Masih di sini. Di taman belakang sekolah. Aku masih setia duduk di bangku taman ini. Angin berhembus sesekali menerpa wajahku dan menerbangkan rambut hitam panjang ku. Matahari yang masih gagah bersinar di atas sana mengerti akan panas nya hati ku saat ini. Bahkan pohon tua di depan ku pun mulai menggugurkan daunnya tanda bahwa ia telah tidak kuat menahannya. Sama seperti ku sekarang.
Aku termenung. Pikiran ku kacau sekarang. Bukankah aku orang jahat? Telah menyakiti seseorang yang telah menyayangiku dan mencintai ku tulus. Seseorang yang selalu di sampingku dalam keadaan apapun, seseorang yang selalu menyemangatiku saat aku di titik terendah, seseorang yang selalu sabar menghadapi emosi labilku. Dan kini aku merasakannya, bahwa aku kehilangannya. Aku kehilangan sosok itu. Kehilangan orang yang entah sejak kapan menjadi orang yang istimewa bagiku. Kalian boleh mengataiku egois sekarang. Memang aku hanyalah orang egois yang tidak memikirkan perasaan orang itu.
Bagaimana bisa aku melukainya sedalam ini. Bagaimana bisa dia selalu terseyum di depan ku di saat ia tau benar bahwa hati nya hancur karna ku. Dafa kehilangan cinta pertamanya. Dia juga kehilangan cinta sejatinya. Dan itu semua karna ku. Aku yang telah memusnahkan harapannya. Aku sudah melukainya. Tuhan hukum aku.
Aku mendongak sambil memejamkan mata. Menikmati angin yang sore yang sedikit membuat hatiku mendingin. Entah sudah berapa jam aku disini, yang pasti kaki ku kaku untuk melangkah pergi dari disini. Helaan napas keluar dari mulutku.
"Hai" aku tersentak. Seseorang menepuk bahu ku.
"Boleh duduk disini?" Katanya sambil menunjuk bangku disampingku duduk. Kedua alisku terangkat bingung. Aku tidak mengenalnya. Melihat semburat kebingungan ku ia menggaruk tengkuknya canggung.
"Ah tidak boleh ya. Kalau begitu maaf"
"Kau boleh duduk" senyuman tercetak jelas di bibir tipisnya. Lesung pipi menambah kadar kemanisannya. Ku akui dia benar benar manis.
"Kau tidak mengenaliku?" Aku menoleh kearahnya.
"Tidak ya?" Senyuman itu benar benar manis hingga membuatku beku sesaat. Aku menggelengkan kepalaku. Apa yang sedang aku pikirkan.
"Kau tidak ingat aku? Kau tidak ingat laki laki bertas abu yang di tabrak seorang perempuan saat sore sore pulang sekolah di depan kelasmu? Hahaha kau pasti tidak ingat ya. Yah aku kecewa sekarang padahal aku mengingatmu dengan senyuman manismu itu. Yasudah kalau kau tidak ingat" laki laki itu mulai beranjak dari duduk nya.
"Tunggu aku ingat" dia berbalik. Terseyum lebar kearahku. Aku ingat sekarang orang ini adalah
Orang yang telah di tabrak Riska waktu itu. Waktu ia terburu buru sehingga tidak bisa aku tebengi. Laki laki itu kembali duduk disampingku."Kau ingat?" Tanyanya.
Aku tersenyum dan tak lama setelah itu aku menggangguk "iya aku mengingatmu"
"Venus" ia menjulurkan tangannya kearah ku. Lama tidak mendapat respon dari ku. Ia malah menggoyang goyangkan uluran tangannya tak lupa senyum yang masih menghiasi wajah nya.
"Ana" dengan ragu aku menjabat uluran tangannya.
"Nama yang bagus" aku menggelengkan kepala pelan. "Nama mu juga bagus. VENUS" kataku sambil melihat keatas langit.
"Kau pasti sedang memikirkan namaku yang sama dengan nama salah satu planet kan?" Alisku terangkat satu. Aku terkekeh kecil. Bagaimana bisa dia mengetahui apa yang sedang aku pikirkan. Apakah dia cenayang?.
"Venus itu nama pemberian dari ayahku. Kau tau kenapa ia memberiku nama venus?" Aku menggeleng. "Dulu ayah ku bercita cita sebagai astronot. Dia pengen mendarat di planet venus" mulut ku terbuka lebar. Mendarat di venus? Yang benar saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DALAM DIAM
Teen FictionIni adalah kisah ku. Kisah cinta dalam diam ku. Diacuhkan? Sudah biasa untukku. Menunggu? Itu sudah menjadi kebiasaanku. Dia Nama yang kusebut dalam doa malamku. Dia. Yang tak pernah mengganggapku. Terlambat. Ya hanya kata itu yang bisa terucap ol...