Delapan

1.9K 239 10
                                    

Ada yang salah, tapi Taehyung juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hanya saja, ucapan penjaga klinik tentang keadaan Irene begitu membuatnya terkejut. Kekasihnya itu sudah tiga kali ini datang ke klinik, sering mengeluh sakit kepala dan tidak enak badan.

Eh, Taehyung belum sampai ke tahap inti kan?

Ah, pertanyaan di kepala itu harus dihilangkan segera! Kim Taehyung menatap kekasihnya yang tengah berbaring di atas ranjang. Wajah gadisnya pucat dan kelihatan lelah, keningnya mengernyit tanda tidak nyaman dalam tidurnya.

Irene sudah sadar sejak beberapa menit lalu, namun Taehyung menyuruhnya agar beristirahat lebih dulu lalu membawa gadis cantik itu pulang ke apartemen miliknya. Untuk saat ini, kos tempat tinggal gadis itu bukan opsi yang bagus karena ia hanya seorang diri.

Dalam hati Taehyung sedikit merutuki kebodohan dirinya sendiri. Bagaimana dia bisa lalai menjaga kekasihnya, tidak peduli apa gadis itu kelelahan, banyak pikiran, tidak enak badan, atau hal kecil lainnya.

Merasa begitu tidak berguna sebagai seorang lelaki karena menelantarkan gadisnya beberapa hari. Bahkan Irene pernah mengeluh namun Taehyung terlalu fokus dengan tugas dan pertandingan hingga tidak terlalu menghiraukan keluhan kekasihnya.

Pemuda itu mengusap lembut rambut kekasihnya, menatapnya tanpa berkedip, tidak memalingkan wajah barang sebentar. Ada rasa menggebu entah karena apa, bersalah dan rindu, saling mendominasi hingga membuatnya kacau dan menundukkan kepala. Napasnya terasa berat dan dan dadanya sedikit sesak.

Hei, jangan bilabg Taehyung berlebihan! Nyatanya ia benar-benar merasa sesak dan kacau karena melihat kesayangannya seperti ini!

Perlahan Irene terbangun, matanya sedikit menyipit dan menyesuaikan cahaya. Hingga ia merasa usapan lembut dikepalanya berhenti, Irene menoleh ke arah kanan dan mendapati lelakinya menunduk dalam diam.

“Kok di sini? Katamu sibuk?” pertanyaan itu murni dan bukan sindiran. Membuat Taehyung mengangkat kepala dan pandangan mereka bertemu. “Loh, Tae kenapa?” tanya Irene karena melihat perubahan wajah Taehyung.

Taehyung memasang wajah datar, matanya menatap tajam sirat rasa khawatir. Tangannya berpindah, menggenggam tangan Irene dan memainkannya dengan lembut.

“Aku nggak mau di sini, ayo pulang!”

“Istirahat sebentar lagi, ya? Nanti pulang.”

“Nggak bisa, maunya pulang, ke kos atau apartemenmu, terserah.”

“Bae Irene, kenapa ngeyel banget, sih?! Dokternya bilang kamu harus banyak istirahat!” nada Taehyung terkesan tinggi, Irene terdiam dan menatapnya dalam.

“Aku mau pulang, sayang.” Ucap Irene lembut. Andalannya ketika melihat Taehyung sudah menunjukkan tanda-tanda emosi. Membuat lelaki itu menghela napasnya lagi dan hanya bisa mengangguk pasrah.

Bisa apa selain mengiyakan?

•—•—•

Kamar kos jadi tempat singgah kali ini. Jangan ditanya kenapa Taehyung bisa kalah dan membawa kekasihnya ke kos? Nyatanya ucapan Irene adalah mutlak dan harus dituruti. Menjadikan keduanya berdiam diri dengan posisi duduk di tempat tidur Irene. Taehyung bersandar sedangkan Irene memeluk perutnya dan mengusal manja.

Tidak obrolan yang berarti, keduanya sudah berdiam diri sejak lima belas menit yang lalu. Sama-sama bergelut dengan pikiran tanpa mau membuka suara memecah keheningan.

