10

90 6 17
                                    

Teeetttttttt~

Semua murid memasuki ruangan dengan beraneka ragam raut wajah. Dimulai dari wajah serius, wajah panik, wajah pasrah, wajah nantang, wajah tenang, bahkan sampai wajah udah nyontek temen aja ntar.

Inilah saatnya pertempuran yang sebenarnya. Jika di pertempuran mahabarata menggunakan senjata panah dan pedang. Maka pertempuran di ruangan ini menggunakan akal dan pikiran.

Semua siswa duduk di kursi masing masing. Aku duduk paling belakang. Di sebelahku terlihat Andre dengan wajah paniknya sedang berdoa dengan khusyuk. Entah apa yang dia ucapkan. Sudah hampir 2 menit ia berdoa.

Aku menggelengkan kepala pelan, lalu kembali fokus ke instruksi guru di depan.

"Ana" panggil Andre sedikit berbisik.
Aku menggangkat dagu tanda bertanya "apa?"

"Kamu baik kan? Anak baik disayang loh sama orang tua. Aku gk paham belajar tadi malam, karna kamu anak baik jad--"

"Paketnya beda bege" jawab Dicky didepan Andre.

"Kmprt. Gk bisa nyontek dong?" Keluh Andre. Aku menggelengkan kepala. Aku benar benar heran kenapa ada orang yang ganjil kek Andre. Dosa apa aku Tuhan punya temen macem dia.

"Oke kerjakan sekarang" aku menarik napas perlahan. Mulutku mulai mengucap doa. Soal matematika terpampang jelas di depan ku. Aku mulai serius mengerjakan soal. Begitupun dengan semua murid. 

5 menit kemudian~

"Hah" aku menoleh. Andre sudah mulai menyerah. Tangannya melepaskan mouse komputer lalu beralih ke depan dada. Ia bersandar di kursi.

"Gilak ni soal susah amat sih. Nyesel aing gk dengerin bu Dian ngoceh didepan" kata Andre lalu menjambak rambutnya sendiri.

"Anaaa~" aku menoleh.
"Kenapa?"
"Susaaahh~" rengek Andre persis anak kecil minta ice cream bergambar iron man.

"Shttt diem! Kerjain sebisanya!" Aku kembali menatap monitor.

Ruangan tampak begitu sepi dan tenang. Semua murid fokus ke soal masing masing. Namun itu tidak berlangsung lama. Mendadak rambut mereka berkutu. Tangan yang tadinya memegang mouse beralih menggaruk garuk kepala. Entah itu tanda frustasi, bingung, atau memang kutu sedang hibernasi disana. Mereka mulai berdecak sebal.

Aku masih fokus mencari cari jawaban dari soal. Sudah kugunakan semua rumus yang ku ketahui, tapi kenapa gk ketemu ketemu juga?. Ingin rasanya aku gulingkan ini meja.

Tuhan kenapa sih aku gk pinter matematika? Rasanya mikir matematika itu kayak makan roti kering. Nyeretin.

"Hahh" aku menoleh.
Andre kembali menggaruk kepala. Terlihat bendera putih sudah berkibar di jidat nya.

"Ini soal siapa yang bikin sih? Susah amat. Gk tau apa ya yang ngerjain tersiksa lahir batin"

"Diem gk! Sumpelin juga tu mulut pake sepatunya syahrini." Ancamku sambil memegang sepatu ku.

"Sumpelin pake cinta kamu aja na."

"Jyjyq tau gk"

"Dengan senang hati loh a--"

"Itu yang belakang kok berisik ya?" Mampus. Peringatan tanda bahaya. Guru tua berkacamata tebal dan berkumis lebat didepan menegur dengan tatapan membunuhnya. Cepat cepat aku dan Andre kembali menghadap ke monitor dan mulai menyibukkan diri. Berfikir.

------------------------------------------------------

"Ada soal yang lebih gampang dari tadi gk sih?" Airin keluar kelas dengan muka merah padamnya. Tangan kanannya memegang tas, sedangkan tangan kirinya mengepal erat.

"Sumpah susah banget. Aku cari cari gk ketemu ketemu juga tu jawaban" imbuh Riska. Lalu duduk disampingku.

"Stres lama lama didalem aarrgghh" frustasi ku lalu meyenderkan kepalaku ke bahu Renata.

Semua murid duduk lesu di depan kelas meratapi nasib. Memikirkan berapa nilai ujian matematika mereka.

Hari pertama ujian aja kesannya udah kek gini gimana hari kedua, ketiga, keempat. Bayangkan saja saat kita harus berjam jam didepan monitor yang sudah membuat mata perih dan kepala pusing karena radiasi, harus ditambah dengan soal matematika yang bener bener bisa buat nyekik orang.

"Ujian nasional modelannya kek gini ya?" Omel Dafa yang baru keluar dari kelas.

"Masa jawaban ku kosong 15 soal" kata ical mengadu dengan urat wajahnya.

"Udah sans cal sans jangan pake urat juga meratapinya" ucap Dicky sambil menepuk nepuk pundak ical.

"Bege wkwk. Pake dong trik ala Andre" kata Andre bangga.

Ical melirik Andre sekilas.

"Karena Andre anak yang baik dan budiman jadi nih aku kasih tau triknya. Isi jawaban yang kosong sama A semua" sontak semuanya menoleh ke Andre. Menatapnya tak percaya.
"Ini nih udah mempelajari materi peluang tapi gk diterapin dalam kehidupan berbangsa dan bern~"

"Kak Noval" ucapan Andre terpotong.
Dia.
Gadis berambut sepundak dan berbaju merah hati itu berlari dengan semangat kearah tujuannya.

"Kak Noval kok lama sih. Risma udah nungguin tau dari tadi" ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya. Tangannya bergelayut manja ditangan Noval.

"Ngapain kesini?" Tanya Noval. Ia menatap sekilas kearah Risma. Namun setelah itu pandangannya kembali lurus kearah depan.

"Mau jemput kakak" aku menatapnya. Risma dengan bangga mengatakannya, senyumnya tercetak jelas di wajah cantiknya. Ya, Aku akui dia memang cantik. Hidungnya mancung, matanya bulat, Kulitnya yang putih bersih terlihat sangat terawat. Kalian bertanya apakah aku iri?
Iya. Sebagai wanita aku iri dengan kecantikannya. Namun pikiran itu aku tipis jauh jauh.
Menurut ku cantik itu relatif. Semua wanita cantik. Allah menciptakan kita sama. Ibu pernah berkata padaku cantik yang sesungguhnya itu ada pada hati bukan pada wajah.

"Cieee yang dijemput pacar ehem" goda Dicky. "Iri mah bilang aja dic"
"Dih sorry i'm single happy" aku memutar bola mataku jengah.

Aku kembali menatap mereka berdua. Namun sebuah respon tak terduga. Risma menatapku sinis. 5 detik kita saling bertatapan. Hingga sebuah tangan mengalihkan perhatian ku. Dafa memegang tanganku lalu menarik ku berdiri.

"Pulang" katanya dingin.
"Eh Daf aku mau pergi sama Airin" tolaku halus. "Pulang" ulangnya.
"Tap~"
"Ana pulang!!" Aku tersentak. Ini pertama kalinya Dafa membentakku. Apalagi di depan umum. Ia kembali menarik tanganku sedikit kasar.

"Wei wei sans bro. Jangan kasar sama cewek" Noval mencekal tangan Dafa lalu menariknya dari tanganku. Dafa tersenyum miring.
"Urusannya apa?" Ia menarik kerah seragam Noval dengan kedua tangannya. Noval tersenyum remeh.
Tak mau kalah Noval balas menarik baju Dafa. Alhasil terjadi lah adegan tarik menarik.
"Maksudnya narik narik apa?Jangan kamu fikir kamu anak karate terus aku takut. Cih gk sudi takut sama situ" tantang Noval.
"Temen gitu ya val?"
"Temen gitu ya daf?" Tarikan mereka semakin menguat. Begitu pun dengan tatapan mereka. Semakin tajam dan menusuk.

"Kalian berdua! Ikut bapak ke BK sekarang!" Pak marcus datang melerai mereka. Noval berdecak. Mau tidak mau mereka harus mengikutinya.

Aku menatap nanar kedua punggung yang semakin menjauh itu.

Kalian sahabat. Lalu kenapa kalian jadi begini. Kenapa kalian semakin menjauh.

Hingga akhirnya kedua punggung itu tak terlihat lagi.

############################

5-6 lagi puncak konflik?

Jadilah pembaca yang baik

Vote & komen sebelahan kok

Maaf atas typo yang berterbangan

CINTA DALAM DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang