8. Terima Kasih

292 45 0
                                    

Lima hari sudah Jinyoung bekerja di UGD rumah sakit. Ia yakin ini bukan hanya perasaannya, tapi dokter-dokter dan perawat di sana memang membebankan lebih banyak pasien padanya. UGD rumah sakit di Seoul benar-benar berbeda dengan UGD Rumah Sakit Haewon, Mokpo, tempat Jinyoung magang dulu. Di rumah sakit ini, setiap hari setidaknya ada seratus lebih pasien yang masuk ke UGD yang berasal dari rujukan sana sini. Parahnya lagi, Jinyoung beberapa kali tetap ditugaskan jaga malam meski paginya ia sudah tugas juga. Terus terang saja, ia butuh istirahat. Tapi karena terhitung sebagai orang baru, ia sungkan untuk menolak. Apa lagi ketika mereka mulai menyindirnya dengan sebutan keturunan dokter hebat. Jinyoung terlalu malas berdebat.

Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul tiga dini hari ketika salah satu perawat memintanya untuk melakukan prosedur penggantian infus. Jinyoung menenggak air mineral sebelum mengangguk dan mengikuti perawat itu. Ia sangat mengantuk, jika boleh jujur.

Lantai tiga. Jinyoung rasanya ingin memukul kepalanya sendiri karena harus masuk ke ruangan ini lagi. Beruntung kali ini perawat Kim bersamanya.

"Selamat malam," sapa Jinyoung setelah menutup pintu.

Mark yang memang menekan tombol darurat tadi berbicara, "Infus Jackson habis."

Sebenarnya, tanpa diberitahu pun Jinyoung sudah berjalan mendekati ranjang Jackson. Mark mungkin hanya ingin membalas sapaan kekasihnya itu—yang sedang memainkan peran orang asing.

Tanpa bicara lagi, Jinyoung menyelesaikan tugasnya. Ia akan keluar ruangan ketika Jackson memanggilnya setengah ragu, "Tentang kejadian tempo hari. Saya minta maaf. Saya tidak seharusnya menuduh macam-macam," ujarnya menunduk dengan raut menyesal.

Jinyoung tertegun sejenak. Ia melirik Mark dari ujung matanya. Laki-laki itu tersenyum tipis sambil menunjukkan jempolnya sembunyi-sembunyi. Perawat Kim ikut berhenti dan menatap tak paham sebelum kembali melanjutkan langkah ke pintu keluar. 

"Ne. Tidak apa-apa, Jackson-ssi," Jinyoung memberi senyum kecil di akhir kalimatnya.

"Ah, Dokter?"

Tangan Jinyoung yang hendak menggapai kenop pintu kembali tertahan. Kali ini Mark.

"Saya ingin mengunjungi Youngjae. Bisa tolong bantu saya?" katanya begitu Jinyoung berbalik ke arahnya.

"Maaf. Ini bukan waktu kunjungan. Anda bisa mengunjunginya besok pagi." Setengah mati Jinyoung berusaha untuk bicara normal dan datar. Ia sungguh tidak terbiasa dengan situasi di ruangan ini.

"Jackson bermimpi buruk tentangnya. Saya hanya ingin melihat sebentar. Karena itu saya minta bantuan Dokter." Mark rupanya tidak kehabisan akal. Dan memang Jackson mengatakan seperti itu tadi. Kini ia mengangguk memberi dukungan.

Perawat Kim sudah keluar lebih dulu. Mengabulkan permintaan Mark saat ini memang tidak sesuai prosedur, tapi jika hanya ia, Mark, dan Jackson yang tahu tentu tidak apa-apa.

Maka, Jinyoung mendekat pada Mark dan membantu laki-laki itu bangun. Keluar dari ruangan, Mark langsung menggapai tangan Jinyoung yang membuat dokter muda itu terkekeh.

"Kau cantik," godanya di telinga Jinyoung.


Di depan pintu ruang Youngjae, mereka melepaskan tautan tangan. Di dalam, hanya ada Yugyeom, Bambam, dan manajer mereka, yang terlihat lega dengan kedatangan Mark.

"Mark, aku perlu kembali ke dorm untuk mengurus beberapa hal. Yugyeom dan Bambam akan ikut denganku. Besok aku akan kembali menjemputmu dan akan kuatur kepulangan kalian ke rumah masing-masing sampai keadaan membaik." Manajer laki-laki paruh baya itu bahkan tidak memberi kesempatan Mark untuk menanggapi. Ia terlihat resah dan banyak pikiran.  "Orangtua Youngjae masih di bawah, membeli sesuatu. Sebantar lagi kembali. Tolong ya," lanjutnya setelah siap menenteng tas,memerintahkan Yugyeom dan Bambam untuk bersiap dan mengikutinya.

"Hyung, jaga Youngjae." Adalah hal yang sangat jarang menemukan ketakutan di mata Yugeyom seperti sekarang ini.

Mark mengangguk dan menepuk-nepuk pundak Yugyeom.

"Oppa ..." Mata Bambam masih basah. Pipi gadis manis itu masih jelas menunjukkan jejak kering air mata, "Bawa Youngjae eonni kembali."

Tangis Bambam kembali pecah ketika Mark memeluk gadis itu. "Iya. Aku janji. Kita semua akan baik-baik saja. Hm?"

Melihat itu, mata Jinyoung memanas. Ia mendongak dan berpaling ke arah lain.

Begitu pintu tertutup, Mark mendesah, "So, it's just only two of us," katanya beralih ke Jinyoung.

"Hm?" Jinyoung memasukkan kedua tangan ke saku snelli, "Three ..." ucapnya sambil berpegang pada pembatas ranjang Youngjae. Pancaran sedih jelas terlihat dari bola matanya yang berair.

Mark mendekat. Mereka terdiam lama. Membiarkan suara monoton EKG menjadi latar belakang nuansa sendu itu. Di kepala Mark, kembali terbayang masa-masa ketika ia dan Youngjae pertama kali bertemu. Gadis kecil yang sangat ceria dan banyak bicara. Juga saat-saat mereka dalam satu grup. Ada banyak tangis dan tawa yang mereka bagi bersama. Semuanya seperti menenggelamkan Mark dalam kesedihan yang gelap dan dalam. Hatinya berkata, ialah yang seharusnya lebih menderita, bukan Youngjae.

"Jie ..."

Tak ada tanggapan.

"Can I hug you?" Terdengar lirih dan pedih.

Tanpa perlu menjawab, Jinyoung menghadap Mark, lalu membawa tubuh jangkung itu ke dalam lengkung lengannya. Mark menenggelamkan kepalanya di ceruk leher perempuan itu. Tangannya menangkup punggung dan kepala Jinyoung. Rindu tak tertahan dan kesedihan akan Youngjae membuat air mata Mark tumpah sudah. Laki-laki dewasa itu terlihat lemah dan rapuh, seakan menyerahkan semua pertahanannya dalam dekapan itu.

Jinyoung paham. Mark membutuhkan dirinya. Karena itu, Jinyoung mengeratkan rengkuhannya dan mengusap sayang punggung itu. "Seperti yang kau bilang, kita akan baik-baik saja, Mark, kita akan baik-baik saja. Aku percaya padamu."

Mark mengangguk. Tangannya menggenggam rambut dan pakaian Jinyoung menahan emosi yang makin mendesak di dadanya. "Aku mencintaimu." Mark sekuat tenaga mengatakan itu di antara tenggorokannya yang terasa tersekat.

"Aku lebih mencintaimu."

_______

a.n: Aku merasa addicted, tapi tetap saja, sepertinya ini apdetan terakhir di minggu ini. Hihi. Terima kasih sudah mampir dan vote cerita ini. :) <3

Resfeber [MarkJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang