlalu banyak tersenyum untuk Irene yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri. Bersyukur karena Taehyung membawa gadis cantik berhati baik yang berhasil meluluhkannya, tidak seperti kekasih Taehyung sebelum-sebelumnya.
“Kamu yang sabar, ya? Bunda yakin, papa kamu pasti bisa berubah suatu saat nanti. Kamu hanya perlu berusaha lagi, dan Taehyung akan selalu jagain kamu.”
“Iya, bunda, makasih banyak.”
Keduanya terlalu asyik berbincang. Membahas apapun hingga sesekali tertawa. Bunda menceritakan masa kecil Taehyung, atau mungkin Irene akan membahas apa saja yang Taehyung lakukan untuk membuatnya tidak marah.
Mereka setuju bahwa—Kim Taehyung adalah budak cinta seorang Bae Irene.•—•—•
“Katanya kamu tidur?” tanya Irene bingung saat Taehyung duduk di sampingnya.
Dilihat dari muka bantal pemuda Kim, Irene yakin jika kekasihnya sudah sempat tidur nyenyak lalu terbangun dan berjalan kembali ke ruang tengah.
Taehyung bersandar pada bahu Irene, memejamkan mata dengan kedua lengannya memeluk erat pinggang Irene. “Aku laper, sayang.” ujar lelaki itu parau. Bibirnya mengerucut, bermaksud manja dengan wajah makin mengusal lembut.
Bunda tersenyum hangat melihat interaksi kedua remaja di hadapannya. Menggelengkan kepala melihat anak semata wayangnya begitu manja kepada kekasihnya. Ah, bunda akan mengucapkan terimakasih pada Irene karena sudah merawat dan menjaga anaknya dengan baik selama bertahun-tahun.
Irene mengusap tangan Taehyung yang bertengger di pinggangnya. “Makan, sana! Ambil sendiri di dapur.”
“Bunda nggak masak, sayang.”
Bunda Kim menampilkan raut wajah tidak enak. “Bunda males banget buat masak, nanti aja ya, masak sama bunda, Rene.”
Irene mengangguk, tahu jika tujuan buna Kim belum memasak karena mereka memang suka memasak lalu memakannya bersama. Menoleh lagi kepads Taehyung dan memberi pengertian. “Makan ramen aja dulu, ya? Nanti anterin aku belanja, terus aku masakim kesukaan kamu.”
“Terserah, apapun makanan dari kamu, aku suka.”
“Racun, mau?”
“Nggak papa, asal kamu seneng.”
“Najis, gombal!”
Irene berlalu ke arah dapur, memenuhi kebutuhan perut Taehyung dengan tiga ramen yang akan dimasaknya menjadi satu. Tidak mungkin kan hanya Taehyunh dan dirinya saja yang makan? Ia juga akan memasak untuk bunda kekasihnya.
Taehyung memperhatikan kekasihnya, diganggu berupa lemparan tissue dari bunda. Membuat pemuda Kim mendengus kesal, namun kembali senyum dan menatap bundanya berbinar.
“Gimana? Pacar Taehyung keren, ya, bun? Dia itu, bisa ngurusin aku kayak bunda juga ngurus aku.”
Bunda mengangguk. Membenarkan apa yang diucapkan oleh anak semata wayangnya.
Dari awal, sejak bunda tahu jika kekasih yang dibawa Taehyung adalah Irene, bunda sangat setuju. Bagaimana gadis itu mendominasi, membuat Taehyung bertekuk lutut bahkan tak jarang menuruti perintah Irene.
Kim Taehyung mengurangi kebiasaannya dalam minum dan berkelahi. Walau sering kecolongan dan berakhir dimarahi bunda setelah ditelfon oleh Irene. Anaknya menjadi lebih peduli terhadap nilai-nilai sekolahnya, pengaruh Irene yang mengharuskan lelaki itu mendapat nilai tinggi agar bisa masuk di Seoul National University bisa dibuktikan dengan hasil yang luar biasa.
Bae Irene itu, kehidupan positif yang membawa Kim Taehyung dalam perubahan besar. Anaknya memang berandalan, emosinya tidak stabil, hobinya membuat rusuh. Tapi gadis cantik itu mampu mengimbangi dan menuntun, sedikit merubah.
Bunda sudah yakin bahwa Irene adalah yang terbaik untuk Taehyung.
“Dijaga pacarnya! Beruntung loh kamu punya pacar kayak dia, bunda suka.”
Taehyung terkekeh kecil. “Jelas, anak bunda ini, siapa yang bisa nolak aku?”
Ah, tingkat kenarsisan Taehyung tidak pernah berubah. “Banyak yang suka sama dia, ya? Cowok-cowok ngejarin dia?”
“Jangan ditanya, bun,” Taehyung menghela napasnya. “Pacarku primadona kampus, sejak masuk, aku tau banyak yang suka sama dia, tiap gerak-gerik dia pasti jadi sorotan. Siapa yang nggak suka?” imbuh lelaki itu.
Bunda mengangguk setuju. “Irene itu, cantik, baik hati, pinter. Mungkin sikap cuek sama dinginnya jadi nilai plus tersendiri.”
Dan keduanya setuju dengan penilaian tersebut.
Yang dibicarakan muncul dari dapur. Dengan sumpit yang berada di tangan kanannya dan apron merah maroon yang melekat ditubuhnya. “Mau makan sekarang, nggak?” tanya Irene.
Taehyung mengangguk. Berjalan menghampiri setelah meregangkan otot-otot lehernya yang kaku. Menghampiri kekasihnya yang menawarkan makanan pada bundanya, tapi wanita berusia lima puluhan itu menolak dan menyuruh mereka pergi duluan.
Dari ambang pintu dapur, bunda bisa melihat bagaimana manjanya Taehyung, dan bagaimana cara Irene menyikapinya secara dewasa. Anaknya itu mengerucutkan bibir, dan Irene membalas dengan kecupan singkat di pipi walau setelahnya sedikit mengomel karena Taehyung mengecupi bibirnya.
Lucu, gaya pacaran mereka itu sangat menyenangkan hati bunda Kim.
Jadi teringat sama masa muda, ayah gimana, ya?
![](https://img.wattpad.com/cover/170406100-288-k629959.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AMANTE
Fanfiction"Noona!" seru Taehyung. Lari ke arah gadis yang berdiri nggak jauh darinya. Irene melotot, pukul kepala Taehyung keras. "Jangan panggil noona!" "Iya, maaf sayang." lembut Taehyung, buat Irene luluh dan memerah di tempat. • • Jadi, bagaimana kehidu...