“Kak, masih sakit?” tanya Taehyung sambil sedikit menunduk.

Irene mengangguk singkat, makin menyamankan dirinya untuk mengusal dan menghirup dalam aroma kekasihnya yang menenangkan. Dengan sigap, Taehyung memijit kepala Irene perlahan, menghantarkan rasa nyaman dan dibumbuhi kecupan sayang.

“Kenapa lagi, kak? Kecapekan, telat makan, banyak pikiran. Terus kamu diem aja? Nggak bilang apapun? Nggak bisa terbuka sama aku, iya?” jeda sebentar, lalu lelaki Kim itu kembali berucap. “Nggak ada guna aku jadi cowokmu, ya? Kondisi pacarku sendiri aja aku nggak tahu!”
Kim Taehyung kalap. Tidak bisa mengontrol emosi dan menatap lurus ke depan dengan alisnya yang menukik—marah.

“Maaf, Tae. Aku nggak bermaksud gitu, cuma—“

“Apa?!” sentak Taehyung. “Irene, kamu tuh tanggung jawabku! Ada apa-apanya sama kamu aku juga yang hancur, kak! Bahkan yang bikin aku nggak habis pikir, aku tahu keada’anmu dari orang lain!”

Irene diam, melepaskan pelukannya pada tubuh Taehyung lalu menangkup pipi lelakinya dengan tangan sedikit gemetar. Taehyung yang berbicara dengan nada tinggi bukanlah hal yang bagus. Gadis itu menatap lembut tepat di retina Taehyung, lalu memberi ciuman di bagian bibir dengan sedikit lumatan.

Atau mungkin, Taehyung yang benar-benar emosi balas melumatnya dengan kasar tanpa memberi ruang bagi Irene untuk sekedar membalas. Membuat gadis itu tidak berdaya dengan napas terengah dan memukul pundak Taehyung.

Irene menghirup oksigen sebanyak mungkin, melirik Taehyung yang juga terengah dengan wajah datar. “Maaf.” ucapnya lembut.

Kim Taehyung menghembuskan napasnya, mengusap wajahnya kasar lalu tangannya berpindah mengusap rambut Irene. “Aku tuh nggak bisa liat kamu kayak gitu, plis, apapun masalahmu, keluhanmu, bilang ke aku, ya?” pinta Taehyung memohon. “Aku bener-bener ngerasa gagal jadi pacarmu, ngerasa nggak pantes dan berpikir buat pergi aja?”

Irene menggeleng brutal. Air matanya mulau ditahan agar tidak menetes, walau kepalanya pening, namun ia ingin memperlihatkan bahwa dirinya baik-baik saja. Berakhir dengan menghambur ke pelukan Taehyung dan mendekapnya dengan erat. Tidak ingin terlrpas seolah takut berpisah.

Ucapan tentang kekasihnya yang menyalahkan diri sendiri dan menambahkan kata tidak berguna membuat Irene menangis terisak. Hei, bahkan Taehyung lebih penting dari pada yang ada saat ini. Hidupnya terlalu bergantung dan dia memang hanya akan mengandalkan lelaki dari Daegu itu.

“Ma—maaf, aku nggak bermaksud gi—gitu Tae. Aku ng—nggak mau bikin ka—kamu kepikiran.”

Taehyung menghela napas. “Nggak boleh gitu sayang, apapun yang jadi beban pikiranmu ya harus diceritain ke aku. Aku jadi pacarmu udah bertahun-tahun, dan aku nggak mau cuma jadi orang bodoh yang bahkan nggak ngerti apa-apa tentang pacarku sendiri.”

Taehyung mengangkat dagu Irene dengan jari telunjuknya. Tersenyum manis hingga Irene juga ikut tersenyum. “Jangan diulangi ya, cantik? Janji sama aku, oke?”

Irene mengangguk dan tersenyum. “Maaf, ya?”

“Dimaafin, Nyonya Kim!”

Plak

“Margaku masih Bae, kalo kamu lupa!”

“Besok ayo ke rumahmu, aku minta kamu ganti marga jadi Kim di hadapan mama sama papa kamu.”

“Halah, mulutmu!”


AMANTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang